2

4.9K 669 22
                                    

Haechan membuka matanya ketika seseorang menepuk pipinya berkali-kali. Meski tidak terasa sakit sama sekali, tapi ia cukup terkejut. Apalagi ia harus menyesuaikan silaunya cahaya yang masuk ke matanya.

Pemandangan yang pertama kali Haechan lihat adalah sosok Jongin yang terlihat sangat panik. Membuat Haechan yang bahkan masih belum bertenaga itu turut merasakan kepanikan.

"Nona, bangun. Segera bersihkan diri dan ikut saya pergi ke rumah sakit."

Rumah sakit? Untuk apa? Memangnya siapa yang sakit? Jongin kah? Tapi pengawal seniornya itu terlihat sangat sehat. Lalu siapa? Pertanyaan itu berputar di otaknya. Entahlah, mendadak lidah Haechan kelu untuk melemparkan berbagai pertanyaan.

"Jaemin-ssi, bantu Nona Haechan mempersiapkan diri."

Perintah Jongin yang langsung dilaksanakan oleh Jaemin. Ia yang sudah mengerti dengan keadaan yang terjadi, segera menghampiri Haechan. Pelayan lugu itu pertama-tama mengajak Nona muda nya membersihkan diri terlebih dulu. Lalu setelahnya membantunya berpakaian.

"Jaemin-ssi, katakan padaku. Sebenarnya ada apa? Apa yang terjadi? Lalu dimana Minhyung?" tanya Haechan penasaran. Sedari ia membuka mata, Minhyung sama sekali tidak muncul di hadapannya.

Jaemin membungkam mulutnya. Ia berniat menjawabnya namun Minhyung sudah lebih dulu memperingatinya agar tidak memberitahukan apa yang terjadi kepada Haechan.

"Saya tidak mengetahuinya, Nona. Maafkan saya," ucap Jaemin. ia terpaksa harus berbohong.

Haechan melemaskan bahunya. Jaemin adalah tipe pelayan yang tidak pernah berbohong kepadanya. Pelayan itu sangat lugu dan polos. Jadi Haechan mempercayainya.

Tok! Tok!

Pintu kamar Haechan diketuk lalu tak lama terbuka. Disana Jongin berdiri lengkap dengan seragamnya. Jongin menatap dalam Haechan beberapa detik, selepas itu ia menundukkan kepalanya hormat.

"Mobil sudah siap, Nona. Mari."

"Bahkan aku belum sarapan, Ahjussi." cicit Haechan. Tak dipungkiri perutnya juga perlu diisi untuk tambahan tenaga.

Ah, sial karena saking paniknya Jongin sampai lupa jika Haechan belum sarapan. Melalui in ear yang terpasang di telinganya, Jongin meminta rekannya untuk menyiapkan sarapan Nona Seo.

Jongin mengajak Haechan menuju ruang makan. Haechan menatap ke sekeliling dan baru menyadari semua pelayan dan pengawal memakai setelan serba hitam. Setelan yang biasa mereka gunakan jika ada sesuatu yang menyangkut—kematian.

Otak cerdas Haechan langsung tertuju pada kedua orang tuanya. Mereka tidak terlihat setelah pesta ulang tahun Haechan. Terakhir bertemu saat perkenalan antara Haechan dan Jeno. Sekarang, Haechan tidak merasakan keberadaan mereka di mansion.

"Aku tidak ingin sarapan. Antarkan aku ke rumah sakit seperti yang Ahjussi katakan sebelumnya." ucap Haechan datar. Saat Jongin akan membantahnya, Haechan segera memberikan telapak tangannya. Mengisyaratkan Jongin untuk diam dan menuruti perintahnya.

"Ahjussi, kemana perginya Minhyung?" tanya Haechan saat keduanya sudah berada di dalam mobil.

"Dia sedang mengurus sesuatu yang sangat penting, Nona. Tidak bisa dia tinggalkan." jawab Jongin. Ia tengah fokus mengemudikan mobil.

"Dan, dimana orang tuaku? Aku tahu pasti Ahjussi mengetahuinya."

"Tuan dan Nyonya..." Jongin seperti berat untuk menjawabnya.

"Cukup, Ahjussi. Jangan lanjutkan lagi perkataan mu. Aku tidak ingin mendengar apapun." lirih Haechan. Melalui kaca spion tengah, Jongin memandang Haechan yang mulai menitikkan air matanya.

Sesampainya di rumah sakit, kaki Haechan melemas. Seperti tidak memiliki tulang untuk berdiri tegap. Andai saja Jongin yang tidak langsung menangkap tubuh Haechan, pantat Haechan pasti mencium keras dan dinginnya lantai rumah sakit.

Kedua orang tuanya yang amat sangat ia cintai dengan teganya meninggalkan dirinya sendiri di dunia yang sangat kejam bagi umurnya yang baru genap 20 tahun tadi malam.

Mereka merasa seakan-akan telah membahagiakan Haechan dengan apa yang mereka berikan selama Haechan hidup. Padahal kebahagiaan Haechan ada pada diri mereka.

Haechan menangis meraung di tengah antara dua brankar yang berisikan Johnny dan Ten. Wajah mereka sudah memucat dengan sedikit noda darah. Paling parah adalah Johnny. Wajahnya penuh dengan goresan kaca. Membuat wajah wibawanya terlihat cukup mengerikan.

Pasangan Seo dikabarkan meninggal karena kecelakaan tunggal. Sebab tidak ada korban lain dalam kecelakaan ini. Polisi menduga ada dua kemungkinan di kecelakaan ini. Yang pertama, Johnny mengendarai dengan keadaan mengantuk atau yang kedua, mungkin saja mereka berniat untuk bunuh diri.

Haechan mencerna dugaan dari polisi. Bunuh diri? Apa yang membuat mereka bunuh diri? Kalau memang mereka bunuh diri, kenapa tega meninggalkan Haechan sendiri?

Haechan hanya berharap ini adalah sebuah lelucon yang diperankan oleh orang tuanya. Mereka hanya mengerjainya saja.

Tapi sayangnya,

ini bukan lelucon.

•••

Seminggu setelah pemakaman suami istri Seo, mansion masih dipenuhi oleh jurnalis maupun wartawan. Mereka mengincar putri tunggal Seo untuk mereka wawancarai terkait kasus bunuh diri salah satu chaebol Korea Selatan. Tapi apalah daya, penjagaan mansion yang sangat ketat dan juga Seo Haechan yang tidak kunjung menampakkan dirinya membuat sebagian dari mereka pulang tanpa membawa berita apapun.

Sementara di kamar sang putri, Haechan hanya diam merenung. Memandang kosong obyek yang satu garis lurus dengan penglihatannya. Seminggu berlalu namun Haechan enggan beranjak keluar dari sangkar emasnya.

Tidak ada yang boleh memasuki kamarnya kecuali Jongin yang biasa datang membawa informasi dan Jaemin yang membawa makanan berlanjut menemani Haechan.

Dalam kepala cantik Haechan sebenarnya ia memikirkan dimana Minhyung berada? Ia berkali-kali bertanya kepada Jongin, namun pria paruh baya itu mengatakan Minhyung tidak ada kabar sama sekali. Bukankah itu suatu hal yang janggal?

Pintu kamar terbuka setelah Haechan memberikan izin kepada seseorang yang mengetuk pintunya. Jaemin tersenyum dengan troli makanan yang ia bawa.

"Makan siang, Nona." Jaemin menyimpan troli itu di samping pintu. Lalu membawakan semua menu makan siang untuk Haechan.

Haechan mendudukkan badannya yang mengurus. Wajahnya hanya menatap datar pelayan itu. Jaemin tersenyum maklum. Setidaknya Haechan ada perubahan dibandingkan dengan selama tiga hari setelah kematian Tuan dan Nyonya Seo. Nona muda itu tidak ingin makan. Hanya minuman lah yang diterima oleh Haechan.

Jaemin mengerti. Jika ia di posisi Haechan pun akan melakukan hal yang sama. Haechan benar-benar sendiri. Tidak memiliki saudara dekat karena Tuan dan Nyonya Seo adalah anak tunggal.

Dengan telaten, Jaemin menyuapi Haechan. Bahkan ia sesekali mengajak bicara Haechan meskipun hanya ditanggapi lirikan datar. Tak apa, yang penting Haechan meresponnya.

Hingga suapan terakhir. Jaemin memberikan segelas air putih kepada Haechan yang langsung diteguknya habis. Jaemin terbiasa menemani Haechan setelah makan siang. Sampai nona muda itu tertidur.

"Ketahuilah Nona. Kelak apapun yang terjadi, saya akan selalu bersama Nona. Kemanapun dan dimanapun. Saya berjanji." ucap Jaemin tulus. Haechan tidak akan mendengarnya karena gadis itu telah menjelajahi mimpi indahnya.
















tbc.

Garde du Corps [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang