Warning: typo, OOC, hanya meminjam nama tokoh di bawah
.
.
.Doyoung terlonjak bangun. Agak terengah, dia masih terhanyut dalam... entahlah itu apa. Dia meraba tubuhnya sendiri, karena jika persetubuhan tadi benar pasti ada tandanya.
Tapi tidak ada apapun. Bahkan ketika Doyoung mencoba untuk duduk dan berdiri, tubuhnya baik saja. Seolah persetubuhan tadi hanyalah mimpi liarnya, tapi Doyoung merasa tadi sangat nyata. Dia mematai ruangan tempatnya terbangun.
Ruangan ini terlihat sederhana dan tidak ada yang menarik perhatian. Di belakang tempat tidurnya terdapat jendela besar dengan tirai putih yang menutupi, dari sana Doyoung bisa melihat ada sinar matahari yang masuk dan mengenainya. Doyoung ingin menyibaknya tapi dia tidak melakukannya, karena entah kenapa dia takut untuk menghadapi apa yang ada di luar sana.
Tempat tidurnya berukuran kecil, cukup untuk satu orang saja dan ditempatkan dekat dinding. Spreinya berwarna putih dengan dua bantal dan selimut berwarna senada. Di samping kiri ada lemari kayu dengan tiga pintu, di sampingnya juga ada meja rias.
Aneh, kenapa ada meja rias?
Doyoung berjalan cepat ke arah meja rias, dia ingin memastikan dirinya. Apa Doyoung -misalkan- terlempar ke sebuah situasi yang tidak diinginkan, terlempar ke tubuh orang lain?
Tapi wajah yang terpantul di cermin tetaplah miliknya. Rambutnya jatuh berwarna pirang, dengan tubuh kurus terbalut baju putih lengan pendek dan celana krem panjang. Dia memutar tubuhnya, tapi tidak ada apapun. Doyoung juga dari tadi berusaha menggali ingatannya, tapi dia tidak bisa mengingat apapun. Ingatannya benar-benar tidak bisa diandalkan.
Tapi dia masih keluar dan menuju ruangan lain secara naluriah, seperti ingatannya bukan berada di otak tapi tubuhnya. Dia tahu tempat dapur dan beberapa peralatan yang disimpan, sehingga dia memutuskan untuk memasak makanannya sendiri. Setelahnya dia memakan masakannya lalu mencuci piring dan peralatan masak.
Lalu apa lagi?
Doyoung adalah seorang penakut, dia tidak berani untuk menjelajahi rumah ini. Rumah ini jelas besar, tapi tidak berdebu. Aneh, padahal sepertinya hanya dirinya yang ada di rumah ini.
Kenapa dirinya berada di sini?
Sepertinya dia harus menjelajah, benar dia harus melakukannya. Doyoung kembali mengamati dapur tempatnya tadi memasak. Lagi, tidak ada yang istimewa. Seperti kebanyakan dapur, dengan kulkas silver dua pintu, microwave, dan kompor listrik. Rak peralatan dapur berisi peralatan dapur seperti panci, penggorengan dan spatula berjejer rapi. Tempat penyimpanan bumbu lengkap dengan isinya, minyak goreng juga masih banyak. Doyoung sempat mengecek tadi, ada alat untuk BBQ di samping tempat penyimpanan beras.
Piring dan gelas berwarna putih terletak di samping bak pencuci piring, lalu ada blender juga. Doyoung mengerut, dapur ini lengkap sekali. Terlalu lengkap malah. Doyoung tarik perkataannya mengenai dapur bergaya minimalis ini tidak ada istimewanya, karena baginya dapur yang lengkap begini adalah istimewa.
Ruangan ini agak temaram, mungkin karena lampunya hanya 8 watt. Atau jangan-jangan mau lampunya mau mati? Doyoung menyernyit. Kalau lampunya mau mati dia sendiri yang harus menggantinya, tapi di mana dia bisa menemukan gantinya? Kembali melirik ruangan itu dia kembali menyadari adanya sebauh vas bunga di meja makan, benar tadi dia memang sudah menyadarinya tapi mencoba tidak peduli. Kenapa, kalau ditanya? Karena Doyoung masih begitu sibuk menata pikirannya, lagipula dia sedang menikmati makanannya.
Bunganya masih segar, dan Doyoung -entah kenapa- merasa sayang bila ditaruh di meja makan begitu saja. Mungkin lebih baik Doyoung taruh di kamarnya? Iya, dengan begitu kamarnya sedikit lebih berwarna -walau bunga ini berwarna putih-.
Doyoung pun mengambil bunga itu dan berjalan kembali ke kamarnya, dia sengaja tidak mengamati lorong-lorong yang dilewatinya. Dia takut, berada di rumah besar ini tanpa kejelasan dan siapapun menakutinya. Doyoung mengeratkan pegangannya pada vas itu, lalu memasuki kamarnya dengan cepat. Jantungnya berdegub kencang, walau wajahnya dibuat setenang mungkin. Doyoung merasa seperti dikejar seseorang, padahal jelas hanya ada dirinya di rumah ini. Atau itulah yang dia percayai sekarang.
Sembari menaruh vas yang ada di tangannya, Doyoung menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan. Itu hanya ketakutannya, dia hanya merasa ada yang mengejarnya. Faktanya adalah telinganya dipenuhi suara detak jantung dan deru nafasnya saja, di saat seperti ini Doyoung tidak boleh kehilangan kelogisan pikirannya.
Doyoung kembali melihat bunga yang ada di vas itu, aneh bentuknya tidak mekar seperti kebanyakan bunga yang diingatnya. Justru bunga itu berbentuk seperti bel dan kecil, warnanya putih bersih dan setangkai berisi tujuh bunga dengan dua yang masih kuncup. Bunga apa ini?
Entah kenapa otak Doyoung langsung menemukan nama bunga ini, lily of the valley. Bunga yang dikatakan adalah air mata Hawa saat diusir dari Eden, tumbuh di musim semi. Bunga cantik yang beracun -dan dapat dijadikan obat- namun favorit untuk dijadikan buket pernikahan para royal Kerajaan Inggirs. Artinya kalau tidak salah, kesucian, kemurnian, dan keibuan. Bisa juga berarti keberuntungan dalam cinta. Heran, dia dapat mengingat info detail bunga kecil ini tapi mengingat apapun mengenai dirinya tidak mampu.
Kenapa bunga ini ada di sini?
Lalu pikirannya seperti mencoba untuk mengingatkannya, banyak sekali gambaran buram yang berlomba-lomba muncul. Kepala serasa panas, semakin lama berdenyut menyakitkan. Bunga ini seperti berusaha memberinya informasi tentang apa yang dulu pernah terjadi, tapi kepala Doyoung terlalu sakit untuk mengidentifikasi gambaran itu satu-persatu.
Dulu, ada yang pernah memberi bunga ini untuknya.
Doyoung hanya mampu menyimpulkan itu, sebelum kepala berdenyut semakin hebat dan memaksanya untuk pingsan.
.
.
.
TBCAlias, selamat menunggu lagi ヾ(^-^)ノ
KAMU SEDANG MEMBACA
AWAKE
FanfictionKetika batas antara realita dan mimpi begitu tipis, ketika logika dan angan bercampur sedemikian rupa, mana yang bisa Doyoung percayai? Menyerahkan dirinya sepenuh hati pada sentuhan orang itu , ataukah ada cara lain?