Prologue

928 104 62
                                    

"Udah tau kesalahan angkatanmu dimana?"

Evaluasi mingguan dimulai. Persis pukul tiga dini hari, pengumuman mendadak disebar di grup angkatan yang mengharuskan semua mahasiswa kumpul di pelataran kampus tanpa terkecuali. Kamal dengan enteng menyanggupi, bagaimanapun ini adalah evaluasi terakhir angkatannya sebagai penutup ospek yang sudah berjalan dua semester.

Kecuali Kamal tak mengira mereka akan disambut bantingan kursi dari lantai tigaㅡskenario murni dari lelaki berwajah dingin dengan ikat kepala motif andalannya, sang ketua himpunan, Choi Soobin.

Seolah pembuka dari neraka yang menanti mereka, aksi dramatis Soobin dilanjutkan longlongan garang para senior yang mulai menyebar dan meneriaki satu persatu korbannya di muka.

Kamal tak tahu ia punya salah apa pada senior pendek di hadapannya itu.

Disaat komisi disiplin lain hanya membentak satu kata persis di wajah, senior itu tampak tak ingin pergi dari sisi Kamal secepatnya. Padahal Kamal belum membuka mulut sama sekali untuk membalas segala umpatan senior itu. Selain karena menjaga sopan santun, rasanya takkan ada jawaban yang akan memuaskan pertanyaan retorisnya.

"Kalo saya ngomong, ngadep ke saya."

Padahal maksud mata Kamal tak meninggalkan lantai yaitu tidak membuat senior tersebut tersinggung akibat perbedaan tinggi mereka. Kalau Kamal sedari tadi menurut, tatapan matanya mentok berseberangan dengan ubun-ubun sang senior.

"Kamu paham ga sih maksud saya!?"

"Paham, Kak." Kamal mengembalikan pandangannya, menyesuaikan permintaan sang senior. Dan benar saja, wajah sang senior bahkan terlewat begitu saja. Menyisakan ujung rambutnya untuk Kamal tatap.

"Kamu tau ngga sekarang ini kita lagi masalahin apa?"

"Angkatan saya, Kak."

"Iyalah, angkatan kamu. Tapi angkatanmu bikin masalah apa sampe kita ga berenti marah-marah malem ini?"

"Ada geng-gengan, Kak."

"Terus?"

"Lapor ke dosen soal kating, Kak."

"Kalian keberatan soal apa sih, sampe harus lapor ke dosen segala?"

"Ada dresscode tiap hari, Kak."

"Kamu keberatan ngga?"

"Temen-temen cewek yang keberatan, Kak."

"Berarti kamu ngga keberatan nih?"

"Engga, Kak."

"Yaudah, push up satu set karena kalian engga sehati."

Terdengar tak masuk akal, tapi omong kosong itu sudah jadi konsumsi sehari-hari Kamal nyaris setahun kuliah. Tahu takkan ada jawaban yang tepat untuk omong kosong itu, Kamal segera saja bersiap tiarap di tanah.

"Udah berapa?"

Menit berlalu dan senior tengil ini tidak menghitung berapa jumlah push up Kamal, darah Kamal mulai dibuat mendidih diluar kemauannya.

"Kakak ngga ngitung?" Tanya balik Kamal. Nafas mulai habis, tangan gemetaran berkat seharian dirinya belum makan apapun.

"Kamu tuh udah mahasiswa loh, dek. Harus mandiri." Suara senior itu mendekat, tampaknya berjongkok menatap puas maba lempeng macam Kamal akhirnya mulai kesal.

Sekalipun yang ditatap Kamal saat ini adalah tanah, seringai wajah menyebalkan sang senior terpampang nyata dalam pikirnya. "Satu!"

"Dua!"

Bruk.

Suara tubuh tergelempar mendadak muncul.

Bukan karena salah satu kawan Kamal pingsan, melainkan tubuh senior tengil yang tergelepar mendadak dihadapan wajah Kamal. Kaget, yang didapat Kamal begitu wajahnya kembali menatap posisi awal senior tadi adalah sepasang kaki asing.

"Gausah berlebihan, Beom." Soobin, rupanya yang menendang Beomgyu yang berjongkok puas pada siksaannya ke Kamal. "Baru setaun jadi senior aja udah sok."

Kamal memutar mata, pertikaian antar senior ini jelas bukan masalahnya. Tak peduli, Kamal melanjutkan push up-nya. "Tiga!"

"Bangun, dek." Sekalipun berusaha tak peduli, Kamal segera bangun begitu suara berat sang kahim memerintahnya. "Sana ke ruang kesehatan."

"Saya ngga papa, Kak."

"Berani ngebantah ya?"

Kamal tunggang lari dari lokasi.








IM BAAACK HEHEHEE mumpung ada ide kan ya, kenapa ngga👀👀

Dating ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang