Prolog

1 4 15
                                    

"Aduh, pelan-pelan!" ringis sang ayah tapi tak dihiraukan oleh Ariana sang istri.

"Gapapa, kesakitan adalah hal yang biasa!"
Setelah mengucapkannya Sean sang suami pun langsung merengek sambil tertawa renyah. "Hahaha, aduh kasar sekali kamu!"

"Yah, yang kuat ya! Eh yang sabar juga!" ujar Alena memberi semangat kepada Ayahnya yang menahan rasa sakit ditelapak kaki akibat tertusuk paku karat namun darah yang keluar hanya sedikit makanya Arianna meramasnya supaya darah mati segera keluar.

Tangan Sean memegang pahanya yang tengah gemetaran. "Udah! Cukup, sebentar lagi ya. Sudah waktunya ibadah nih!" bujuk Sean diselingi tertawa merasa dianiaya.

"Diam! Tanganku jadi gak kuat ngeramasnya karena suara rengekanmu kayak anak kecil, inget umur ya!" omel sang istri membuat Alena menggulum senyumnya.

Sean mengatup bibirnya dengan mimik wajah kesakitan. Badannya terasa lemas, tangan lihai istrinya menekan kulitnya agar darah mati keluar meninggalkan darah segar dan tak terjadi infeksi nantinya. Mungkin sih darah mati tak ingin berpisah dengan kawannya? Makanya sulit sekali mengeluarkannya.

"Akh! Jadi istri jangan terlalu kejam, lembut dikit kek sama suami!"

Istri jahat, untung sayang!

"Iya, lebai banget sih jadi orang tua, malu tuh sama anak yang gih ngeliatin. Ish ish ish tak patut!" ejek Ariana.

Iseng, Alena menyentuh luka Ayahnya yang sibuk melap keringat di pelipis nya, lelah. Sekali lagi terdengar suara teriakan sang ayah. Like mother like daughter!

"Ayah! Injek lagi ya pakunya, kapan-kapan Alena rekam trus upload dimedia sosial dan tadah, Ayah jadi viral deh. Lumayan jadi terkenal, ya kan?!" ucap Alena sebelum pergi meninggalkan kamar orang tuanya.

Yang hanya bisa dilakukan Sean adalah mengusap dada, bersabar. Semoga ia tak buat kecerobohan lagi lalu tidak ditertawakan keluarganya seperti tadi.

Beruntung dapat suami sekaligus ayah yang baik, jika tidak mereka sudah ditendang sejak tadi. "Sean, sebentar lagi mo dibersihin ya lukanya."

Ayah kalem, ayah sabar.

*******

"Len, gimana keadaan ayahmu?" ucap Aland sekedar untuk basa-basi.

Alena yang membelakangi Aland tidak mendengar pertanyaan temannya dan malah sibuk mengemut coklat dimulutnya. Setelah beribadah bersama, para sahabat Alena memilih tuk menginap malam ini juga. "Soma, tuh pesananmu di depan kasihan orang berdiri terlalu lama,"

"Iya bentar, kamu ngedukung Ethan ya? Mo ngalahin aku supaya dia menang? Gak bakal ku biarin!"

Milly menawarkan diri untuk mengambil makanan yang dipesan Soma namun tak dihiraukan nya dan malah asik bermain game bersama teman cowok lainnya, sebelum Alhena mengibarkan bendera tanpa peperangan, ia langsung meleset menuju pintu utama.

Alena itu kadang emosian kadang bersikap lembut, tergantung sikon nya saja.

"Wah, aroma sedap apa ini?" tanya pria yang masih berusia tiga puluhan itu berdampingan dengan Ariana.

Pesanan Soma memang banyak eh lebih tepatnya sengaja dibanyakin supaya calon orang tua menantu bisa menikmati juga bukan hanya anak muda saja. "Iya om, sengaja dibanyakin. Sekalian aja ngerayain hari jadian aku sama Alhena," jawab Soma blak-blakan.

Dahi Alena mengerut heran. "Sejak kapan aku pacaran denganmu? Jangan ngimpi deh." sanggah Alena, untung saja ditangannya saat ini adalah paha ayam kalau benda lain sudah dipastikan melayang ke arah Soma.

"Ternyata anakku banyak fans ya!" pujian itu malah terdengar mengejek dikuping Alena, apa pula tuh?

Sementara mereka berdebat ria, Milly dan Aland mulai menyantap apa saja yang dimeja. "Guys! Kalian gak mau gabung? Ya sudah kita habisin ya awas nyesel!" peringatan Aland dicuekin lagi. Kuping mereka yang budeg atau suara nya yang kurang nyaring?

"Kurang berpengaruh panggilanmu," sambung Milly terkekeh lalu beranjak pergi ke sekumpulan orang itu untuk mengajak makan bersama.

"Ya ampun, makan duluan tapi nggak ngajak-ngajak nih orang. Tau diri bro!" geram Soma menyindir temannya yang berhenti memasukan cemilan kedalam mulut. "K-kau pi-pikir saya nggak teriak-teriak hanya untuk panggil kalian supaya makan sama-sama, hah! Kuping tuh kayaknya harus dibersihin agar gak budeg!" omel Aland menahan diri agar tak melemparinya piring cantik.

"Bodoh," sahut Ethan kemudian menyusul yang lain duduk di depan meja.

"Heh! Gak sopan ada orang tua ngomong gitu, Aland. Mana sopan santun mu! Ish tak patut!" balas Alena menceramahi pemuda itu.

"Udah, penuh makanan dimulut malah bicara, gak bagus."

**********

"Yess!" seru Alena kegirangan. Kini ia melempar secarik kertas yang terukir gambar pulau yang indah.

Setelah makan, sekarang mereka sedang bersantai dalam kamar Alena.

Sontak saja semua yang berada disana langsung menatap gadis itu yang menunjukkan layar handphone nya yang terpampang sebuah pulau ditengah laut. "Ini apa?" pertanyaan bodoh keluar dari mulut Soma yang dihadiahi bantal tepat di wajahnya itu.

"Gak liat? Ini pantai lah masa gunung!" sewot Milly.

"Jadi gini, guys," Alena menarik napas, bersiap menjelaskannya. "Kan, bentar lagi liburan. Nah, aku udah tentuin tempat kita refresing." Lagi, Alena memamerkan gambar pantai eh pulau lebih tepatnya yang ditengah laut itu.

"Tempatnya gak jauh amat di kota ini kok."

"Berapa lama disana?"

"Hm, sekitar seminggu deh," putus Alena sendiri.

"Sekalian aja tinggal disana," ceplos Aland.

Perdebatan ataupun diskusi terjadi untuk membahas masa liburan mereka agar menyenangkan. Ameno berdiri dan akan pergi keluar kamar itu. "Ethan! Mo kemana?"

Cowok itu menoleh sedikit. "Ngatur barang."

"Buat?"

"Katanya tadi mau liburan," Some mengangguk mengerti. Tapi rasanya ia ingin membenturkan kepala temannya itu supaya gak irit kata.

Karena besok lusa waktu berangkatnya, mereka pun bergegas menyiapkan apa yang perlu untuk dibawah.

Apa ini akan jadi liburan yang menyenangkan atau menyusahkan? Semoga saja Alena tidak salah memilih tempat.

Dreams of YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang