PART 8

12 1 0
                                    

Arida masuk kedalam kamar pribadinya yang ada di cafe tersebut. Jujur hatinya sangat sakit mendengar pernyataan Nurul. Dres warna biru navy yang dibelikan Jef untuknya serta kalung bandul sakura pilihan Nurul, walaupun berkahir diberikan pada Arida.

Pintu kamar terbuka, nampak David menatap sendu adiknya yang tengah menangis. Ia juga tahu bagaimana sikap Nurul yang sengaja bertemu dengan Jefrey dengan embel-embel ingin membantunya mencari hadiah terbaik untuk tunangannya.

"Dek," David duduk di tepian ranjang. Tangannya terulur mengelus surai hitam itu.

"Lukanya di obatin dulu yuk." bujuk David, supaya Arida menghadapnya. Posisi Arida yang tengah menelungkupkan wajahnya di kasur empuk itu.

"Abang keluar! Arida ingin sendiri.'' titah Arida. Benar, dia hanya ingin sedikit mengurangi sedikit rasa sesak dihatinya. Tanpa aba-aba David meraih tubuh mungil itu lalu mendudukkannya di pangkuan David.

"Dek, jangan nangis. Abang sedih lihat adek nangis." David menghapus air mata Arida. Arida reflek memeluk leher David menyembunyikan wajahnya di ceruk leher David. Terdengar isakan pelan dari suara Arida.

"Hiks, aku kecewa sama kak Jef, jadi ini alasan dia nggak bisa hadir nonton adek." David mengelus punggung adiknya memberi ketenangan.

"Sayang, abang yakin Jef nggak bermaksud begitu, Sayang. Abang kirim mata-mata untuk Jef hari ini, dan yang abang lihat jef benar-benar sibuk kerja." tutur David.

"Tapi kenapa dia bisa jalan berdua sama Nurul? Dan membelikan Nurul dres? Lalu kalung yang dia kasih untuk adek itu juga pilihan Nurul.'' ujar Arida.

"Abang nggak bisa jawab, Dek. Biar Jef yang jawab, sekarang adek bicara dulu ya sama Jef. Abang dan yang lain janji bakal kasih pelajaran sama Jef kalau adek dibuat nangis karena kesedihan bukan karena kebahagiaan," ujar David. Arida mengangguk lalu turun dari pangkuan David. David tersenyum tangannya terulur menghapus air mata Arida dengan lembut. Arida bersyukur, memiliki lima pria tampan yang siap melindungi dirinya.

"Nah gitu dong senyum. Kan nambah cantik," David mencium kedua mata Arida lalu beranjak pergi keluar menemuin Jefrey.

Pintu terbuka, tampak Jefrey yang tengah menundukan kepalanya. Ia mendengar semuanya, gadisnya menangis karena luka.

"Jef, gue percaya sama lo. Masuklah, obati pelipisnya yang luka dan juga hatinya. Jelaskan semuanya. Ingat! Gue bakal bikin dia jauh dari lo kalau semisal lo yang bikin dia luka." David menepuk pelan bahu Jefrey sebelum pergi. Setelah kepergian David, Jefrey menghela nafas sebelum masuk, ia sudah siap dengan resiko yang akan dia dapat nanti.

Jefrey masuk kedalam kamar gadisnya, tampak Arida yang tengah berbaring dengan memejamkan matanya yang terlihat sembab.

"Sayang," Ujar Jefrey dengan lembut. Arida membuka matanya dan melihat Jefrey duduk disebelahnya.

"Maafin aku ya." tangan Jef terulur mengusap rambut gadis itu. Arida tiba-tiba menarik kemeja Jefrey hingga sang empu ikut terbaring. Arida memeluk erat Jefrey menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Jefrey.

"Kakak jahat, tuh kan aku jadi cengeng hiks." Arida memukul pelan dada Jefrey. Jefrey hanya diam tangannya masih setia memukul pelan punggung Arida seperti bayi, membiarkan Arida melakukan sesukanya.

"Maafin aku ya. Udah buat kamu nangis, Sayang.'' ujar Jefrey lembut. Arida masih memukul bahu Jefrey. Hingga Jefrey tidak merasakan pukulan lagi, dengan pelan ia menyibak rambut gadisnya dan ternyata gadisnya tertidur dengan sesekali terdengar isakan kecil.

Cup

Jefrey mencium kening gadis itu dengan lembut.  "Maaf sudah membuatmu menangis, Dear. I'am promise this is last you have crying. Aku mencintaimu selamanya, because i like me better when i'am with you.''

MY NEW LIFE (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang