03.

23 3 1
                                    

ekhm..

Jidan melihat Bianca berjalan keluar mansion dengan menyeret koper dan tas sekolah yg bertengger manis dipundaknya. bingung, namun ia tak mempermasalahkan hal itu, nanti akan ia tanyakan kepada gadis itu apa yang sebenarnya terjadi

Jidan keluar dari mobilnya guna membantu Bianca menaruh koper nya dibagasi, setelah itu ia menjalankan mobilnya entah kemana

hening. keduanya sama sama bungkam, hanyut dalam pikiran masing masing. Tak dapat dipungkiri, lelaki yg tengah fokus menyetir itu juga penasaran dengan apa yang dialami oleh gadisnya eh.. sedangkan Bianca, ia ingin bercerita kepada lelaki yg berada disampingnya ini tentang kejadian yg baru saja dia alami, namun ia tak mau mengganggu fokus pemuda tersebut

"mau kemana Bi ?" tanya Jidan memecah keheningan diantaranya dan Bianca

"Bieer Caffe aja" jawabnya, setelah itu hening kembali, adhh dua kutub jadi satu mah susah

••••

Setelah beberapa menit menempuh perjalanan mereka sampai di Bieer Caffe. Mereka turun dan berjalan beriringan memasuki Caffe tersebut

Mereka memesan menu, tak lama pesanan mereka sampai, mereka makan dengan diam, tak ada yang mau membuka obrolan.. Jidan melihat Bianca yg sepertinya tidak nyaman dengan keheningan ini pun membuka suara

"ada apa?" tanya Jidan memulai obrolan

"diusir"

"kenapa bisa?" tanya Jidan mencoba menahan emosi nya

"bisalah, otak bokap aja udah dicuci bersih sama dua upik abu itu" ketus Bianca, lelaki itu terkekeh pelan sebentar sebelum memberi pertanyaan lagi kepada gadis didepannya ini

"terus sekarang kamu mau tinggal dimana ? dimansion sendirian berani ? atau mau tinggal diapart aku aja ?" tak khayal ia juga khawatir dengan Bianca

"aku tinggal diapart aku aja" jawab Bianca

"kamu masih ada pegangan uang ?"

"masih ko" Bianca tersenyum menjawab pertanyaan Jidan, sedetik kemudian Jidan mengeluarkan dompetnya dan mengambil salah satu kartu ATMnya, ia menyerahkan kepada Bianca

"ambil" suruh Jidan. Bianca bingung, sebenarnya ia masih punya uang dari hasil Caffe dan sekolah miliknya

"gausah, aku masih ada pegangan dari caffe sama sekolah" tolak Bianca seraya tersenyum

"ambil Bi, pake ini aja" Jidan menjeda ucapannya "simpen aja uang kamu, buat tabungan kedepannya"

"terus kamu ?" tanya balik Bianca

"gausah mikirin aku gimana, aman itu mah. nih ambil" kekeh Jidan diawal kalimat

"tapi aku gamau ngerepotin kamu terus" ucap Bianca lirih dengan kepala yg menunduk entah menatap tali sepatu atau apalah itu. Jidan menghembuskan nafasnya pelan lepas tu mengangkat dagu Bianca agar menatapnya

"hei dengerin aku, udah berapa kali aku bilang sama kamu kalo aku sama sekali ga merasa direpotin sama kamu, hm ?" ucap Jidan lembut, gadis didepannya ini hanya diam menatap dalam manik pria didepannya

Melihat tidak ada respon, lelaki itu kembali berseru "ambil bii" ucapnya dengan nada manjaa, Bianca menghela napas berat, jika sudah seperti ini mana mungkin ia menolak, kalau ia menolak pasti pria didepannya ini akan merajuk, huh dasar

Bianca Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang