CHAPTER I : Sebuah Tempat Bernama Rumah

35 5 15
                                    

Sang Surya sudah kembali ke singgasana menyebarkan sinar hangat ke sebagian penjuru bumi bahkan masuk ke dalam kamar melalui celah gorden yang sedikit tersibak memantul langsung ke wajah seorang pemuda yang tengah tertidur lelap, membuatnya melenguh lalu membalikkan badannya memunggungi sinar yang justru membuat sinar itu menyoroti kepalanya.

Kim Leedo, pemuda itu menggerutu lalu bangkit dengan kesal. Niat awal ingin bangun siang sirna akibat sinar matahari yang terasa seperti membakar kepalanya. Ia terduduk di pinggir ranjang mata sipitnya mengedar ke penjuru kamar yang hening lalu pandangannya berpindah ke arah jam yang menunjukkan pukul 10. Tak ada yang bisa ia lakukan, kedua orangtuanya sudah berangkat bekerja pagi buta. Entah, apa ibunya sempat masak atau tidak. Wanita itu sibuk mengejar kertas ketimbang mengejar waktu sarapan untuk keluarganya.

Leedo meraih ponselnya, dahinya mengernyit melihat beberapa notifikasi panggilan tidak terjawab dari temannya, kang Yoochan. Leedo hanya menghela nafas tak ada niatan membalas panggilan tersebut. Percayalah, apapun yang di bicarakan Yoochan tidak akan pernah penting. Jadi, ia lebih memilih mandi ketimbang membuang waktunya mendengar suara nyaring dari Yoochan.

Sementara di luar rumah Leedo. Yoochan tengah memencet bel dengan brutal, salah satu pemuda bernama Lee Jangjun yang berdiri bersandar pada tembok sejak tadi asyik menonton aksi Yoochan pun akhirnya ikut serta dalam aksi pemuda tersebut, tak tanggung-tanggung Jangjun menggedor pintu pagar yang terbuat dari kayu membuat pintu nyaris lepas dari engselnya.

"LEEDO! BUKA PINTUNYA BAJENG!" teriak Jangjun. Masih terus mendobrak dan teriakannya bersahutan dengan Yoochan. Mereka terlihat seperti rakyat yang menagih janji pemerintah.

"Dobrak aja Jun! Biar kepala lu di pites sama om Kim." Ucap seorang pemuda yang duduk bersandar pada tembok, Kim Heechan. Pemuda itu sudah tidak ada tenaga untuk ikut aksi kedua rekannya, sengaja dia tidak sarapan agar bisa makan di rumah Leedo.

Dan di sebelahnya; Jung Dojin juga sama seperti Heechan. Tidak ada daya upaya bahkan menggerakkan tangan saja tidak mampu pandangannya kosong menatap jalan. Ia memikirkan takdirnya yang seperti orang terlantar.

Dan sisanya, tim kalem, adem, dan santun; Kim Taedong, Choi Seungyeop, dan Hong Eunki hanya duduk-duduk santai sembari menatap jalan, apapun yang ada di lewat depan mereka tak bisa lepas dari pandangan sekaligus menikmati sinar matahari yang sudah menerjang kulit mereka.

Mereka berpikir; panas itu dari matahari, matahari itu ciptaan Tuhan jadi kita harus bersyukur pada Tuhan.

Apa mereka kesal? Tentu. Tapi mereka tidak mengekspresikan itu. Masih ada urat malu yang harus tersambung tidak seperti ke-empat temannya yang lain.

Mari kita kembali ke pemilik rumah yang nampaknya sudah selesai membersihkan diri. Kini, Leedo tengah asyik merebahkan dirinya sembari memainkan ponsel. Musik terputar dari speaker ponselnya, Leedo membanting pelan ponsel di sampingnya. Matanya terpejam menikmati alunan lagu yang baru saja di kirim dari tetangganya.

"LEEDO! LU TIDUR APA MATI SIH BAGONG!"

"WOI BUKA PINTUNYA JANCUK! PANGERAN KEPANASAN INI!"

Leedo sontak membuka matanya begitu mendengar teriakan saling menyahut. Ia langsung bangkit dan membuka jendela yang mengarah langsung ke pintu pagar yang membatasi area rumahnya dengan jalan utama. Terlihat pintu pagar yang terbuat dari kayu berguncang hebat, Leedo tak memiliki niatan untuk turun lagipula ketujuh temannya itu hanya pencitraan biasanya mereka akan masuk tanpa permisi dan tanpa perlu di persilahkan layaknya tamu biasa.

Dan lagipula pintunya tidak terkunci. Entah mereka lupa atau memang di sengaja. Pintu itu di buka dengan cara di geser.

Dan tak berselang lama pintu itu perlahan bergeser terbuka. Yang pertama kali nampak adalah kepala Yoochan yang menyembul di celah pintu clingak-clinguk layaknya maling, lalu diikuti temannya yang lain.

"Lah anjir kaga di kunci." Ucap Yoochan shok.

Eunki menatap Yoochan malas, "bisa-bisanya kita ikut terjerumus dalam kebodohan Yoochan."

"Terus fungsinya kita nunggu buat dibukain pintu itu apa ya?." Seungyeop bersuara halus dan senyum ramah terukir di wajahnya namun matanya menyorot ke arah Yoochan, ada siratan tak bisa di jelaskan.

Yoochan si pelaku hanya tersenyum jengkel menampilkan deretan giginya, jarinya terangkat membentuk V sign.

Memang ini ide Yoochan, dia bilang, "sesekali kita sopan, ingat kata guru semok kemaren" yang lain ikut-ikut saja, kapan lagi Yoochan berbuat baik dan sopan.

Plak!

Tak jadi di amuk Seungyeop, kepalanya pun menjadi korban pukulan Heechan. Pemuda bar-bar itu hanya merealisasikan keinginan teman-temannya dan Yoochan tak bisa membalas. Jika ia membalas, maka Heechan akan membalasnya lebih kejam lagi.

Leedo yang masih setia menonton hanya terkekeh melihat tingkah temannya, tanpa mereka sadari.

"Silahkan masuk, anggap saja sebagai edukasi sebelum memasuki neraka yang sesungguhnya." Ucap Dojin mempersilahkan masuk keenam pemuda itu layaknya tuan rumah.

Begitu masuk, Jangjun langsung berlari kecil menaiki tangga menuju kamar Leedo. Saat sampai di depan kamar, Jangjun membuka pintu sedikit kasar. Ia berdiri di ambang pintu sembari berkacak pinggang, menatap pemuda sipit yang tengah memainkan ponsel dengan sorot mata marah.

Jangjun menghentakkan kakinya menghampiri Leedo, pipinya menggembung lucu. "Leedo kamu jahat banget biarin aku kepanasan di luar!."

Leedo masih asik memainkan ponselnya seakan tak menyadari kehadiran Jangjun. Yang merasa terabaikan meraih ponsel dari tangan Leedo dengan paksa membuat si pemilik memicing tajam. Jangjun tak takut sedikitpun.

"Kamu udah ga sayang lagi ya sama aku?" Rengek Jangjun dengan nada di imut-imutkan.

Leedo hanya menatap datar. Entah kata apa lagi yang harus di lontarkan untuk seorang Lee Jangjun. Leedo sudah kehabisan akal jadi yang bisa ia lakukan hanyalah pergi dari hadapan Jangjun tanpa sepatah kata.

Jangjun mengerucut bibirnya lucu dan segera menyusul Leedo berusaha menyamakan langkah jenjangnya. "Ish, Leedo kamu jahat banget!"

"Kamu solimi banget Leedo!."

Bruk!

Jangjun menjatuhkan dirinya dalam posisi terduduk dilantai setelah menuruni anak tangga terakhir, sebelah tangannya meremat kaus putih bagian dada hingga kusut dan sorot matanya menatap sendu punggung Leedo yang menjauh. Ini di sengaja agar kesan dramanya lebih mendalam.

Ya suka-suka Jangjun saja.

"Jangjun! Sekali lagi lu begitu bener-bener gua bikin burung lu rata!." Ancam Taedong, sedikit berteriak dari arah dapur yang memang letaknya berdekatan dengan tangga. Ia sudah jengah dengan tingkah idiot Jangjun.

"Jangan dong! Nanti gua bikin anak begimana woi!." Seru Protes Heechan yang baru saja memasuki dapur sembari memegang aset miliknya.

"Kagak ada yang ngomong sama lu Heechan." sewot Taedong.

Duk!

Pundak Heechan di pukul menggunakan gelas marmer dan pelakunya anak manis siapa lagi kalau bukan Eunki.

Heechan menutup mulutnya yang terbuka, terkejut akibat kelakuan Pemuda yang di kenal jarang menggunakan tangannya untuk melakukan hal jahat. Dan ini untuk pertama kalinya ia di pukul oleh Eunki.

"Kamu kok mukul aku, Afifah! Aku salah apa?!." Ucap Heechan, dengan ekspresi ala-ala sinteron.

"Karena kamu pelakor di hubungan saya sama mas Bram!" Pekik Dojin yang entah muncul darimana ikut bergabung dalam drama itu sembari menunjuk Heechan dengan telunjuknya.

FROM HOME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang