2

4 0 0
                                    

Sweet Home (Versi Kaisoo)

Rating : T ( akan naik ke M kalau terus lanjut)

~~~~~

Angin malam semakin menggigit kulit lengan serta kulit leherku ketika berjalan pulang dari kedai itu. Suhu di desa ini benar-benar sangat dingin, lebih buruk daripada di kota. Mungkin karena pepohonannya yang banyak, bahkan bisa dikatakan desa ini berada atau lebih tepatnya ditemboki oleh rimba. Bukan hutan rimba belantara, tapi hanyak sekumpulan dari pohon pinus -atau mungkin cemara namanya- dalam jumlah banyak.

Kulangkahkan kakiku semakin cepat hingga deretan pohon berbentuk kerucut yang kini diselimuti kabut tipis mulai berjejer disisi jalanan berbatu yang tengah kulalui. Ketika jalanan berbatu yang kulalui itu berubah menjadi jalanan beraspal, aku mulai merasa tenang. Jalanan beraspal itu artinya aku sudah berada di pekarang rumahku.

.

Nafas lega keluar begitu saja dari mulutku ketika kasur empuk yang begitu hangat menyentuh punggungku. Gaun panjang berwarna coklat muda ini agak tipis, sepertinya cocok untuk kugunakan tidur malam ini. Aku sangat malas untuk melalukan apapun sekarang, bahkan untuk mengganti baju sekalipun. Aku begitu kenyang dan lelah. Juga sedikit khawatir … atau mungkin … takut?

Kata-kata wanita di kedai tadi tak bisa hilang dari pikiranku semenjak aku meninggalkan tempat itu. Membuatku terlihat begitu konyol, ketakutan saat berjalan pulang untuk sesuatu yang tidak jelas. Mana mungkin ada makhluk seperti manusia yang hidup dengan darah orang lain, berkulit pucat, terbakar jika terkena sinar matahari, takut akan salib, air suci dan bawang putih. Dan hanya bisa dibunuh jika jantungnya ditancap oleh kayu –setidaknya itu yang kuketahui tentang mereka sampai sekarang– eksis di dunia ini.

Jadi, apa sebaiknya aku memasang salib diseluruh penjuru rumah? Mandi dengan air suci? Dan menyiapkan senjata –paku dan palu– untuk berjaga-jaga? Apa itu tidak membuatku makin terlihat konyol? Oh God, yang benar saja?!

BRAAKK

Ketika tubuhku sedang dalam fase nyaman menuju tidur, suara gaduh tiba-tiba mengejutkanku. Terdengar seperti suara pintu depan yang ditendang dengan kasar dan menabrak dinding di belakangnya. 'perampok!' mungkinkah? Rumah ini jelas terlihat menggiurkan dari luar.

Itu pasti perampok! Tapi perampok bodoh dari planet mana yang menyantroni rumah dengan menendang pintu depan?

Sebuah pemukul bisbol yang entah kenapa ada berada di balik pintu kamar ini, segera kusambar begitu saja. Menuruni anak tangga dengan ekstra hati-hati adalah langkahku selanjutnya. Ruang makan dengan karpet merah terang terbentang memenuhi seluruh ruangan, yang berada dibawah meja panjang dengan enam jejeran kursi di sekelilingnya, terlihat tak tersentuh ketika aku sampai diujung tangga. Letak tempat lilin, serbet dan taplak mejanya tidak berubah sejak terakhir aku melihatnya. Ruangan di sebelah adalah ruang tamu, tempat yang kuyakini pintu tak berdosa itu didobrak.

Dengan pemukul bisbol yang ku siagakan keatas hingga sejajar dengan telingaku,, aku melangkah menempel di dinding layaknya penyusup, langkah kakiku terendam oleh karpet merah yang tebal diatas lantas. Setelah memastikan rambut panjang –wig– ku ini tidak menghalangi pandanganku, aku mencoba mengintip dari lubang tanpa pintu di dinding yang menjadi pemisah ruangan ini dan ruang tamu.

Lampu di ruang tamu menyala. Cahaya jingga dari lampu gantung besar ditengah ruangan membuat retina mataku berwarna kuning keemasan ketika aku mengintip. Jantungku seolah berhenti berdetak saat itu juga saat melihat sosok yang tengah berdiri didepan perapian yang dipagari.

Di balik meja tamu yang terbuat dari kayu oak yang berpelintur indah, seorang pria –setidaknya dari arah ini terlihat memakai jas– itu mematung membelakangiku. Siapa dia?! Apa dia berpikir kalau suara yang dapat membangunkan orang sekampung –jika jaraknya dekat– yang ia timbulkan tadi tidak akan cukup untuk membangunkan si pemilik rumah?

Sweet Home (KAISOO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang