01 : hai gadis berhoodie biru langit, katanya.

22 1 0
                                    

[]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[]

Haidar Arsa.

Arsa saja cukup sebenarnya. Lebih bagus dipanggil Arsa, iya kan?

Baiklah, Arsa.

Ia tinggi. Kakinya jenjang. Matanya bersinarkan kebahagiaan yang selalu dibagikannya. Ketika kalian lihat senyum canggungnya pasti kalian tertawa. Ketika kalian lihat dan dengar tawanya, kalian akan menangis bahagia. Hidung dan bibirnya mungil menggemaskan namun masih tampak maskulin. Rambutnya berwarna kecoklatan. Aku tidak tahu isi pikirannya, nanti-nanti saja aku buat sekaligus jelaskan. Ia sedikit jahil (sedikit atau banyak ya...) namun itulah yang membuat orang di sekitarnya senang. Kalian hanya akan lebih sering melihatnya tersenyum dan tertawa daripada sedih dan menangis. Suaranya merdu bahkan ketika ia bercerita tentang sesuatu itu pasti akan terasa nyaman. Apapun itu, ia bisa melakukannya.

Intinya Arsa itu indah.

Kapan-kapan aku ceritakan lagi. Akan kutamatkan buku ku yang satu ini.

Maira menaruh penanya lalu menutup buku bersampul warna biru itu lalu tersenyum.

"Kenapa ya nggak ada orang seperti Arsa di dunia ini, di sekitar gue, di sisi gue." Lalu melekukkan garis bibirnya ke bawah.

[]

"Pagi Pak Yatno!" Sapanya.

Pak Yatno yang sedang berberes, menyusun buku-buku yang berserakan hasil dipinjam oleh siswa-siswi yang tidak bertanggung jawab meletakkannya kembali pun tersenyum. "Pagi, Neng Geulis." balasnya.

Pak Yatno bukanlah guru, melainkan hanya penjaga perpustakaan. Karena seringnya Maira mengunjungi perpustakaan, gadis itu dan Pak Yatno menjadi akrab seperti teman bahkan seperti bapak dan anak. Dipermudah dengan usaha Pak Yatno yang ingin menjadi gaul. Katanya, "Bapak nggak mau lah kalah sama anak muda. Usia boleh nambah tua, tapi jiwa harus tetep muda dong. Harus kece en gawl. Bener nggak Neng?"

Maira menuju tempat kesukaannya yaitu pojok ruangan ketika Pak Yatno bertanya, "Gimana progres buku kemarin, Neng? Apa udah nulis buku baru yaa?"

Sambil menaruh tasnya di kursi Maira membalas, "Buku yang itu udah nggak Maira tulis lagi sejak beberapa bulan terakhir, hampir setahun kayaknya, stuck Pak. Lagi nggak ada ide. Boro-boro mau buat buku baru."

Ini masih pukul 06.15. Udaranya dingin, bahkan Maira masih memakai hoodienya yang berwarna biru langit. Omong-omong, Maira memang sering ke perpustakaan. Waktunya tidak menentu. Tapi pagi hari dan sepulang sekolah lebih sering dijadikannya waktu terbaik untuk mengunjungi perpustakaan. Karena di saat itu terasa sunyi. Pak Yatno pun tidak keberatan untuk membuka perpustakaan lebih pagi atau menutupnya lebih sore. Dengan itu, Maira merasa sangat berterimakasih kepadanya. Perpustakaan sekolah berada di lantai dua. Maka ketika Maira mengunjunginya jam pulang sekolah hingga sore, ia bisa menyaksikan indahnya cahaya surya yang dinamakan senja itu di balkon sekolah. Sebenarnya ada satu lagi tempat favorit Maira. Tapi nanti saja ya diberitahukannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 10, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Selagi AdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang