Wanita itu berjalan dengan langkah yang anggun.
"Lihatlah, cantik sekali calon putri mahkota. Tapi kenapa dia memakai pakaian berwarna putih?"
Bisik-bisik mulai terdengar ketika langkah Naruto memasuki area perjamuan. Hanfu putih dipadukan dengan hiasan berwarna keemasan tampak begitu anggun bagai gadis suci yang baru turun dari surga.
Wajah datarnya tak pernah luput dari perbincangan, hingga meninggalkan kesan bahwa dia adalah putri yang angkuh. Namun, Naruto tak pernah menanggapi isu tersebut. Tenaga yang terbuang sia-sia hanya untuk membungkam mulut kotor mereka, bukanlah gayanya.
Para keluarga bangsawan memberi hormat kepada Puteri mahkota, Namun Naruto menolaknya. "Tidak perlu memberi hormat, langsung saja." Ucapnya datar. Ia melanjutkan perjamuan teh, berbincang-bincang sederhana mengenai hubungan yang tak jauh dari politik guna membantu para suami dan juga sedikit bergosip untuk meningkatkan suasana hangat ini.
Naruto menyesap tehnya, hingga tiba-tiba seorang bangsawan wanita bertanya tentang suatu hal yang membuatnya terdiam sejenak.
"Sepertinya dalam waktu dekat Puteri mahkota akan sibuk." Wanita bangsawan itu menatap ke arah Naruto.
Sedikit bingung apa maksud dari wanita bangsawan itu, Naruto mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa?" Rasa penasaran tak bisa ia tekan, pasalnya sejauh ini tidak ada yang luput dari pengawasannya di Istana.
Para wanita bangsawan itu tertawa ringan, salah satunya menjawab. "Ayolah puteri, kami semua sudah tahu kalau putra mahkota akan mengambil selir baru."
Naruto mengangguk beberapa kali, "Nona-nona, sejauh ini pangeran Sasuke belum mengatakan apa-apa tentang pengangkatan selir yang baru."
"Jadi mungkin saja dia hanya bermain-main." Naruto tersenyum namun ada yang aneh dalam senyumnya, ia tak sedih tapi juga tak senang.
"Kalau pun Pangeran ingin meminta selir, aku sendiri lah yang akan menyiapkan semuanya. Termasuk malam pertama mereka nantinya." Lanjutnya, Setelah itu Naruto berdiri dan pergi meninggalkan perjamuan.
Para wanita bangsawan itu terdiam, "Senyumnya menakutkan sekali." salah satunya. Mereka semua mengangguk setuju.
Naruto tertawa bahkan sangat tertawa hingga gigi gerahamnya hampir terlihat. Ia memutar arah di ikuti satu pelayan yang juga tangan kanannya. "Mari kita sedikit bermain." Monolognya.
Siapa sangka area yang baginya terlarang, justru dengan suka rela ia menginjaknya. Istana barat, kediaman dimana Putera mahkota berada. Naruto berjalan ke arah ruang baca milik suaminya itu. Hingga berada di depan ruangan langkahnya terhenti, seorang kasim memberi tahunya bahwa Pangeran sedang berdiskusi dengan beberapa pejabat.
"Karena aku sedang senang, aku akan menunggunya." Ucapnya dengan ekspresi yang kembali datar. "Tolong sampaikan kepadanya, bahwa Puteri dari kerajaan Namikaze. Namikaze Naruto, Ingin bertemu dengannya." Naruto tersenyum miring.
Kasim tersebut menegang, "Puteri jangan seperti itu."
Naruto mengabaikannya, "Aku menunggumu, kasim Gin." Kalimatnya barusan membuat kasim tersebut tak bisa berkata apa-apa lagi, segera mungkin kasim Gin menyampaikan pesan Naruto kepada Pangeran.
Naruto tak pernah menerima statusnya sebagai Istri sah dari Putera mahkota dari kerajaan Uchiha. Pernikahan karena penipuan ini tak pernah bisa ia terima, mengingat hal tersebut tiba-tiba api kemarahan membakar hatinya.
Naruto memejamkan matanya, 'Tidak, aku harus tenang.' batinnya menenangkan diri sendiri.
Fuu, pelayan pribadi Naruto. Ia memegang jemari tangan Naruto yang terkepal erat, ia tahu betul bagaimana perasaan puannya itu. "Tenanglah, kau bisa." bisiknya di telinga Naruto.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperial Throne
FanfictionSuami istri haruslah menjadi satu kesatuan untuk membina rumah mereka, namun bagaimana jika niat istri tersebut malah sebaliknya? Namikaze uzumaki Naruto pernah jatuh cinta pada suaminya sekali, namun karena insiden yang sungguh di luar dugaannya...