Istana Uchiha tengah sibuk saat ini, malam bulan purnama akan segera datang pesta pun akan segera di mulai. Semua hidangan perjamuan sudah tertata di atas meja, berbagai bentuk lentera tergantung di setiap sisi terlihat begitu cantik dan menarik.
Puteri mahkota, Namikaze Naruto lah yang mempersiapkan ini semua. Sebagai calon Permaisuri di kerajaan Uchiha ia harus belajar bagaimana mengendalikan suasana di istana.
Dalam suatu ruangan yang megah dengan hiasan merah di setiap dindingnya, terlihat Naruto tengah berendam di air susu penuh kelopak bunga mawar. Fuu bersenandung lembut seraya menggosok lembut punggung mungil seputih porselen milik puannya itu.
"Pakaian apa yang ingin kau pakai? aku akan ambilkan selagi kau masih berendam, Naru." Tanya Fuu, ia selalu berbicara dengan bahasa yang tak formal ketika hanya berdua dengan Naruto, tumbuh bersama dari kecil membuat Naruto lebih nyaman jika Fuu berbicara akrab dengannya tanpa memandang status.
Naruto menoleh, senyum aneh kembali terukir di wajahnya. "Aku baru saja membeli pakaian beberapa hari yang lalu, berencana memakainya untuk festival ini." Ucapnya puas. Rasa bahagia terdengar dari suaranya, "Aku tak sabar menikmati perayaan ini, Fuu. Aku akan bermain dengan cantik nantinya." Lanjutnya seraya memainkan kelopak mawar yang ada di tangannya.
Fuu menghela nafas berat, "Cepat selesaikan mandimu, pangeran Sasuke akan menjemputmu sebagai calon permaisurinya."
Suasana menjadi sangat meriah ketika para penari menampikan tarian merak di bawah sinar rembulan. Hawa dingin berubah menjadi hangat, betapa menyenangkannya suasana istana malam ini.
Seorang kasim berteriak lantang seraya berdiri di sudut halaman masuk, "Yang mulia kaisar Uchiha tiba." Serentak semua berdiri dan beberapa menghentikan aksinya guna memberi hormat terhadap orang nomer satu di Konoha ini.
"Salam Yang mulia Kaisar dan permaisuri Uchiha." Hormat mereka serentak seraya ber-kowtow.
Pria berusia setengah abad itu tiba bersamaan dengan seorang wanita anggun di sisinya. Pakaian bersutra hitam dengan sulaman benang emas membentuk ukiran seekor naga sebagai ornamen, nampak membuat kesan yang luar biasa. Gagah dan berwibawa, sorot netra tajam dari kaisar Fugaku terlihat begitu memukau.
Tak lupa di sebelahnya yang pastinya akan menjadi perbincangan hangat di pagi harinya, permaisuri Kazumi terlihat begitu anggun dengan hanfu hitam bersulamkan teratai emas di lengan pakaiannya. Kecantikan permaisuri Kazumi memang tidak perlu di ragukan lagi, tidak ada yang bisa mengalahkannya kecuali mendiang permaisuri Mikoto.
Sayangnya, banyak sekali rumor yang kurang menyenangkan tentangnya.
Kaisar dan permaisuri berdiri di depan kursi singgahsana, menatap orang-orang yang tengah memberi hormat. "Berdirilah." ucapnya.
"Lanjutkan perayaannya." lanjutnya seraya menduduki singgahsana.
Perayaan yang sempat tertunda kini berlangsung kembali, canda tawa terdengar begitu mengasikkan, tak peduli itu keluarga kerajaan, para pejabat, keluarga kerajaan, bahkan para pelayan pun mereka tampak terlihat bahagia.
Perayaan lentera bulan ini sebelumnya diciptakan oleh mendiang permaisuri Mikoto. Dulu sekali, ketika mendiang permaisuri pertama kali datang ke Istana suasana di sini tampak begitu dingin tanpa adanya kehangatan. Seolah semua berjalan sendiri-sendiri.
Mendiang permaisuri awalnya hanya memberikan hadiah lentera bulan kepada kaisar Fugaku. Menghiasi paviliu teratai dengan berbagai macam lentera menggantung di tepi atapnya. Betapa bahagianya kaisar Fugaku saat itu mendapat hadiah dari permaisuri yang paling ia cintai, maka dari itu lah kaisar Fugaku menjadikan lentera bulan sebagai perayaan guna mengenang istrinya.
Keributan terdengar dari salah satu sudut istana timur, istana magnolia adalah tempat tinggal para selir dan calon permaisuri di mana kendali istana ini di pegang oleh puteri Naruto sebagai calon permaisuri.
"Jangan mempersulitku Fuu, buka pintunya!" ucap seorang pria dengan pakaian serba hitam, namun Fuu tetap menghalangi pintu dengan tubuhnya.
Fuu melebarkan tangan dan kakinya, tubugnya menempel rapat pada pintu bahkan dia telah berdiri di depan sana lebih dari 15 menit. "Aishh... sudah ku bilang tidak ya tidak, Kiba kembali lah kepada tuanmu."
Kiba merotasi bola matanya, kemudian ia maju mendekat. "Berilah aku muka, Fuu. Jika pangeran Sasuke tau..."
"Jika aku tahu, memangnya kenapa?" Suara bariton terdengar dari balik punggung Kiba. Fuu menoleh sedikit guna melihat sosok tinggi tegap dengan mata obsidan.
Wajah kiba memelas, dengan perlahan ia menoleh. Senyum aneh terpasang di wajahnya, "Sa-salam, pu-putera mahkota." Sasuke menghembuskan nafas lelahnya, selalu seperti ini ingin rasanya ia mendobrak pintu besar di depannya itu.
"Apakah dia sudah siap?" Tanya Sasuke kepada pelayan wanita di depannya, Fuu mengangguk sebagai jawaban. "Masuklah beritahu puanmu, aku menunggunya di sini." Namun Fuu cepat menggeleng membuat Sasuke menaikkan alisnya.
"Puteri mahkota mengatakan, puteri tidak bisa berangkat bersama putera mahkota. Pangeran bisa membawa selir utama untuk menghadir perayaan." Ucap Fuu seraya menunduk, ia tahu apa yang akan terjadi nantinya.
Kiba sudah bersiap untuk situasi yang akan terjadi nantinya, ia bertatapan dengan netra hazel milik Fuu. Keduanya mengangguk sebagai sinyal. "Pangeran tidak bisa menerobos masuk." Larang Fuu.
Sasuke membulatkan matanya, "Lancang!"
Jujur saja Fuu dan Kiba sudah bergetar ketakutan, di bentak dengan suara yang menakutkan ingin rasanya mereka berdua segera berlari. Namun, bagi bangsa Uzumaki pantang bagi Fuu untuk meninggalkan tanggung jawab.
"Maaf pangeran, hamba hanya mematuhi perintah puan hamba. Saya pelayan pribadi puteri dari bangsa Uzumaki, selain itu saya juga sahabat dari puteri Uzumaki."
"Saya hanya mematuhi perintah satu orang saja pangeran, yaitu puteri Uzumaki." Fuu mencengkram belati yang ada di pinggangnya. 'Nyawa puteri Naruto adalah yang utama.' Batinnya.
Rahang Sasuke mengeras, "Punya kepala berapa, seorang pelayan rendahan sepertimu?!" Murkanya.
Pintu ruangan terbuka bersamaan teriakan murka pangeran Sasuke, Naruto berjalan dengan langkah anggunnya. Entah kenapa setelah melihat Naruto, sedikit demi sedikit emosi yang membakar hatinya perlahan menurun.
Wajah dingin Naruto tak pernah lepas, bibir yang selalu membentuk garis lurus ketika di hadapan pangeran Sasuke tak pernah naik sedikit pun. "Aku akan pergi bersamanya, Fuu. Kau bisa ikut bersamaku jika kau mau, jika tidak kau bisa istirahat dan kembali ke ruanganmu."
Sasuke membalikkan badan tanpa berkata apa-apa lagi, ia berjalan di ikuti Naruto di belakangnya.
"Sejujurnya aku menginginkan puteri Naruto yang dulu, sosok manis dan ceria. Aku masih ingat ketika bermain bersamanya di gurun timur, hahhh bagaimana saat-saat yang menyenangkan bisa berlalu begitu cepat." Kiba berjalan meninggalkan Fuu.
Fuu menghela nafas lelahnya, ia menatap punggung 3 orang yang ada di depannya. "Naruto sama sekali tak berubah, Kiba. Hanya saja jalannya tak begitu mulus, perjalanan yang terlalu jauh ini membuatnya lelah hingga kehilangan arah."
"Dia tak bisa menerima kenyataan, itu lah masalahnya."
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperial Throne
Hayran KurguSuami istri haruslah menjadi satu kesatuan untuk membina rumah mereka, namun bagaimana jika niat istri tersebut malah sebaliknya? Namikaze uzumaki Naruto pernah jatuh cinta pada suaminya sekali, namun karena insiden yang sungguh di luar dugaannya...