Satu

1.6K 403 143
                                    

"Kami dari ekskul musik menolak Pak."

"Ekskul drama juga menolak tegas Pak."

"Bapak gak bisa gini dong. Kalau emang harus ada satu yang mundur ya drama lah."

"Enak aja, kenapa harus drama. Ekskul musik lo noh yang dibubarin."

"Ekskul drama aja. Hidup ini udah terlalu banyak drama, jadi gak perlu dijadiin ekskul."

"Dih cakep lo ngomong gitu, sembarang aja. Gue raup juga nih congor lo!"

"Lo pikir gue gak bisa? Gue sentil pakai pulpen, mati lo."

"Gak usah sok he..."

"Ali... Prilly.. berhenti!!!" Keduanya langsung bungkam seketika saat pak Komat menaikkan suaranya untuk melerai pertengkaran yang pasti tidak ada ujungnya jika dibiarkan. Keduanya kompak langsung saling membuang muka.

"Bapakkan manggil kalian buat berdiskusi, bukannya berantem kayak gini. Bisa-bisa darah tinggi bapak kambuh kalau gini."

"Pak, percaya deh sama saya, ekskul drama itu nantinya bakal berkembang banget. Bapak cuma perlu sabar."

"Apaan sih suruh-suruh pak Komat percaya. Lo mau buat pak Komat murtad ya? Percaya itu hanya kepada Allah pak, ingat 2 kalimat syahadat Pak," kata Ali memotong yang langsung mendapat pelototan tajam oleh Prilly. Lelaki itu selalu saja menggagalkan usahanya.

"Udahlah Pak, yang akan berprestasi nantinya dan harus dipertahankan itu ya cuma ekskul musik."

"Sudah.. sudah... begini saja. Sejak lama bapak membiarkan kedua ekskul ini tetap ada, tapi gak pernah ada kemajuan. Kalian selalu kalah dalam perlombaan apapun. Sekarang dana sekolah sedang minim-minimnya. Jadi pengurangan ekskul yang cukup lumayan menyerap dana harus dikurangkan. Jadi bapak kasih kalian waktu, silahkan membuktikan ekskul mana yang layak untuk dipertahankan. Silahkan ikuti perlombaan dan jadi pemenangnya," kata pak Komat final.

"Oke Pak. Siap-siap aja sekolah harus beli lemari baru buat piala ekskul drama. Permisi Pak."

"Dih ngimpi kali lo," ledek Ali sedikit berteriak agar Prilly yang sudah keluar dari ruangan bisa mendengarnya.

"Saya permisi juga Pak kalau gitu," kata Ali kemudian ikut berlalu pergi.

"Udahlah nyerah aja sama kami," ucap Ali saat berhasil mengejar Prilly kemudian merangkul gadis itu santai. Prilly langsung menepis tangan Ali kasar sembari menatap lelaki itu tajam.

"Gak akan!" Ali tersenyum melihat kepergian gadis itu yang terlihat sangat kesal padanya. Bukan pemandangan yang asing, bahkan hampir setiap hari Ali melihatnya.

Tidak ingin ambil pusing, Ali langsung berlalu ke kelasnya. Ia harus menyampaikan kabar buruk dari pak Komat Kamit ini kepada teman-teman satu band-nya di ekskul musik. Pasti mereka akan sama kecewanya dengan dirinya.

***

"Pegang tangan gue buruan! Pegang tangan gue, gue gak sanggup, kayaknya gue mau pingsan!" Seisi ruangan hanya menatap Lula datar kemudian kembali pada topik perbincangan mereka. Jika direspons, drama Lula akan semakin menjadi-jadi.

"Jadi gimana dong Prill? Gue bakal suntuk banget di sekolah kalau gak ada eskskul ini," keluh Rafi yang diikuti anggukan anggota ekskul drama yang lain.

"Kalian tenang aja, kita pasti bisa pertahanin. Yang penting kita harus latihan lebih keras lagi. Gue bakal cari banyak perlombaan yang bisa kita ikutin. Ini tahun terakhir kita ada di sekolah ini, gue gak mau ekskul yang udah kita pertahanin sejak lama ini nantinya hilang gitu aja buat adek-adek kelas kita nantinya."

Enemy ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang