Marriageis generally understood as the union and commitment between two people in an interpersonal relationship that is recognized by an official institution, such as the state and church, and is of a sexual nature.
© nutellataec, 2021
.
.
."Jen.." Jena yang merasa namanya dipanggil hanya berdeham sembari mengurut kakinya yang pegal dipaksa berdiri 3 sesi pelajaran gara-gara ketahuan nyebat sama wali kelasnya.
Mamanya Jena—yang barusan memanggil, geleng-geleng setelah pulang bersama Jena dari sekolah. Orang tua Jena berakhir dipanggil BK sekolahnya, tapi hanya mamanya yang datang, ayah Jena jangan sampai tahu masalah ini.
Mamanya sih asik-asik aja, lagian dulu ketika masih smp juga doi asik nyebat lintingan sama geng-gengnya. Guru bimbingan Jena juga gampangan, disogok pakai kartu VIP khusus kunjungan ke salon langganan mama Jena aja, yang awalnya mencak-mencak jadi haha-hihi ke Jena.
"Udah Jena gakpapa, masa muda dihabiskan untuk mencari sebuah pelajaran, jangan diulangi ya nak,"
"Pelajaran ndasmu," batin Jena jengkel karena sebelumnya ia dimaki habis-habisan oleh guru perempuan yang lumayan sudah berumur ini. Mereka berdua ada dendam pribadi sepertinya, soalnya Jena murid langganan telat waktu kelas 10 dulu.
Mamanya juga mencibir guru tersebut di dalam hati, "Jadi guru kok gak tegas." Padahal doi sendiri yang nyogok, biar nama Jena gak masuk daftar buku hitam lagi.
Memang sebelas dua belas nakalnya, sama kayak Jena.
"Buah tak jatuh dari bawah, namun dari atas,"
Eh salah ya? Yaudah si, mama Jena enggak lulus mapel bahasa Indonesia, doi kan jagonya goyang di ranjang sama papanya Jena, skip.
"Kalo nyebat mama diajak juga dong," Jena mengaduh kesakitan ketika mamanya menapuk belakang kepalanya dengan keras. "Bukan ajaran mama ya, kalo sampe ketahuan, gak elite banget sih nyebat di wc," Jena melongo, ketika mamanya mendecih meremehkan dirinya.
"Bisa diem gak ma, pegel ni hati, pikiran dan raga gua." Jena menepuk-nepuk dadanya mellow. Mamanya hanya membalas dengan kernyitan di dahi. Kalau bukan anaknya sudah ia jadikan bahan saweran di nikahan tetangga, lumayan goceng, soalnya body Jena mantap juga buat seukuran umurnya.
"Cih drama, ayah tau masalah ini ketar-ketir hidup lo," Jena berhenti memasang raut sedih, yang ada sekarang hatinya beneran ketar-ketir mendengar pernyataan mamanya. Kalau urusan sama ayahnya, Jena tobat deh. Beneran.
"LAH KOK AYAH TAU?!" Teriak Jena histeris seperti hendak diambil keperawanannya.
"Mana saya tahu ya?"
"MA.. AKU BENERAN NIH!"
"Hai beneran, aku mama Jena yang paling cantik manjalitahh.." Mamanya malah dadah-dadah kecil tepat di depan wajah Jena yang melongo gemas.
"—paling, gara-gara baca whatsapp dari bu Neta?" Gumam Mamanya menduga-duga. Jena yang tidak sabaran, merangkak dari kasur memeluk perut mamanya. Ia benar-benar tidak ada harapan kalau berurusan dengan ayahnya.
Terakhir kali ia berbuat nakal, ayahnya menyuruh dirinya ikut jaga 2 hari sama satpam kompleknya, hari terakhir disuruh berdiam diri di kuburan komplek diujung jalan Perkutut.Hampir saja kesurupan, untung aja abangnya—Raven lewat habis beli martabak asin depan gerbang komplek. Tadinya dikira Raven, Jena itu hantu, makanya ia mempercepat laju motor besarnya. Tapi melihat hantu yang mengejarnya menggunakan kolor yang dia sendiri familiar dari kaca spion, ia pun memberhentikan motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah;JJH
Fanfiction[M] 15+ "Jen, kamu kenapa pake celana saya?" "Loh gue kira celana gue, mirip soalnya," Jena mengendikan bahu acuh. "Lagian emang pinjem kagak boleh?" Jeffrey menyisir rambutnya, "Mm.. Tapi itu bekas celana kotor saya jen," (Dedicated to jaennie shi...