Yixing tersenyum, lalu duduk di samping ku. Mata hazelnya tak henti menatap ku penuh arti -setidaknya itu yang aku rasakan- membuat pompaan jantung ku sempat terhenti dan kini berdebar sedikit lebih cepat. Tidak, ini bukanlah debaran cinta seperti dalam kisah kisah picisan atau novel klasik. Ini hanyalah perasaan hangat yang telah lama hilang dari hati ku, aku merasa seperti mempunyai seorang kakak dalam sekejap. Aku merasa seperti dia adalah sosok kakak yang bersedia melindungi ku dan selalu menjagaku. Padahal, kami baru bertemu beberapa jam yang lalu. Menggelikan.
Yixing menyarankan ku untuk menginap di penthouse miliknya, dengan semburat kecil di pipinya ia membawa ku menuju sebuah kamar di samping kamarnya. Ia lalu menyiapkan makan malam untuk kami dan tepat pukul delapan ia mengantarkan susu coklat hangat ke kamar ku. Aku tahu ia adalah pria yang sangat baik, bahkan dapat dibilang ia adalah pria terbaik sedunia yang aku kenal. Tetapi, apakah kebaikannya ini di dalam batas wajar atau memang 'terlalu wajar' sehingga membuatku berpikir bahwa bisa saja ia adalah orang jahat yang menyamar menjadi orang baik. Seperti kata pepatah, mungkin saja ia adalah seekor serigala berbulu domba.
Pikiran bodohku tentang Yixing berakhir saat matahari terbit, ia mengantarkan ku ke flat milik Mei Li. Sebelumnya, ia juga mengajak ku untuk sarapan dan mengembalikan handphone milik Mei Li yang sudah bisa digunakan kembali. Ia tampak hebat, roti gandum dan susu coklat buatannya pun sangat enak. Pagi ini ia tampak seperti seseorang yang sempurna di mata ku. Membuatku selalu menatapnya penuh kagum yang disertai pertanyaan "Ada apa?" darinya dan juga semburat merah di pipinya.
"Kau memikirkannya kan?"
"Uh, siapa?"
"Pria yang mengantar mu tadi pagi"
"Ah, Yixing. Tidak, eung.. maksudku aku tidak yakin aku memikirkannya"
"Bagaimana dengan Yifan?"
"Bagaimana dengan Yifan?" kata-kata Mei Li terus terngiang di kepala ku, sejak kejadian kemarin otak ku selalu berdelusi ia berada di sekitarku. Mata ku yang sinkron dengan otak bodoh ku selalu melihat dia di sebrang jalan flat milik Mei Li dengan tatapan sendu miliknya. Bahkan sekarang, saat aku membuka pintu pun mataku berdelusi bahwa ia ada di hadapan ku. Menatap ku dengan -lagi lagi- tatapan sendunya dan buliran bening mulai berdesakan memenuhi mata ku.
"Kau..tidak apa apa? Maafkan aku Xierda"
"Yifan.."
Aku mengulurkan tangan ku untuk memegang wajahnya, bayangan di hadapan ku tampak sangat nyata bahkan ia dapat berbicara. Ini nyata. Bayangan itu sangatlah nyata. Bahkan rasa sesak dan sakit dalam hati ku pun bertambah saat jemari ku mulai menyentuh kulit dingin dan pucatnya, matanya pun terpejam dengan ia yang menggumamkan nama ku. Aku menangis, buliran bening itu mengalir sangat deras dari kedua mata ku. Dan bayangan di hadapan ku dengan cepat merengkuh ku ke dalam pelukannya. Membuat dingin suhu tubuhnya bertabrakan dengan suhu tubuh ku yang normal.
"Apakah ini benar benar kau, Yifan?"
"Ya, ini aku. Maafkan aku Xierda, ku mohon"
Aku dan Yifan berjalan jalan di sekitar taman kota, ia menggenggam tangan ku tanpa melepasnya sedikit pun. Kami berjalan melewati bangku tempat aku melihatnya dengan gadis itu kemarin. Aku terdiam dan melepaskan genggaman tangan Yifan dari tangan ku membuat ia ikut menghentikan langkahnya dan menatapku dalam diam.
"Ada apa?"
"Kemarin aku melihat mu dengan seorang gadis disini, siapa dia?"
"Ah, itu... dia teman ku"
"Teman? Kau bahkan berkata kau mencintainya dan mencium keningnya"
Yifan terdiam, tatapan lembutnya berubah menjadi tajam. Aku menundukan kepalaku. Menghindari tatapannya. Aku tahu, seharusnya aku bersyukur ia ada dihadapan ku sekarang. Tidak seharusnya aku menanyakan hal itu saat ini, tetapi rasa sesak dan sakit di hati ku menuntut ku untuk mendapat kepastian darinya. Aku hanya ingin tahu kebenarannya agar aku tidak terlalu berharap padanya saat perasaannya bahkan sudah tidak ada lagi untuk ku.