Dingin. Aku merasakan bahwa suasana dalam hatiku tidak sehangat dulu. Aku selalu merasa bahwa aku akan kehilangannya. Aku merasa bahwa Yifan akan pergi sangat jauh. Entah kemana. Dan dihadapan ku, punggung tegapnya berdiri kokoh. Menggodaku untuk melingkarkan tangan ku di sekitar perutnya. Yang di respon oleh debaran debaran kecil dalam hatiku. Aku.. merindukan debaran ini, aku merindukan pelukan ini, dan aku merindukan Yifanku.
"Xierda.."
"Y-ya?"
Yifan membalikkan tubuhnya, ia menatapku. Tetapi matanya kosong. Bibirnya menyunggingkan senyum, tetapi.. senyum itu bukanlah senyuman hangat miliknya. Semuanya tampak berbeda dari Yifan, ia Yifan. Tetapi ia bukan Yifan ku. Ia masih Yifan, tetapi saat kedua tangannya merengkuh ku.. rengkuhannya terasa sangat berbeda. Yifan tidak pernah sedingin ini. Bahkan wajahnya tampak tidak memiliki ekspresi. Ia tampak berbeda. Ia dihadapanku, tetapi aku masih tetap merindukannya.Telapak tangan dinginnya menyentuh pipiku. Menangkupnya. Mempertemukan tatapan kosongnya dengan tatapan rindu milikku. Bibir Yifan bergetar. Bahkan kini wajahnya menampilkan ekspresi yang tak pernah ku lihat, Yifan tidak pernah tampak seperti ini. Ia ketakutan. Bibirnya yang bergetar mendarat di keningku, sebuah kecupan lembut yang aku sendiri tidak tahu maknanya apa. Lagi, ia merengkuhku. Dan bibirnya membisikkan 'selamat tinggal' sebelum kepalanya dengan tiba tiba terputus, dan menggelinding ke sampingku.
"YIFAN!"
Aku terdiam, jantungku terus berdetak sangat kencang dan tidak karuan. Keringat dingin, dan air mata terus mengalir seakan mencerminkan bahwa dalam lubuk hatiku aku ketakutan. Bagaimana kepala pria yang aku cintai -Yifan- jatuh dan menggelinding ke arahku, bagaimana tatapan kosongnya saat menatapku, dan bibirnya yang bergetar saat mendarat di keningku. Bahkan pelukan dinginnya masih terasa sangat nyata. Mimpi itu, bahkan terasa sangat nyata. Sentuhan sentuhan Yifan, tatapannya, bahkan sorot matanya semua terasa nyata.
Aku melangkahkan kakiku turun dari kasur karena suara gaduh di dapur, tidak biasanya sepagi ini dapur di flat Mei Li begitu ricuh. Aku dan Mei Li biasa menyantap sarapan instan seperti ramen atau semangkuk sereal. Tetapi kali ini berbeda, aroma daging yang dipanggang menguar menggelitik indra penciumanku. Dengan wajah gusar karena mimpiku, aku melangkahkan kakiku menuju dapur.
Hal yang pertama aku lihat adalah postur pria dengan rambut coklat berantakan yang memakai celemek pink milik Mei Li, ia dengan cekatan memberikan bumbu dalam masakannya. Aku memperhatikan sosok pria itu. Sosoknya membawa seluruh kenangan ku dengan Yifan saat kami masih tinggal di St.Louis. Ia membawaku untuk mengingat semua tentang Yifanku. Aku merindukan semua kenangan itu dan juga merindukan Yifanku. Saat tinggal di St.Louis aku dan Yifan tinggal satu atap. Terkadang Yifan memberikanku kejutan kecil untukku, seperti ini. Membuatkan sarapan special dengan menu yang ia buat. Ia biasanya tersenyum dan mengajakku berjalan jalan mengelilingi St.Louis setelahnya. Namun.. ingatan itu mengingatkanku akan mimpiku semalam. Lagi, aku takut akan kehilangannya. Aku takut mimpiku semalam akan menjadi nyata. Aku takut bahwa suatu saat Yifan akan pergi.
Aku menyantap sarapanku dalam diam, moodku untuk sarapan hilang aku masih memikirkan tentang Yifan. Kali ini, sudah kedua kalinya Yixing membuatkan sarapan pagu untukku. Membuatku ingin menangis karena apa yang ia lakukan pagi ini persis dengan apa yang Yifan selalu lakukan untukku. Aku memikirkan, dan aku merindukan Yifan saat aku memakan sarapannya. Aku merasa.. pria dihadapanku ini Yifan bukan Yixing, tetapi saat aku membuka mata ku yang aku lihat hanyalah tatapan ingin tahu Yixing dengan tangan memegang sandwich yang akan ia suapkan untukku.
Keheningan menyelimuti ku sampai acara sarapan pagiku dengan Yixing selesai, bahkan sampai sekarang tidak ada yang memecah keheningan diantara kami. Yixing sudah berganti pakaian dengan setelan jas yang entah didapat dari mana dengan tangan yang menenteng sebuah tas dan beberapa berkas -yang mungkin- penting. Ia lalu berjalan ke arah ku dan menarik kedua ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman.