"Dia bukan ibumu, kenapa kamu memanggilnya mommy." Abel berkata ketus pada adiknya yang sedang menggambar di karpet ruang tengah , tepat di depan tv besar yang menyala.
Jari-jari Alex yang tadi sibuk mewarnai gambar dengan crayon kini terhenti, matanya menatap kakaknya, ada kesedihan disana berbeda dengan mata kakaknya yang penuh kemarahan.
Tadinya Alex di ruangan itu bersama Noora tapi karena ponsel Noora berdering jadi wanita itu pergi untuk menerima telepon dan Alex yang merasa ditinggalkan terlalu lama mencoba memanggil wanita itu sampai kemudian kakaknya pulang dan mendengarnya memanggil 'mommy' untuk memanggil Noora.
"Kalau kamu terus memanggilnya mommy maka kamu bukan adikku." Abel melipat tangan di depan dadanya saat memberi adiknya peringatan.
Alex duduk menatap kakaknya dengan mata berkaca-kaca. Anak itu menunduk, air matanya jatuh tapi tidak ada suara tangisan yang terdengar.
"Abel, kamu sudah pulang." Noora kembali keruang tengah dan tersenyum pada Abel walaupun dia tahu anak itu tidak akan menyapanya kembali.
"Jangan sok baik! Aku bukan Alex yang bisa dirayu dengan semua kepalsuanmu."
"Ok," Noora mengangguk-anggukan kepalanya dengan terkekeh. "Lakukan apapun yang kamu mau, princess. Jangan lupa makan sebelum kamu ke kamarmu."
Abel berlalu pergi.
"Kenapa berhenti mewarnai? Apa Alex bosan?" Noora menghampiri Alex yang duduk dengan tertunduk.
Noora merasakan ada yang tidak beres dengan anak kecil itu. Dan saat Noora mengangkat wajah Alex barulah dia tahu jika anak itu menangis.
"Apa kakakmu mengatakan sesuatu?" Noora menghapus air mata Alex, dia tahu pasti Abel mengatakan sesuatu yang membuat anak itu sedih sebab beberapa menit yang lalu Alex masih baik-baik saja.
"Kak Abel nggak mau jadi kakaknya Alex kalau Alex manggil Mommy, ke Mommy." Alex bicara dengan sesenggukan.
"Oh...begitu." Noora mengangkat Alex, menggendongnya dan dia duduk di sofa yang tidak jauh dari tempat mereka sehingga kini Alex duduk di atas pangkuan Noora menghapnya. Noora mengecup kening anak itu, menghapus air mata anak itu dan mencium kedua pipinya.
"Jangan nangis, ok." Noora mencubit pelan hidung Alex. "Kalau kak Abel tidak mau dengar Alex memanggil mommy untuk mommy maka Alex bisa memanggil Noora. Sama seperti Daddy memanggil Mommy."
"Tapi---tapi Alex ingin seperti teman-teman Alex yang bisa manggil mama mereka dengan manggil mommy. Kan---kan kata Papa, mommy juga mama Alex. Alex kan pengen seperti yang lain."
"Ok. Kita buat misi rahasia." Noora mencoba bicara dengan pura-pura berbisik.
"Misi rahasia?" Mata Alex yang tadinya sedih kini berkilat penuh kesenangan.
"Iya" Noora tersenyum pada anak kecil itu. "Alex memanggil mommy di rumah dengan panggilan Noora, dan Alex bisa memanggil mommy jika kita ada di luar rumah atau di tempat belajar Alex, bagaimana?"
"Apa boleh begitu?" Mata Alex membilas, wajahnya penuh semangat.
"Tentu saja." Noora menciumi wajah Alex kemudian hingga anak itu tertawa tanpa henti.
"Apa Papa tidak akan marah?" Alex bertanya dengan wajah berbinar saat Noora berhenti mencium wajahnya.
"Tidak akan." Noora memeluk putra kecilnya.
"Aku suka Mommy. Suka sekali!" Alex mendongak untuk menatap Noora dengan senyum lebar di wajahnya.
"Mommy juga suka Alex."
Keduanya tertawa.
Dengan merasakan pelukan putra kecilnya, hari yang berat tidaklah terasa berat lagi menurut Noora.
KAMU SEDANG MEMBACA
IBU TIRI
RandomNoora tidak terlalu peduli pada cinta. Dia menikah juga bukan karena cinta. Saat kemudian dia menikah dengan--William-- duda yang sudah punya anak tigapun, dia siap. Dia siap pada semua resiko saat anak-anak suaminya tidak menyukainya. Bagaimana jik...