siapa yg nunggu???
iya iya tau, udah lama banget sejak up terakhir huhu😭 maaf ya luvs. aku akhir2 ini kayak lagi ga mood nulis haha. nah berhubung, aku udh nyelesaiin bab 39 ini di tengah engga moodku. jangan lupa untuk vote dan komen sebanyak2nya. siapa tahu aku jd semangat lg.
enjoy. happy reading!
"Pakai."
Aku mengambil kantong belanja yang diangsurkan Para. Aku engga berani menatap ke arahnya. Hanya menunduk yang bisa kulakukan. Malu. Berkali-kali mengumpati diri sendiri, karena mengingat beberapa menit yang lalu, aku menangis seperti orang cengeng. Di tempat umum lagi. Shit.
Kakinya yang panjang itu lantas bergerak, menjauh. Membuatku lantas mendongak, dan menghela napas. Aku berbalik menuju kamar mandi. Masuk dan menguncinya. Berganti pakaian dengan cepat. Melepaskan dressku yang sudah engga tertolong, berikut pakaian di dalamnya. Ketika aku melongok ke dalam kantong itu, di sana ada satu setel pakaian wanita berupa pants panjang dan sweater dari sebuah brand ternama. Di sana juga terdapat satu setel ... pakaian dalam. Seketika saja, dengan melihatnya, wajahku seperti terbakar. Panas. Aku kembali meruntuki diriku ketika membayangkan bagaimana Para memasuki toko pakaian dalam, dan memilah-milah di sana.
Tok. Tok.
Bunyi ketukan pintu terdengar. Membuatku menoleh. Sebuah suara dari luar, bertanya. Itu suara Para, "Sudah?"
Mendengarnya, aku lantas memakai pakaian ganti itu dengan cepat. Begitu telah terpasang di badanku, aku terdiam. Bingung. Mau ke luar? Menghadapi Para setelah kejadian tadi? Tapi rasanya malu banget. Aku kembali meringis. Tapi, kalau aku justru berdiam di sini, kayak orang orang aneh. Berdiam berjam-jam di kamar mandi. Apa kata orang di luar sana? Belum lagi, niatku ke sini 'kan mau melihat keadaan Para. Ck. Semua ini gara-gara kelakuan memalukanku!
Aku lantas memutuskan berpura-pura. Maksudku, berpura-pura kalau seandainya, aku tidak bersikap tolol, bodoh, dan cengeng dengan menangis beberapa menit lalu. Setelah menebalkan niat dan muka, aku ke luar. Di depan pintu kamar mandi ternyata Para sedang bersandar. Menungguku. Di tangannya, ia mengenggam handuk kecil. Entah milik siapa. Ow sial.
Mendengarku keluar, Para mengangkat pandangannya. Seketika itu juga, mataku menelusuri wajahnya. Sudut mata yang lebam. Begitupun pelipis. Dan sudut bibirnya. Tidak separah Reihan. Langsung saja, aku menghembuskan napas lega. Namun, tetap saja aku ingin memastikannya, dengan bertanya langsung pada Para. Dia mengangkat alisnya, "Ikut aku."
Dan berjalan mendahuluiku ... ke kantornya. Aduh. Aku mengikutinya dengan langkah kecil. Dalam hati berdoa, semoga cowok itu engga marah-marah. Atau mengungkit kejadian tadi. Mau ditaruh di mana mukaku? Begitu aku masuk ke kantornya. Kudapati Para sedang berdiri. Dia lalu menginstruksiku untuk duduk di depannya. Yang tentu saja aku lakukan dengan cepat. Aku engga ingin menyulut amarahnya. Tadi saja waktu dia berteriak marah, seketika ngeri menjalar di sekujur tubuhku.
Aku mendongak begitu telah duduk di sofa. Menatap Para yang berdiri menjulang di depanku. Aku menggigit bibirku. Bingung ingin memulai darimana untuk mengungkapkan segara kegelisahanku. Dari alasannya kenapa bertengkar dengannya? Dari bagaimana keadaannya? Hasil pemeriksaannya? Atau mengungkapkan kalau Ibu Reihan ingin melaporkan perbuatannya ke polisi?
Kurasakan sesuatu diletakkan di kepalaku. Ketika aku mengangkat pandangan, menyadarkanku dari lamunan, kudapati handuk yang dipegang Para tadi berada di kepalaku. Dan sedetik setelahnya, tangan Para bergerak mengusap-usap rambutku yang memang basah. Dikeringkan dengan gerakan perlahan. Aku pun baru menyadari, jarak tubuhku dengannya hanya sejengkal.
KAMU SEDANG MEMBACA
to be young and in love [end]
Ficção AdolescenteCoba sekarang bayangkan. Kamu hidup sebagai cewek yang biasa aja. Bener-bener biasa aja, sumpah. Tugasmu simpel, cuma menarasikan opera sabun yang terjadi di kantin SMA Tribuwana. Dibintangi, Nirisha Moora, cewek yang cakepnya abis-abisan sampai bis...