Prolog

66 7 4
                                    

"SAH"

Semua orang yang datang bersorak senang ketika ijab kabul terlaksanakan dengan lancar.

Wanita yang di samping mempelai pria mencium tangan sang suami.

"Cium dong bang istrinya" celetuk salah seorang remaja lelaki.

Mau tidak mau pria yang baru saja berstatus sebagai suami ini mencium kening sang istri.

Sorakan bahagia dari keluarga mereka terdengar lagi.

Melisa Putri Aninda mencrengkram tangannya. Ia menahan tangis sedihnya bukan tangis bahagia.

Dia tidak pernah mau menikah dengan orang yang belum pernah ia cintai. 

Bahkan mereka belum dekat sama sekali sejak pertemuan keluarga bulan lalu.

Mereka berdua menikah karena perjodohan keluarga.

Melisa tidak mau menikah di usia muda. Umurnya masih dua puluh satu tahun.

Dia masih ingin bersenang-senang.

Memang dia tidak kuliah tapi dia mempunyai banyak usaha.

Harusnya bulan ini Melisa pergi liburan ke Turki. Tapi, semua gagal karena acara pernikahan ini.

Sedangkan pria yang berstatus sebagai suami Melisa. Ia juga tidak menginginkan pernikahan ini.

Semuanya karena paksaan kedua orang tuanya. Karena umur Aksa Adinata Prawira sudah mencapai tiga puluh tahun.

Dan kini setelah acara akad nikah dan acara lain. Keduanya berada di kamar dengan keadaan canggung.

Melisa beranjak dari tempat duduknya. Ia membuka riasan yang ada di rambutnya. Juga membersihkan wajahnya.

"Besok kita pindah. Di rumah baru hanya ada satu kamar. Saya harap kamu tidak menolak" kata Aksa.

Melisa melirik sekilas suaminya. Ia mengangguk sebagai balasan.

"Maaf. Sepertinya kita harus membuat perjanjian" ujar Melisa.

Aksa mengalihkan tatapannya yang tadinya melihat ponsel kini melihat perempuan itu.

"Sebaiknya kita tidak usah melakukan hubungan 'itu'" Melisa sedikit gugup ketika berbicara di akhir kata.

"Hubungan 'itu'?" dahi pria itu mengkerut.

"Bahasa halusnya unboxing" Melisa meringis. Aksa paham, ia sedikit tersenyum. Sedikit hingga tak terlihat jika pria itu tersenyum.

"Kenapa tidak?" tanya Aksa yang membuat Melisa gelagapan.

"I-itu, kan kita hanya menikah sampai satu tahun. Setelah itu kita cerai kan.
Lagipula mana mungkin kita berjodoh. Juga kita bertemu atas paksaan kedua orang tua kita" ucapan Melisa membuat pria itu menatap tajam Melisa.

"Kata siapa, kita bercerai tahun depan?" Aksa berusaha menahan emosinya. Ia tidak menginginkan cerai dengan Melisa.

Baginya pernikahan hanya cukup sekali seumur hidup.

"Kata aku. Kita tidak bisa bersatu" kata Melisa yang membuat Aksa terkekeh sinis.

"Tidur sana. Semakin malam kamu tambah aneh. Kamu tidak bisa berkata seperti itu. Kamu bukan Tuhan yang mengetahui semuanya. Sudahlah saya capek. Kita ikuti saja alurnya. Untuk kedepannya terserah kamu" Aksa bangkit dari tempat duduknya.

Ia berjalan keluar kamar meninggalkan Melisa sendiri.

Perempuan itu menghendikan bahunya tidak peduli.

Melisa sebelum bertemu dengan Aksa. Ia selalu berkeliling ke seluruh dunia setiap bulan. Tapi, sepertinya ia tidak akan bisa berkeliling dunia lagi.

"Bodo amat. Yang penting tahun depan gak sama dia lagi" gumam Melisa. Lalu, ia berjalan kearah kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

➖➖➖➖
Terima kasih sudah membaca ❤

Jangan lupa vote dan komen 💙

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang