• Chapter 1 •

25 3 0
                                    

"Nona! Menyingkir dari sana!"

Pada suatu malam di jalan yang sepi dan dingin, seorang pemuda tiba-tiba mendorong gadis di hadapannya hingga tersungkur ke tanah.

Kedua manik gadis itu melebar, dilihatnya dua bilah pisau tergeletak di jalan, meninggalkan bekas goresan di aspal yang rapi.

"Nona! Ayo cepat!"

Sebelum ia dapat mengatakan apapun, pemuda sebelumnya meraih tangannya paksa dan menariknya dengan kuat.

"Nona, maafkan ketidaksopanan saya."

Pemuda itu mengangkatnya dengan mudah, menggendongnya bagai membawa sekarung beras. Antara seorang penculik atau kuli panggul profesional.

.
.
.
.
.
.

Hal pertama yang kulihat adalah cahaya yang amat terang, menusuk kedua mataku. Sambil memicingkan mata aku menyapu ruangan tempatku berada.

Laboratorium? Tidak. Lebih seperti gudang kotor yang tidak dibersihkan selama beberapa dekade. Peralatan bengkel berceceran dilantai, dengan barang-barang aneh lainnya yang sangat tidak terstruktur. Oh, mungkin aku ada di goa zaman purbakala. Entahlah.

Kemudian, ia datang. Seorang pria jangkung dengan pakaian kasual. Ia terlihat kotor dengan oli dan abu yang meninggalkan noda di kaus dan celananya. Setelah menutup tirai jendela di hadapanku, ia datang menghampiri dengan senyum sejuta Watt.

"Yo! Silly boy, akhirnya kau bangun juga." Begitu sapanya. Satu kata di pikiranku. Norak!

Maksudku, siapa orang bodoh ini dan mengapa ia berbicara denganku?
Bila ia adalah ayahku, aku akan senang bila ia mengatakan aku adalah anak adopsi.

Aku mencoba menggerakkan badanku, tapi itu sangat susah, seakan ada yang mengikat tubuhku.

"Tunggu tunggu!! Aku tau kau bersemangat tapi tahanlah sebentar." Pria itu berlari ke arah ruangan dengan pintu terbuka dan lampu menyala. Ia datang kembali dengan sebuah obeng dan baut. Berjalan dengan sedikit melompat seperti anak kecil yang kegirangan.

"Sebentar ya... Ini tak akan lama..." Pria itu memasang sesuatu di belakang tabung tempat ku berdiri, kemudian melepaskan besi yang menahan ku.

Aku berjalan menelusuri 'kapal hancur' dengan hati-hati. Bahkan di ruang makannyapun kotor. Menakjubkan sekali. Aku tidak yakin bisa membedakan makanan mana yang masih layak untuk tidak dibuang.

"Hohohoho! Aku tak menyangka akan sebagus ini? Bukankah ini berarti aku sangat hebat? Oh, aku harus merayakan hari bersejarah ini." ujarnya tersenyum lebar ke arahku.

"Pak tua, kau ini manusia atau salah satu sampah yang berada di tempatnya?"

"Ka- kau... Berbicara!! Ini adalah hari yang paling membahagiakan! Tuhan! Terima kasih, telah memberikanku otak yang dapat membuatnya!"

"Bukankah ilmuwan tidak mempercayai Tuhan?"

"Ini ya ini, itu ya itu... Eh sebentar. Kenapa kau memiliki pengetahuan umum manusia? Seharusnya hanya data skill umum yang kau ketahui. Demi tongkat petir Zeus! Apa aku sejenius itu, hahaha."

Pria itu memasang pose berpikir keras dan kembali ke ruangan bercahaya tadi, membawa sebuah laptop dengan kabel USB yang agak panjang. Ia lalu memasukannya ke belakang kepalaku.

"Aku seharusnya mengecek ini tadi. Jangan bergerak."

Aku mengikuti perintahnya. Selama 30 menit ia duduk di depan laptop. Yang aku pikirkan hanyalah cara membersihkan tempat kotor ini nanti.

UtopiosphereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang