𝓒𝓱𝓪𝓹𝓽𝓮𝓻 1

708 67 59
                                    

Teruslah berbuat baik meskipun orang-orang melupakan perbuatan baikmu.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.


"(Name)!"

(Name) yang sedang menuntun  sepedanya menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Manik (e/c)-nya menangkap seorang pria yang sedang berlari ke padanya. (Name) menaikkan satu alisnya heran.

"Sabito?"

Sabito berhenti di hadapannya sambil terengah-engah. (Name) segera merogoh air minumnya yang berada di tasnya, kemudian menyodorkannya pada Sabito.

"Ini, minumlah."

Sabito memandang air minum di tangan (Name), kemudian pandangannya berubah ke arah (Name), seolah bertanya: kau tidak minum? (Name) hanya tersenyum, matanya mengisyaratkan bahwa dia bisa membeli minumnya lagi. Segera Sabito menyambar dan menengguk air minum yang (Name) berikan.

"Terimakasih", ucapnya.

(Name) tersenyum lagi. Toh, dia sudah biasa berbuat seperti ini. Tidak usah berterimakasih, pikirnya.

"Tidak usah berterimakasih, lagipula membantu sahabat memang kewajibanku", ucap (Name) sambil mengecilkan suaranya di kata 'sahabat'.

"Ngomong-ngomong, tadi kau kenapa sampai lari-lari begitu?", tanya (Name). Tidak biasanya Sabito berlari bagai dikejar anjing, pengecualian untuk datang terlambat ke sekolah.

Mendengar itu, Sabito langsung muram, membuat perasaan (Name) tak enak.

"Jika kau punya masalah aku mungkin bisa membantumu."

Sungguh, terkadang Sabito heran dengan DNA kepekaan (Name) yang entah turunan dari siapa.

Sabito berdehem kecil, raut wajahnya berubah serius. Dia menghela napas, menyiapkan keberanian untuk mengucapkannya pada (Name).

"Sebentar lagi aku akan berkuliah di luar negeri dengan Rika", ucapnya.

Mendengar itu (Name) terdiam. Matanya menatap lurus ke jalanan. Tangannya mengepal erat. Tidak apa-apa, (Name) sudah mengira bahwa ini akan terjadi. (Name) mati-matian menahan air matanya yang siap tumpah. Ia menghela napas panjang, trik yang ia gunakan agar terlihat baik-baik saja padahal ia mau menangis.

"begitu ....."

Suasana diantara mereka hening. Sabito memerhatikan (Name), dan matanya sama sekali tidak menangkap ekspresi kesedihan maupun ekspresi apapun di muka (Name), entah karena Sabito yang tak peka atau karena faktor lain.

"kapan berangkatnya?", tanya (Name). Matanya masih setia menatap lurus jalanan.

"seminggu .... lagi", jawab Sabito.

"sou ka."

Mata (Name) masih lurus menatap jalanan, entah ia sedang melamun atau memikirkan 10001 agenda dan kemungkinan. Sebentar, seminggu lagi ....... bukankah tiga hari sebelum Sabito berangkat ada festival kembang api yang diadakan selama tiga hari?

"Bukankah tiga hari sebelum kau berangkat itu ada festival kembang api selama tiga hari?"

Sabito mengerjapkan matanya. Ia berusaha mengingat.

Fireworks [Sabito X Readers]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang