Bagian 2

2 2 0
                                    

Waktu terus berjalan tanpa menunggu atau menanti siapapun. Jarum jam senantiasa bergerak tak mengenal kata lelah. Hari demi hari berlalu hingga berganti menjadi bulan, terasa sangat cepat. Tak terasa pula, telah sampailah Aila di penghujung kelas dua belas. Hari kelulusan pun tiba, itu artinya tak lama lagi dia akan berpisah dengan teman-temannya. Alhamdulillah, Aila lulus dengan nilai yang memuaskan.

Beberapa hari setelah itu, sekolah mengadakan acara perpisahan yang digelar di pendopo kabupaten. Aila terlihat anggun dan cantik dengan kebaya warna pink. Kurang lebih seperti itulah pendapat teman serta guru-gurunya ketika acara bersalaman. Hingga tiba saatnya pengumuman kejuaraan. Aila tidak mendapat juara apapun. Tak apa. Baginya lulus dengan hasil yang memuaskan itu sudah lebih dari cukup. Berbeda dengan Nazhan, cowok itu bahkan dipanggil dua kali untuk menerima penghargaan karena berhasil mendapatkan juara tiga Ujian Nasional se-kabupaten dan juara dua Ujian Sekolah tingkat kelas. Keren bukan? Aku beruntung banget bisa berteman dekat dengan dia, ujar Aila dalam hati sembil tersenyum menatap Nazhan di depan sana.

"Calonmu, Ai," celetuk Rada di samping kanan Aila.

"Ngaco! Nggaklah," balas Aila. Saat ini, dia bisa mengatakan 'tidak'. Tapi suatu saat nanti, apakah dia masih bisa mengatakan 'tidak', atau malah mengaminkan perkataan Rada? Kita lihat saja.

Hari-hari berikutnya Aila disibukkan dengan berbagai persiapan untuk melanjutkan pendidikannya ke PTN. Berkat ikhtiar dan doanya yang kencang, alhamdulillah Aila diterima di salah satu universitas di kota Surabaya jalur SBMPTN Bidikmisi. Meski bukan kampus impian, tapi dia yakin Allah telah memilihkan yang terbaik untuk dirinya dan pasti ada hikmah tak terduga dibalik semua itu.

Satu hari sebelum berangkat ke Surabaya untuk mengikuti TOEFL sebagai syarat masuk kampus, Aila pergi ke sekolah guna cap tiga jari ijazah sekaligus membuat KTP bersama ayahnya. Entah suatu kebetulan atau memang takdir, dia bertemu dengan Nazhan dengan tujuan yang sama. Jantungnya berdebar tak menentu kala itu. Mungkin efek beberapa bulan tidak bertemu. Usai melakukan cap tiga jari, mereka memutuskan untuk menunggu karena ingin mengambil ijazah sekalian. Dari situ, Aila tahu kalau Nazhan diterima di salah satu universitas yang ada di Jakarta, tepatnya di kampus impian Aila. Nazhan juga membantu Aila dalam pembuatan KTP melalui ayahnya yang bekerja di Capil. Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, ya kan?

Hari itu, Aila bukan hanya bertemu dengan Nazhan saja, melainkan ada teman-temannya yang lain, dan juga... Syafiq. Hatinya berdesir kala melihat cowok itu memasuki ruang TU. Desiran yang sama seperti terakhir kali mereka bertemu di rumah Syafiq saat malam takbiran. Jantungnya pun berpacu dengan sangat cepat saat Syafiq menyapanya. Iya, menyapa. Parahnya lagi, itu adalah sapaan pertama setelah tiga tahun lamanya satu sekolah. Sungguh. Ini adalah hari yang sangat membahagiakan untuk Aila. Dia pastikan, takkan pernah melupakan kenangan hari ini. Hari terakhirnya bertemu dengan Syafiq maupun Nazhan dan juga hari dimana sang ayah bertemu langsung dengan Nazhan untuk pertama kalinya.

o0o

Berbulan-bulan telah Aila lewati hidup merantau di kota orang demi menuntut ilmu. Tak banyak yang berubah dengan kondisi hatinya. Rasa itu masih ada. Bayangan masa lalu yang terus menghantui membuatnya berdiam diri di posisi yang sama atau dengan kata lain stuck. Bahkan, untuk berjalan satu langkah saja terasa sangat sulit baginya. Tujuh tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menghapus semua rasa itu dengan mudah. Dia tahu tak seharusnya rasa itu ada. Banyak perbedaan antara dirinya dan Syafiq. Berkali-kali dia berusaha melupakan cowok itu dengan menyibukkan diri, tapi hasilnya nihil. Ketika rasa itu muncul lagi, dia pun hanya mengikuti alirannya tanpa bisa dicegah.

Di sisi lain, ada satu nama yang mulai memasuki hati Aila. Dia adalah Nazhan. Ya, Aila mulai mengagumi cowok itu. Ditambah lagi, kenangan indah bersama Nazhan yang sangat membekas membuat dia ingin mengulanginya kembali. Katakanlah dia telat. Bapernya baru terasa ketika sudah lama berpisah. Rindu pun turut hadir mengiringi perjalanannya yang masih jauh.

Di Antara Dua NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang