Masa yang Tak Berubah

7 2 8
                                    

Ini hanya cerpen, gak butuh waktu lama untuk baca. Mungkin 10 menit kalian selesai, atau malah kurang dari itu. Baca sampai selesai, ya!
Kalimat miring di dalam tanda petik itu maksudnya batin/suara hati tokoh, ya.
Iel itu cara bacanya i-e-l, I itu huruf kapital i.
-Let's go-

✳✳✳✳✳✳✳✳✳✳✳✳✳✳✳✳✳✳✳✳✳

    Pagi ini apes bagi Esha. Bel masuk kurang 10 menit lagi sedangkan dia baru keluar dari rumah. Untung saja rumahnya berjarak 200 meter ke sekolah.

"Ah, lariku lambat sekali, kakiku gak bisa diajak kompromi… Duh, kok jalannya banyak kerikilnya, kurang kepinggiran naruhnya. Aku kok ngeluh terus sih."

Esha tetap berlari tak acuh. Akibatnya kakinya terpelosot dan Esha jatuh melungguh.

"Aduh, sakit… Pertama masuk kelas 11 siap-siap kena repetan wali kelas ni. Aku aja belum tau siapa wali kelasnya, jangan sampai guru killer."

Esha melepasi kerikilan yang rekat di rok abu-abunya. Syukurlah tidak ada darah yang berlinang.

"Kenapa, Nak?" Seorang pria berdiri di hadapannya, merengkuh tangannya, dan membantu berdiri.

"Gak usah nolong aku nanti kamu terlambat juga, Iel!" pekik Esha.

Esha terkejut ternyata bukan Iel.

"Maaf, Pak. Terima kasih banyak sudah menolong saya."

"Iya, gak papa," ucapnya. "Kamu sekolah di dekat sini, kan. Saya antar ya, kebetulan saya mau ke sana juga."

Dia membukakan pintu mobil bagian penumpang.

"Terima kasih, Pak. Permisi." Esha mengangkat kakinya masuk ke mobil berwarna hitam.

Mau tidak mau Esha nebeng dengan pria ini, semua hanya demi waktu yang kurang 3 menit lagi.

"Ah, untung gak telat. Semuanya karena kebaikan om-om tadi." Esha melendeh di kursinya sembari mengibas tangannya.

"Om-om? Gimana maksudnya?" Berlin, teman sebangkunya jadi ngeri yang mendegar.

"Kok wajahmu gitu sih. Tadi aku di perjalanan jatuh, terus ditolong dan dikasih tebengan sama om-om."

Berlin hanya berdehem saja dan mulai mengatur posisi duduknya. Berlin yang peka dengan suara sepatu guru melangkah pasti hafal betul kalau sebentar lagi guru akan datang.

Esha pun hafal dengan maksud tingkah Berlin itu.

Dan ternyata benar, seorang guru memasuki kelas.

"Ini om-om yang tadi nolong aku, Ber," bisik Esha.

"Berhenti sebut om-om, kupingku ku gatel yang dengerin. Lagian ini guru baru kita, stop panggil om-om," bisik Berlin, "tapi, syukur kalo kamu ditebeng sama guru bukan sembarang orang."

"Assalamualaikum. Saya guru baru di sekolah ini. Saya ditempatkan sebagai guru kimia sesuai dengan jurusan kuliah saya. Dan saya tidak menyangka langsung dijadikan wali kelas kalian. Saya harap kita saling bekerja sama."

"Wow! Ternyata om-om tadi itu guru baru," batin Esha seraya mengangkat kedua alisnya.

❇❇❇❇❇❇❇❇❇❇❇❇❇❇❇❇❇❇❇❇❇❇

Esha mengambil kotak nasi dari cengkeraman Iel.

"Kamu sekarang agak beda." Iel melirih dengan tatapan kekecewaan.

"Kamu sudah tau kalo ada cewek yang suka sama kamu. Dia itu Sera, yang kena kasus taun kemaren gegara masalah cinta," jelasnya panjang lebar.

Tentu saja, siapa yang tidak luluh melihat performa Gabriela Pasya yang tampan, lemah lembut, dan postur tubuhnya yang lumayan tinggi. Apalagi dia adalah pianis yang sudah menjuarai beberapa kompetisi dan selalu mengisi acara sekolah. Iel berhasil membuat Naudira Serania Librayanti menggilai dirinya walaupun Iel tak punya seserpih rasa di hatinya.

Masa yang Tak BerubahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang