Masa yang Tak Berubah

5 1 0
                                    

Dret...Dret...Dret...

Iel yakin itu adalah gadis pujaannya, Esha.

"Halo, Sha. Tumben banget nelpon aku siang begini, nanti aku ke rumahmu kok. Tahan rindunya dulu, ya." Iel berbicara dengan setengah sadar, matanya masih terpejam sambil cengengesan.

"Halo, Iel. Ini aku, Sera."

Iel terperanjat. Kini kesadarannya sudah penuh.

"Mampus, tadi aku gombalin Esha, tapi ini malah Sera," batin Iel.

"Halo, Iel. Kamu sibuk, ya?"

"Gak kok. Btw, ada perlu apa telpon aku?"

Sebenarnya Iel mengharapkan nama Esha yang ada di layar handphone nya.

"Berhubung kamu gak sibuk, aku mau ngajak kamu ke cafe, aku mau kita bicara empat mata."

Iel memutar bola matanya.

"Kenapa gak lewat telepon aja, kan kita berdua yang bicara. Jadi, aku gak perlu susah ke cafe."

"Em, jadi kamu ngerasa susah, ya."

"Bukan susah, cuman...ee...aku lagi males aja." Iel berharap kata-katanya barusan tidak menyakiti Sera. Meskipun Sera bukan wanita yang dicintai, tapi ia tidak ingin menyakiti perasaan seseorang.

"Ah, ya udah lain kali aja. Kebetulan aku baru inget kalo nanti ada acara keluarga. Oke, bye."

"Tunggu dulu!" pekik Iel.

"Kenapa?"

"Tolong kamu jangan buat masalah sama Esha, aku pengen dia gak terganggu."

"Ak...Oke bye." Sera memutus sambungan teleponnya.

Tut...Tut...Tut...

Iel berdecak kesal dan mengusap kasar wajahnya. Dia segera keluar dari kamar dengan balutan nuansa piano dan anime.

"Jangan sampai aku gombal kayak tadi, untung bukan Esha yang dengerin."

"Iel, ini supnya dimakan dulu, teh angetnya juga diminum, ya." Mama Esha membawa nampan berisi dua piring nasi, dua piring mangkok, dan dua gelas teh ukuran sedang.

"Ih, mama gak nawarin aku." Esha memanyunkan mulutnya.

"Kamu kan udah sering mama gituin, lagian mama juga bawain sup buat kamu nih." Mama tertawa kecil.

Iel terkekeh melihat Esha yang memanyunkan mulutnya, menurutnya muka Esha imut dengan raut seperti itu.

"Oh, iya. Ayahmu balik kapan, El?" tanya Mama.

"Besok siang, Te."

"Oh, gitu. Yaudah, kalo gitu dimakan biar kalian tumbuh sehat."

Mama kembali ke ruang toko kue, sedangkan Esha dan Iel ada di ruang keluarga.

"Sha, jangan pernah lupain aku, ya. Maksudnya kalo kita udah lulus terus beda jalan, kamu jangan lupa sama temenmu ini."

Entah kenapa Iel melontarkan omongan seperti itu.

"Tenang aja, aku gak bakal lupa sama temen kecilku." Esha tersimpul kecil. " Tumben banget kamu ngomongin beginian, kita masih lulus taun depan."

"Gak papa, pengen ngomong aja," tutur Iel.

Kami pun segera menyantap hidangan lezat yang ada di hadapan kami.

☘☘☘☘☘☘☘☘☘☘

"Esha!" panggil seseorang.

Esha menoleh ke arah sumber suara, ternyata Sera. Esha berharap dia tidak melakukan kesalahan dengan gadis ini. Ia juga berharap segera masuk kelas karena perutnya sudah keroncongan.

Masa yang Tak BerubahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang