chapter 2.

19 8 0
                                    


•••

Suara hentakan antara lantai dan pisau. Membuat seisi rumah heboh dengan suara itu.

"Kamu gak papa?" ucap Mira panik ketika yang pertama ia lihat adalah Regina yang berjongkok membetulkan pisau yang terjatuh itu.

"Enggak kok, Bun. Gina gak papa." mendengar jawaban tersebut, Mira mengusap dadanya pertanda ia lega.

"Mau apa sih kamu di dapur? Kalau mau masak. Bilang sama Bunda. Biar Bunda yang masakin." mungkin ini bisa disebut omelan?

"Tapi Gina pengen belajar." ucap Regina sambil menundukkan kepalanya.

"Regina. Belajar boleh, Nak. Tapi harus ada pengawasan." elusan yang diberikan oleh Mira di puncak kepalanya membuat Regina mendongak sambil menunjukkan senyum manisnya.

"Iya Bun. Gina gak ngulangin lagi."

"Ya udah. Bunda ajarin. Mau masak apa?"

"Nasi goreng spesial." tangan yang semulanya bergerak mengapai pintu lemari es terhenti. Mira menaikan sebelah alisnya.

"Buat siapa?"

"Buat temen, Bun. Gina punya temen baru, dia baikk banget. Waktu Gina di hukum bersihin lapangan, dia bantu Gina."

"Jadi..nasi goreng ini tuh. Buat tanda terima kasih, gitu?"

"Iyaps."

"Ya udah. Yuk!" Mira mulai menyiapkan segala bahan dan alat untuk membuat nasi goreng. Regina memperhatikan dengan serius. Regina, benar-benar serius untuk memberi Alif nasi goreng sebagai tanda perkenalan dan terima kasih.

•••

Pagi ini. Senyum terbaik yang ia punya, ditunjukkan kepada semua orang. Dirinya memang dikenal sangat ramah terhadap sesama. Banyak yang menyukai dirinya.

"Pagi Alif." sapa Regina ketika matanya melihat Alif yang sedang menyapa siswa lain.

"Eh, elo. Pagi juga." kini, giliran Regina yang menunjukkan senyum terbaiknya.

Keduanya berjalan beriringan di setiap koridoor sekolah. Keduanya kompak saling menyapa. Namun, Regina tiba-tiba menghentikkan langkahnya sambil membuka tas dan mengeluarkan tempat makan berwarna biru muda.

Karna tertinggal beberapa langkah dari Alif. Regina berlari kecil menyusul.

"Alif. Ini." Regina menyodorkan kotak makan tersebut.

"Buat gue?"

"Iya." Alif menerimanya disertai senyuman kecil di bibirnya.

"Makasih ya."

"Iya. Gina duluan ya Alif." tanpa menunggu jawaban Alif, Regina melangkah lebih dulu.

•••

Suara buku yang tertutup mengisi setiap sudut ruangan di kelas 12 IPS 1.

"Sahila. Gina mau ke kantin. Hila mau ikut?" tawar Regina pada Sahila yang mengeluarkan earphone nya.

"Gue juga manusia kali. Ngerasa lapar juga, Ayok." Regina berjalan lebih dulu tanpa menunggu Sahila di belakang yang berjalan sambil mendengarkan lagu barat kesukaannya.

"Hila mau makan apa? Biar Gina aja yang pesen." tanya Regina ketika keduanya sudah duduk manis di bangku yang sengaja disediakan oleh pihak kantin.

"Nasi goreng sama jus mangga."

"Oke." Regina mengangkat tangannya membentuk 👌.

Sahila sibuk memejamkan matanya guna menikmati lagu yang mengalun di indra pendengarannya.

"Ini. Ini punya Gina, ini Hila." matanya kembali terbuka ketika suara Regina terdengar samar-samar.

"Makasih."

"Iya." keduanya sibuk melahap makanan yang tersaji.

Gerakan tangannya terhenti ketika kedua matanya melihat sosok yang yang ia kagumi.

"Hallo, Alif." Regina tiba-tiba duduk di depan Alif yang sedang menyuapakan bakso dengan mata yang fokus pada handponenya. Tak di gubris oleh Alif, Regina mencoba memanggilnya sekali lagi.

"Alif. Hallo." sekalian, tangannya ia lambaikan di hadapan wajah Alif.

"Ehh iya?" Regina tersenyum sejenak ketika Alif menjawab sapaannya.

"Gimana nasi goreng dari Gina? Enak, kan?"

"Enak kok. Lo yang buat?" jawab plus tanya Alif sambil memasukkan handponenya ke dalam celana abu-abu.

"Iya dong. Tapi, Bunda bantu sedikit sih."

"Balik." suara Sahila kembali terdengar sangat dekat. Ketika Regina membalikkan badan. Sahila tepat ada di hadapannya.

"Astahfirullah Hilaa."

"Balik ke meja." Regina sedikit memanyunkan bibirnya pertanda ia kesal. Namun dirinya menuruti perkataan Sahila.

Sahila hanya memandang Alif datar sejenak.

"Nama lo siapa?" tanya Alif yang berusaha untuk membuat Sahila tak menatapnya dengan datar. Setidaknya, dari mulutnya ada pergerakan.

Namun, siapa sangka. Sahila tak membalas perkataan Alif. Ia langsung meninggalkan Alif dan kembali duduk di tempatnya.

"Cuek amat jadi orang." gumam Alif.

•••

Dua gadis yang sama-sama terduduk di halte dekat sekolah mereka, sibuk dengan pemikiran masing-masing.

Deru mobil yang akan mendekati mereka membuat mata keduanya menatap bersamaan.

"Ayah gue udah jemput. Gue duluan." ucap Sahila. Kegiatan Sahila yang membuka pintu mobil terhenti ketika sebuah tawaran terlintas di pikirannya.

"Mau bareng?"

"Enggak. Gina tunggu Kak Syila aja."

"Hm. Oke." Sahila kembali membuka pintu mobil dengan lebar dan memasukinya. Hingga ketika pintu mobil tertutup rapat, mobil pun melaju.

Regina menghela napas ketika ia mengetahui fakta, bahwa hanya dirinya sendiri di halte ini. Karna tak ingin menunggu lama, Regina segera menghubungi Syila.

"Kak, masih lama?"

"Aduh Gin. Kakak masih ada kelas. Duluan aja ya pake ojek online."

"Yahh. Hm ya udah deh Kak."

"Hati-hati ya!"

"Iya." tut. Panggilan pun terputus.

Dengan malas, ia menggerakkan kakinya untuk menuju area sekolah dan akan memesan ojek online disana. Disana akan lebih aman, ada penjaga sekolah. Daripada disini, dirinya hanya sendiri.

Belum sempat ia mendudukkan tubuhnya, suara khas yang ia kenal membuat ia mengurungkan niat.

"Mau bareng?"

"Alif?"

•••

"Makasih ya!" seru Regina ketika motor Alif sudah berhenti tepat di depan rumah Regina.

"Iya. Sans aja sama gue mah." Alif membetulkan helm yang tadi di pakai oleh Regina.

"Ya udah. Gue duluan ya!"

"Iya. Hati-hati ya!"

"Siap!" tawaan terdengar dari bibir Regina ketika ia melihat Alif menjawab sambil memperagakan gerakan hormat.

Ketika motor Alif sudah menghilang dari indra penglihatannya, ia membalikkan badan untuk masuk ke dalam.

Diiringi dengan senyuman yang terus mengembang. (Ini salah satu etika Regina yang di ajarkan oleh Ibu dan Ayahnya. 'Masuk rumah gak boleh cemberut.'. Alasannya simple. Biar enak dipandang aja).

"Kagum boleh gak sih, Ya Allah?" batin Regina disela senyuman yang terus mengembang.

•••

Kagum boleh, tapi jangan berlebihan. Karna, kagum terhadap manusia akan lenyap seiringnya waktu yang terus berputar.

DILEMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang