Pemergian

5 0 0
                                    

Aku tak pernah berfikir sebelumnya untuk membuat cerita bersamamu, yang ku tahu dulu kita tak lebih dari sekedar teman biasa, karena aku sangat sulit untuk membuka diri untuk laki-laki manapun. Tapi entah mengapa bersamamu aku mempunyai warna sendiri dalam hidupku.

Kamu selalu menguatkan disaat dunia seakan menghancurkan dan tak pernah berpihak kepadaku. Saat itu belajar mencintaimu adalah hal yang kupilih karena ku pikir kau adalah sosok Terhebat yang pernah aku temui. Melalui sedikit cerita kehidupanmu yang tak mudah membuatku jatuh cinta tanpa berpikir panjang esok bagaimana.

Kamu laki-laki yang kuat tak mudah bagiku menjumpai laki-laki sepertimu, temanmu pernah bilang padaku "Cobalah buka hati untuknya, dia laki-laki yang baik yang bisa mencintai kamu, dan bisa membagi waktunya untukmu dengan kesehariannya, dia tak akan pernah mengecewakanmu."

Saat itu banyak sekali yang aku pikirkan mencintai kamu memang tak akan sulit untukku, hanya saja aku takut kamu pergi nantinya, dan aku yang tak akan pernah rela melepasmu barang sebentar.

Raga kita memang terpisah jauh, kamu seakan tak nyata namun hatiku meyakinkan  itu tak apa, semuanya akan baik-baik saja. Sulit memang, membangun kepercayaan diatas jarak yang melintang, tapi kami selalu menguatkan dengan mengatakan setelah lulus kuliah nanti aku akan ke Jawa menemui ayahku dan menemuimu. Aku berharap sampai detik ini itu semua akan terjadi meskipun saat ini kita tak bersama lagi.

  Ah, bahkan saat kita tak bersama seperti ini, aku masih saja merindukanmu. Tak apa ya? Aku tak tau harus menghapusmu mulai darimana disaat setengah hatiku berteriak tak baik-baik saja. Kala malam menjemput aku selalu merenungkan semuanya tentang kepergianmu, apa yang salah sebenarnya? Aku yang terlalu berharap padamu? Atau memang kamu yang tak pernah ada rasa untukku?

Benci dan rinduku menjadi satu, bahkan saat berdoa hati dan mulut selalu tak sinkron saat mulutku berteriak dengan lantang bahwa aku ingin mengikhlaskanmu saat itu juga hatiku berdenyut pilu. Apa tidurmu nyenyak setelah kita tak bersama? Sungguh tak sedikitpun kau merasa bersalah atas pemergianmu?

Jika memang dia yang kau cinta, mengapa aku yang harus menanggung luka?

Apa salahku padamu? Itu yang akan aku tanyakan pertama kali saat Tuhan menakdirkan kita untuk bertemu.

Perihal kamu yang sekarang tengah tertawa lepas bersamanya, aku ikut bahagia meski hatiku selalu terluka melihat story WhatsApp-mu selalu tentang dia.

Tertawalah, tapi maaf aku tak bisa berhenti menangis merindukanmu. Aku tau mungkin aku adalah perempuan cengeng yang pernah kamu temui. Tapi mungkin aku juga akan menjadi perempuan tulus yang tak pernah kamu sadari.

Untuk segala harap dan luka yang pernah kau beri, ku mohon segeralah kembali, aku masih disini dengan segala luka yang ingin kau obati. Bukankah aku pernah menjadi penawar luka untukmu saat dia menyakitimu? Pulanglah padaku, aku ingin kamu yang mengobati karena aku lelah untuk belajar mencintai.

Untuk rasa yang masih utuh namun dengan suasana yang masih saja runtuh, aku mencoba bangkit meski tertatih. Aku mencoba tersenyum meski kenyataan pahit yang sedang ku alami. Aku tak menarik jika pemergianmu membuat luka yang aku derita kembali menganga, jika aku tau ini yang akan kamu lakukan. Sedari awal aku tak akan izinkan kau masuk barang sebentar. Namun, aku masih bisa manusia biasa yang tak akan bisa melawan takdir, ya takdir Tuhan yang membuat kita saling mengenal tanpa memiliki.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mari BerceritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang