Bab 2

14 0 0
                                    



Please hear this song when you read it. 




Hani membuka pintu rumahnya. Rumahnya yang berupa ruangan kecil dan berdebu. Hani menempelkan badan kurusnya ke pintu, melihat sekeliling rumahnya. Tidak ada apapun. Kecuali sebuah kasur tipis, lemari kecil, pemanas ruangan dan sebuah kamar mandi kecil. Dengan gerakan cepat, Hani membuka sepatu dan pergi ke kasur tipisnya. Ia mengambil sebuah pemanas ruangan di sisi kasur lantas menyalakannya. Merasa masih dingin, Hani memeluk kakiknya. Erat. Ia sungguh-sungguh benci musim dingin. Sebab ketika musim dingin, ia akan merasa begitu kedinginan. Kedinginan yang sampai menusuk tulangnya. Kedinginan yang sungguh menyiksa karena tidak ada satu pun orang di dunia ini yang memberi kehangatan padanya. Dia sendirian di dunia ini. Tidak, ia masih memiliki kakaknya di dunia ini. Tapi tetap saja, ketika musim dingin tiba, Hani selalu merasa bahwa sebenarnya dia hanya seorang diri di dunia ini. Hani selalu merasa dia sangat kedinginan.

Teringat dengan dompet yang ia temukan di depan toserba, Hani lantas mengambilnya dari tas. Ia membuka dompet hitam yang ia temukan di depan toserba dan mendapati uang sejumlah seratus won dan beberapa kartu. Hani tersenyum sinis, ia mengambil semua uang dari dompet itu dan menyimpannya di bawah kasur. Iseng, Hani mengambil kartu identitas yang berada di dompet tersebut. Melihatnya.

Jung Jimin.

Nama yang tertera dalam kartu identitas tersebut. Entah kenapa, Hani merasa familiar dengan nama tersebut. Ia merasa pernah mendengarnya di suatu tempat. Begitupula dengan potret wajah yang ada dalam kartu identitas tersebut. Hani merasa pernah melihatnya. Tapi siapa?

Tak mau memikirkannya terlalu jauh, Hani memilih untuk tidur. Sembari menunggu datangnya rasa kantuk, Hani memandangi potret pria yang ada dalam kartu identitas tersebut. Ia tersenyum sinis.

"Mengapa wajahnya begitu bersih?"

........................................................................................................................................

Jimin memutar matanya lelah. Setelah sibuk mengurusi surat kehilangan di kantor polisi, Jimin harus syuting sebuah acara variety show. Bagi Jimin, syuting acara variety show sangatlah melelahkan. Apalagi saat ini perasaanya sedang kacau dengan permasalahan dompetnya yang hilang. Jimin harus berusaha lebih ekstra agar tetap terlihat baik-baik saja di kamera. Inilah salah satu hal yang paling menyakitkan bagi seorang publik figur, mereka dituntut untuk tampil sesempurna mungkin di depan kamera , tak peduli jika sebenarnya mereka sedang menghadapi hari yang sulit. Rasanya begitu melelahkan berpura-pura ceria di depan kamera sedang perasaanya dipenuhi oleh rasa cemas. Andai saja semua orang di ruangan ini tahu bahwa dirinya sedang dilanda cemas luar biasa terhadap dompetnya yang hilang. Jimin sangat cemas jika dompetnya ternyata diambil oleh sasaeng.

"Terimakasih sudah bekerja dengan baik, Jimin."

Jimin tersenyum lebar mendapati ucapan itu dari beberapa staf di lokasi syuting. Dengan sopan, Jimin membalas pujian yang diucapkan mereka.

"Ah, seharusnya aku yang berterimakasih pada kalian karena sudah bekerja keras," ujar Jimin seraya membungkukan badannya. Para staf yang berada di lokasi syuting juga melakukan hal yang sama.

SaudadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang