Pagi di hari ke – 42, sudah lama tak seramai, sericuh dan semembahagiakan ini bagi bertigabelas.
Mereka berjajar dengan riang di sisi lapangan, siap memulai poco – poco terakhir hari itu.
"Udah siap eneng – eneng?" tanya Hoshi semangat, bersiap menekan tombol menyalakan musik.
Di podium, Joy dan Yerin sudah menunduk pasrah lalu mulai berpose siap bertarung memimpin.
"SIAAPPP!" teriak Joy dan Yerin semangat sudah mengangkat satu tangannya.
"TARIK SIS! SEMONGKOOOO!" teriak Rendy lalu diikuti tawa yang lain.
Musik pun mulai terdengar meriah, Ibu – Ibu bersorak sorai senang mengikuti di belakang.
SIK ASIIK, SIIK ASIIK, KENAL DIRIMUU~ SIK ASIIK, SIK ASIIK, DEKAT DENGANMUU~
Joy dan Yerin dengan semangat menggerak – gerakan tangan dan pinggul mereka sesua irama. Yang lain mengikuti sembari menertawakan mereka.
"KURANG HEBOH NENG GERAKAANNNYA!" teriak seorang Ibu – Ibu.
Mendengar itu, Joy dan Yerin mengusap wajah lalu memberi kode pada Hoshi untuk mengganti lagu.
IWAAKK PEYEEEKK~ IWAAK PEYEEKK~
"HOBAAAH!" heboh Kalla semangat bergerak ke sana – ke mari.
"KANAN – KANAN, KIRI – KIRI, TENDAAANG, SATU DUA, PUTAR BADAN, LOMPAT!" teriak Joy memberi aba – aba, terlihat seperti pemimpin senam ritmik professional.
"TENDANGANNYA YANG KENCENG BU! KAYA TENDANG ANUNYA SUAMI DEWEK DI RUMAH!" teriak Yerin lagi.
Ibu – Ibu heboh tertawa dan benar – benar menendang sekuat tenaga. Membuat para anak lelaki merapatkan kaki cemas, sebuah gerak refleks.
Khusus untuk hari ini, dua lagu diputar untuk mengiringi poco – poco terakhir.
Setelah selesai, mereka semua terjerembab di atas tanah karena terlalu bersemangat. Terutama Joy dan Yerin yang kehabisan nafas.
Untung Reno tadi langsung berlari ke dalam Adipati mengambil ceret minum, jadi semua orang bisa langsung mengatasi dahaga mereka.
"Akang – Akang, Eneng – Eneng, nuhunnya. Makasiih banyak."
Beberapa Ibu – Ibu menghampiri bertigabelas yang tengah selonjoran di tengah lapangan.
"Sama – sama Bu, kami ikut seneng bisa bantu jaga kebugaran Ibu – Ibu di sini," sambut Dania.
"Ini bener yang terakhir? Minggu depan gak ada lagi?" tanya Ibu – Ibu tersebut.
Wendy menggelengkan kepalanya. "Gak ada Bu. Empat harian lagi, kamu pulang ke Bandung."
Ibu – Ibu tampak kasak – kusuk terlihat kecewa. "Yah, sayang banget atuh ya. Padahal semua Ibu – Ibu di sini seneng banget sama program poco – poco ini. Bikin kita semua lebih semangat," ujar salah seorang di antara mereka, lalu disetujui yang lain.
"Yaudah, semoga Akang sama Eneng semua lancar ya kegiatannya selama di sini."
"Iya, maaf ya Ibu – Ibu di sini suka iseng godain kalian. Gak ada maksud jelek kok, kita semua cuman pengen lebih akrab aja," jelas Bu Kades yang juga ada di sana.
"Iya, Bu. Sama – sama. Kami juga senang bisa sedikit membantu di sini," balas Juan.
Kemudian, kumpulan Ibu – Ibu warga dusun itu pun bubar pulang ke rumahnya masing – masing.
Tersisa bertigabelas masih duduk – duduk selonjoran di atas tanah merah lapangan. Saling bertukar pandang lalu menatap tiap sudut lapangan, podium bahkan speaker yang masih ada di sana. Siap untuk mereka bawa masuk, karena poco – poco terakhir mereka sudah selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERTIGABELAS | 47 Days With Them✔ [OPEN PO check IG allyoori]
General Fiction[B E R T I G A B E L A S] ▪︎selesai▪︎ • College but not about collegelife in campus • Semi-baku • Lokal AU 13 orang terpilih dari dua perguruan tinggi berbeda, untuk hidup bersama selama 47 hari kedepan dalam sebuah rumah yang terletak di dusun terp...