"LINBAD!!! KESINI LO!"
Elang Affandra, cowok badboy yang selalu membuat ulah. Semua orang yang bertemu dengannya, pasti akan mengakui ketampanannya. Tidak heran jika banyak gadis yang menyimpan rasa kepadanya. Namun sayang, tidak satu pun dari mereka yang berani mendekatinya, apalagi menyentuhnya. Menyentuhnya sama saja mengundang masalah. Membuat masalah dengannya, sama saja membangunkan singa tidur yang kelaparan.
"Lin, dipanggil tuh. Nggak mau nyamperin?" tanya Dania kepada sang sahabat yang kini sedang menyantap makanannya.
Dania Almira, gadis berjilbab gaul yang selalu bersikap galak kepada lawan jenisnya. Banyak yang menyukai dirinya, namun itu tidak akan bertahan lama. Sikapnya yang galak membuat mereka mundur secara perlahan.
Sahabatnya itu menggeleng. "Biarin aja. Lilin lagi makan."
Karena Elang tidak melihat tanda-tanda kedatangan seseorang, akhirnya cowok itu memutuskan untuk menghampiri orang yang ia panggil tersebut.
"Woi! Nggak denger panggilan gue ya lo!" ucapnya yang saat ini sudah berdiri di depan seorang gadis.
Lilin tak bergeming. Ia mencoba untuk terus makan, walaupun sedikit kesusahan hingga menyebabkan mulutnya belepotan.
Raline Fawnia, atau kerap kali dipanggil Lilin adalah seorang gadis berwajah imut dan berjilbab lebar. Banyak dari mereka yang tidak suka kepada Lilin karena kedekatannya dengan Elang. Mereka berpikir, kira-kira jimat apa yang digunakan Lilin, sampai membuat Elang yang seperti itu mau menjadi suaminya.
"Ya Allah Linbad! Lo dengerin gue nggak sih?"
Lilin mendengus kesal. "Kenapa sih, panggil, panggil Lilin? Nggak liat ya kalau Lilin lagi makan?"
Elang lantas mendudukkan dirinya di kursi yang berhadapan dengan Lilin.
"Lang! Lo bolos nggak? Mana pelajaran Bahasa Indonesia lagi, males gue." Elang menolehkan kepalanya kepada Liam sahabatnya yang baru saja datang.
Liam Arkanza, cowok yang sangat suka bermain-main dengan wanita. Hidupnya juga selalu dibuat bertarget. Contohnya saja saat berpacaran. Dia akan mencari terget sebanyak sepuluh orang disetiap minggunya untuk ia jadikan sebagai pacarnya. Dan Liam baru akan memutuskan mereka, ketika dia sudah memiliki 30 atau 31 pacar disetiap bulannya.
Elang mengangguk sekilas. "Membolos adalah sebuah keharusan. Jadi kita nggak ada alasan untuk tidak menjalankan sebuah kewajiban."
"Elang nggak boleh bolos-bolos, nanti Allah nggak suka!" celetuk Lilin mengingatkan.
Liam yang sudah duduk di atas meja menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Elang.
"Otak gue nggak bisa nampung pelajaran Bahasa Indonesia. Kalau dipaksain, nanti kepala gue jadi sakit. Kalau kepala gue sakit, itu sama aja dengan menzalimi diri sendiri. Dan Allah pasti lebih nggak suka, kalau gue berbuat zalim kayak gitu." Elang mencoba memberikan penjelasan kepada Lilin dengan teorinya sendiri.
Mendengar penjelasan tersebut membuat Lilin mengerjapkan matanya beberapa kali. Otaknya yang memiliki kapasitas lima megabit mendadak eror seketika. Namun ia masih terus mencoba untuk berpikir, walaupun laju otaknya mulai tersendat-sendat.
"Menzalimi gundulmu! Urus tuh temen lo, Yam. Sikat dulu kek otaknya, kali aja ada racun di sana. Tapi ... bener juga sih," cengir Dania.
"Gue ada racun tikus nih kalau lo mau," tawar Liam dengan senyum manisnya.
"Mana sini bagi. Udah lama nih gue nggak pernah nyemil permen kesukaan."
Liam menatap kesal Dania. "Gue jejelin beneran, baru tau rasa!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasael [Completed]
Teen FictionElang Affandra, cowok badboy tampan yang memutuskan menikah di usia muda. Bukan karena sebuah kesalahan, melainkan sebuah keinginan. Keinginan dengan setitik alasan yang tersimpan rapat di hatinya. Raline Fawnia, gadis polos yang selalu mengenakan...