T D O - 21

25.3K 2.2K 182
                                    

HAPPY READING!🖤

***

"VIKA!"

"NGGAK MAU!"

"VIKA, SINI!"

"NGGAK! LO JAHAT ANJIR! NGGAK AH! NTAR LO DORONG LAGI!"

"VIKA, SINI NGGAK?!"

Vika menghentikan langkahnya, ia berbalik. Matanya menangkap Dylan yang tengah menatapnya tajam, namun ia tak peduli dan kembali melangkahkan kakinya memasuki kamarnya. Kini, keduanya sudah berada di rumah Dylan. Dylan telah membawanya pulang ke rumah pria itu, ia jadi sedikit bingung, pasalnya saat ia izin dengan orang tuanya pun, mereka tampak seperti ingin menolak namun entah bagaimana dan apa yang dibicarakan mereka dengan Dylan sampai menyetujui dirinya menginap bersama Dylan.

"Eh! Salah kamar." Vika menepuk jidatnya lalu tanpa sengaja ia menyenggol sebuah bingkai foto saat hendak berbalik.

Keningnya mengernyit, "Foto siapa? Kok mirip gue..?"

"Vika!" Dylan datang dengan wajah datarnya, ia mengambil bingkai foto itu dan meletakkan di tempat semula. Lalu ia menarik lengan Vika dengan kasar, membuat sang empu mengaduh kesakitan.

"Kasar ih, Lan."

Bugh!

"VIKA!" Bentakan menggelar di mansion yang sangat sepi saat ini.

Niat ingin kabur seolah terurungkan, ia bingung. Dylan membentaknya? Ia menatap Dylan dengan raut aneh, dia hanya memukul Dylan tetapi hanya bercanda, apa itu sakit? Atau Dylan marah? Namun saat mereka saling bersitatap, kilasan-kilasan memori seperti terekam di otaknya bak kaset rusak, terulang hingga Vika mendengar suara-suara aneh dari kepalanya. Telinganya berdengung, Vika mundur, ia memegang erat kepalanya. Jangan hiks, Dylan aku mohon. "Aakh!"

Vika semakin menguatkan jari-jarinya di kepalanya, ia terduduk lemas. Semuanya aneh, ini apa? Kepalanya sangat pusing, lalu kenapa sebuah memori terus terulang? Ada apa dengan dirinya?

"Vika, kamu kenapa?"

"Aakh! Menjauh, Lan!"

"Vik, kam-"

"MENJAUH DARI GUE, DYLAN!" bentak Vika tanpa sadar.

Vika mencoba berdiri dengan pelan, ia memicingkan mata ketika matanya mulai mengabur. Ia mengerjap pelan, tangannya menyentuh dada Dylan, menjadikannya sebagai tempat untuk bertumpu.

"Vik, sayang, kamu kenapa? Pusing?"

"A-aku.."

Lalu setelah itu Vika terjatuh dalam dekapan Dylan, matanya perlahan mulai terpejam. Dylan panik, ia langsung mengangkat tubuh Vika dan membawanya masuk ke dalam kamarnya. Ia mengambil ponselnya di saku celana lalu mendial nomor dokter pribadinya. Setelah menelepon, ia langsung duduk di tepi kasur dengan tangan yang terus menggenggam erat jari-jari Vika.

"Kamu nggak boleh ingat dia! Selamanya, nggak boleh!" gumam Dylan cemas.

Beberapa menit kemudian, dokter pribadi yang di panggil Dylan datang dan segera mengecek Vika. Dylan mati-matian menahan rasa cemburu melihat dokter Adi yang memeriksa Vika. Ia membuang muka ke arah lain, enggan menatap dokter pribadinya itu.

"Jangan terlalu nekan dia untuk ngingat memorinya dan juga jangan ngelakuin hal yang bersangkutan dengan memorinya. Lo ngerti?"

"Hm."

"Cewek lo ya? Kok gue baru liat?" tanya Adi, umur keduanya memang tak terpaut jauh hanya berbeda tiga tahun saja. Karena itu Adi sering berbicara santai dengan Dylan.

The Devil ObsessedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang