"Dia bilang lo lucu?"
Aku mengangguk dengan cepat.
"Dia juga sering senyum manis sama lo?"
Aku menganggukan kepalaku menjawab pertanyaannya.
"Dan lo bilang kalau dia kemarin nyamperin lo buat ngambil paket kimianya?"
"Iya, Pi. Dia bilang kalau gue lucu. Dia juga selalu ngelempar senyum manisnya ke gue tiap gue jutekin dia. Dia juga kemarin tiba - tiba nyamperin gue cuman buat ngambil paket kimia yang dia pinjamin ke gue." jelasku lagi kepada Pia.
"Dia bilang lo lucu?" tanyanya lagi dengan ekspresi wajah bingung.
"Astaga Pia! Lo mau nanyain hal yang sama berapa kali?" tanyaku gemas sendiri. Ya, dari tadi aku sudah menceritakan apa yang terjadi selama Pia tidak berangkat ke sekolah. Dan sejak itu pula, dia terus menanyakan hal yang sama kepadaku.
"Dia gak benci sama gue, Pi." kataku sedih seraya membenamkan kepalaku pada lipatan lenganku yang berada di meja.
"Tapi sepertinya dia penasaran sama lo."
"Harusnya benci dong sama gue."
"Bagusan gini kali, Moi." kata Pia santai yang membuatku mengangkat kepalaku dan menoleh ke arahnya.
"Maksud lo?"
"Amoi, jika Virgo tanpa sebab nyariin lo dan selalu senyum sama lo, itu berarti Virgo ada rasa sama lo. Keren."
"Virgo ada rasa sama gue? Lo gila ya? Ya gak mungkinlah dia ada rasa sama gue."
"Ya mungkin dong, Moi. Percaya deh sama gue. Gue yakin kalau Virgo udah mulai suka sama lo."
"Masak sih, Pi?" Pia mengangguk mantap ke arahku.
Apa mungkin Virgo sudah mulai suka sama aku? Kayaknya enggak deh. Aku yakin banget, kalau Virgo emang sering nebar senyum manis sama cewek - cewek yang lain. Itu artinya bukan cuman aku aja yang dia kasih senyum manis, tapi cewek lain juga. Tuh kan, Virgo gak suka sama aku.
Tapi kalau dia benar suka sama aku gimana?
Tanpa sadar senyum kecil sudah terukir di bibirku. Membayangkan kalau orang yang aku sukai balik suka sama aku benar - benar membuatku bahagia. Rasanya keajaiban benar - benar terjadi.
"Terus gimana? Langsung gue tembak gitu?"
"Dih, harga diri lo tinggi kali, Moi. Masak mau nembak Virgo sembarangan. Gak dong ya. Gak akan pernah gue ijinin lo nembak dia duluan. Gak akan!"
"Lha terus?"
"Ini saatnya buat lo jual mahal dan bikin dia penasaran berat."
"Bukannya lo bilang kalau dia udah penasaran sama gue?" tanyaku bingung.
Memang kadang otak Pia dan otakku gak pernah ketemu kalau lagi ngobrol gini. Otakku anteng diam di tempat, sedangkan otak Pia jalan - jalan keliling bundaran HI. Kan bikin bingung otakku dia.
"Ya bikin penasaran lagi. Sampai penasaran akut, Amoi." kata Pia gemas sendiri.
"Caranya?"
"Pokoknya tiap liat Virgo, lo langsung kabur. Tiap dia senyum, lo buang muka. Tiap dia coba deketin atau nyamperin lo, lo nya langsung pergi."
"Ya kalau kayak gitu sampai kiamatpun juga gue gak bakalan jadian dong Pi sama si Virgo. Lo gak niat ah." kataku cemberut.
Lhah gimana ceritanya aku harus kabur - kaburan sama Virgo. Kalau kayak gini kan aku gak bakalan bisa ngomong bahkan tatap muka sama Virgo. Pia nyuruhnya malah ngehindar gini.

KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Jadi Cinta
Short StoryTidak semua cinta berawal dari benci [CERITA PRIVAT. KHUSUS FOLLOWERS]