Langit sedang bagus sekali hari ini, banyak awan. Mengingatkanku pada lukisan Rhey yang dipamerkan di galeri kampusnya tahun lalu. Dan entah mengapa, memandangi langit sambil menyesap es kopi di siang hari yang panas seperti sekarang sangat ampuh untuk mengobati diri yang seakan dikejar oleh rasa bosan.
Dalam sejenak, aku merasa waktu ikut melambat---mengikuti gerak gumpalan awan putih di atas sana. Tenang sekali. Sedetik kemudian aku menarik napas, merasakan udara panas memenuhi paru-paruku dalam sejenak. Sungguh, hari yang sangat terik.
Sebagian dari diriku mengutuki kelakuan adikku Esa, tapi sebagian lain seperti merasa bersyukur. Karena di sinilah aku berada. Duduk di atas bangku lipat di bawah pohon palm merah dengan segelas penuh es kopi yang dibelikan crew di warung depan, sambil mengagumi langit siang. Karena dirinya, aku terjebak dan harus menggantikan dia untuk pekerjaan ini.
Memang adik bangsat.
"Wow. Gue nggak salah milih model."
Suara mas Irfan---fotografer, memecah hening.
Setelahnya tanpa kusadari aku menggigit bibir.
Benar.
Cantik sekali.
"Oke, langsung aja yok, keburu hujan."
Tolong, bahkan anak TK juga tahu sekarang lagi musim panas, dan Jogja sedang tega-teganya jadi kota. Panas sekali maksudnya.
Aku bangkit dari duduk, meletakkan gelas dan berjalan ke lokasi pemotretan yang sudah disiapkan. Sementara perempuan tadi, Nadi namanya, tampak canggung hingga rasanya dia berjalan lama sekali hanya untuk sampai di sampingku.
"Paha gue keliatan gedhe nggak sih?"
"Hah?" aku membeo.
"Gue nggak pernah pake rok lilit kayak gini, dan ini kok kayaknya aneh aja." jawabnya sambil meringis.
Dan tawa kikuk dariku mengudara.
"Lo keliatan keren pakai setelan batik kayak gini."
Dan aku tersedak ludahku sendiri.
Jadi, beginilah sikapku jika dihadapkan dengan seorang gadis. Yap, canggung.
Tolong biarkan aku mengatakan ini, tapi dia benar-benar cantik. Beberapa detik aku habiskan untuk terkesima. Padahal ini hanya pekerjaan, dan dia hanyalah patner kerja sementara.
"Natural aja posenya ya, nggak usah berlebihan." Si fotografer mengarahkan, sudah siap dengan bidikan kamera.
Lalu tanpa aba-aba, seperti halnya model profesional, Nadi maju mendekat, tangan kirinya diletakkan di dadaku. Litteraly! I'm shocked. Sungguh, butuh beberapa detik untukku bisa menguasai diri, hingga akhirnya kuraih sebelah tangannya yang bebas ke dalam sebuah genggaman.
"Oke, bagus!" Mas irfan berteriak dan mulai membidik.
Satu kali.
Dua.
Tiga.
Ganti pose.
Seterusnya, hingga dirasa cukup.
Begitulah, pertama kalinya aku bertemu dengan Nadi, enam tahun yang lalu.
**
KAMU SEDANG MEMBACA
[ GOT7 Fan Fiction ] CAPILLARIS
General FictionGOT7 fanfic 💚 [Ini tentang Kala dan Nadi, yang dipertemukan dan dipisahkan oleh semesta dengan begitu kejam. Ini tentang Vena, yang tumbuh dewasa tanpa mengenal sosok siapa ibunya.] She was my destiny. But time won't give me a chance." -Kala Capill...