Kabar

75 35 7
                                    

Setelah perkuliahan hari ini selesai aku, Ririn, Ayu, Bunga dan Linda. Langsung menuju kos ku untuk beristirahat dan makan siang. Rencananya sore ini kami akan pergi ke gedung E untuk mengumpulkan laporan praktikum Organisme Pengganggu Tanaman. Seperti biasa ketika yang lain sudah selesai makan aku hanya baru menghabiskan setengah dari makanan ku. Aku memang seperti itu, lelet banget kalau lagi makan. Jadi jangan heran jika di rumah, ibuku akan sering mengomeli ku. Itu karena beliau merasa geregetan melihat ku makan seperti siput yang tidak punya nafsu makan sama sekali.

Setelah makan Ririn dan Ayu melanjutkan laporan mereka yang belum selesai.
Itulah kebiasaan kami, semua tugas, seberat apa pun itu jika kami kerjakan pada hari h pengumpulannya pasti akan lebih cepat terselesaikan daripada jika kami mengerjakannya jauh jauh hari. Untungnya saat ini laporan ku sudah selesai. Sekarang aku hanya perlu menyetrika baju dan jilbab yang akan ku gunakan nanti sore. Kelihatannya pakaian ku cukup kusut.

"Nisa mana ya, kok belum sampai juga" Ririn mulai memecahkan keheningan diantara kami semua.

"Iya nih, tadi katanya mau langsung nyusul kesini" Ayu terlihat memainkan pulpennya.

"Udahlah tunggu aja dulu, mungkin dia masih ada urusan sama Ela" ujar Bunga.

Aku yang mendengar perbincangan mereka hanya manggut-manggut tidak jelas. Aku setuju dengan Bunga , mungkin mereka berdua masih ada urusan sehingga mereka terlambat datang ke kos ku. Lagipula jika mereka tidak jadi datang mereka pasti akan memberi kabar pada kami. Kami semua pun kembali sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Aneh. Sudah cukup lama aku meyetrika tapi kenapa setrikanya masih belum panas juga ya, batin ku mulai bertanya-tanya.
Apa mungkin listriknya padam?, tapi kipas anginnya masih menyala kok, aku makin kebingungan karena setrikanya tidak panas sama sekali ketika ku pegang barusan.

"Hmm kayaknya setrika ku rusak deh" kataku seraya menoleh ke arah Ririn, Ayu, Linda dan Bunga.

"Rusak gimana maksudnya?" Ayu sepertinya penasaran.

"Ini nggak panas-panas, padahal udah dari tadi ku pakai" jawab serius.

Ayu mulai mendekat. Dia memeriksa keadaan setrika yang ku gunakan saat ini.

"Ya elah, gimana mau panas orang belum dicolokin" Ayu menggeleng-gelengkan kepalanya.

Tawa mereka semua pecah seketika. Ya ampun aku merasa seperti orang bodoh sekarang.

"Astaga, perasaan tadi udah kok. Beneran deh". Aku mulai meyakinkan yang lain.

"Terus kenapa bisa begini. Kalau emang udah dicolok siapa yang cabut? Jin? Orang yang lain lagi pada serius nulis dari tadi" kali ini Ririn yang angkat bicara.

"Ya deh iya. Aku ngaku kayaknya tadi lupa..."

"Fokus makanya, jangan keinget Dimas terus" Ririn memotong ucapanku.

"Apaan sih" kataku sambil melanjutkan acara menyetrika yang sempat gagal tadi.

"Assalamualaikum" Nisa dan Ela mengucapkan salam bersamaan.

"Waalaikumussalam" kami pun serempak menjawab salamnya.

"Kalian darimana saja? Kenapa baru sampai sekarang?" Bunga mulai melakukan interogasi pada mereka berdua.

"Tadi kami ke Gomong dulu buat beli Es sirup" kata Nisa.

"Eh Lis. Kamu tahu nggak" Ela terlihat begitu bersemangat.

"Nggak tahu. Memangnya ada apa?" Jawab ku cepat.

"Tadi kita ketemu Dimas di jalan" Ela masih saja bersemangat menjelaskan.

"Ya terus?" Aku sepertinya juga penasaran. Melihat ekspresi Ela yang bersemangat namun tetap serius membuat ku benar-benar penasaran.

"Dia boncengan sama cewek, kayaknya dia mau ke gedung E buat nganterin laporannya"

"Cewek? Siapa? Bella?" tanyaku pada Ela.

"Bukan. Kelihatannya sih bukan temen kelas kita. Mungkin anak fakultas lain" kali ini Nisa yang memberi jawaban.

Jika tadi setrikanya tidak bisa panas, maka sekarang ku rasa setrikanya sudah sangat panas. Tentu saja itu terjadi karena aku sudah tidak fokus menyelesaikan setrikaan ku. Aku lebih fokus mendengarkan Nisa dan Ela yang bercerita.

Jujur seperti ada sedikit rasa aneh yang  menyerang ku. Sedikit ruang di hati ku menolak untuk menerima cerita mereka barusan. Tapi tak apa. Aku tahu dan cukup sadar diri. Dimas itu hanya bercanda dengan ku, dilihat dari sisi manapun aku sama sekali bukan tipenya jadi untuk apa merasa tidak enak hati?.

Hal ini membuat ku kembali teringat, "Jangan menaruh harapan besar pada sesuatu yang belum pasti. Kau tahu? Salah satu sumber kekecewaan terbesar dalam hidup ini adalah terlalu lebih dalam menaruh harapan pada manusia".

Segera ku selesaikan acara menyetrika ku. Ku matikan setrika yang masih menyala itu dan ku gantungkan baju ku di tembok kamar ku. Kenapa bisa sampai kepikiran gini sih, astaga Lisa Lisa, batin ku terus saja berkata.

"Lis kok diem aja? Kamu kesel ya? Tanya Nisa padaku.

"Kesal karena apa?" Aku pura-puta tidak mengerti.

"Ya kesal karena Dimas yang boncengan..." Nisa benar-benar senang menggodaku sekarang.

"Kenapa harus kesal? Nggak kok biasa saja" Potong ku cepat.

"Bener?" Nisa masih saja melanjutkan acara menggoda ku.

"Tau ah gelap" kataku berpura-pura ngambek agar Nisa berhenti.

Hahaha. Terdengar tawa puas dari Nisa dan yang lain. Baiklah sepertinya aku harus benar-benar berhati-hati dalam berteman dengan Dimas. Jangan sampai aku terbawa perasaan. Jika itu terjadi siapa yang mau tanggung jawab?

~~
To be continued ❤️
Gimana menurut kalian chapter ini? Yuk jangan lupa vote dan komennya 🤗
Dan sampai jumpa di chapter selanjutnya 😊

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Terimakasih Dimas🥀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang