Ia selalu berpikir bahwa, musuh akan muncul dari manapun dan kapanpun. Bahkan, dari tempat yang dihuni orang yang memberi rasa aman.
Sejak masa kecilnya di desa, hingga sekarang telah dewasa, siaga dan sigap adalah perlindungan pertama yang akan menyelamatkan nyawa.
Pengetahuan berharga yang harus dibayar sangat mahal oleh Uchiha Sasuke.
Tragedi pembantaian keluarganya, membuat pemuda itu dewasa dengan cepat. Ia sudah menanggung beban kebencian yang sangat besar untuk diletakkan pada bahunya yang kecil. Hanya itu satu-satunya emosi yang dia punya. Api kebencian adalah bahan bakarnya menjalani hidup. Ia tetap menyala, meskipun sadar, panasnya turut membakar dirinya sendiri.
Tidak ada waktu untuk bersantai, dan lengah. Kewaspadaan sudah melebur bersama bakat, dan ingatan ototnya.
Dalam keremangan ruang, tangan kirinya secara refleks mencabut pedang Kusanagi dari pinggang. Alam bawah sadarnya mengkonfirmasi bahaya.
Untung saja Sasuke membuka mata, hingga bilah tipis katana itu tidak mengiris leher Haruno Sakura lebih dalam.
"Apa maumu, Sakura?"
Kini, Sasuke sepenuhnya terjaga. Padahal, dia baru saja tertidur selama lima belas menit, saat gilirannya berjaga selesai.
Gua yang mereka tempati untuk perlindungan memiliki beberapa ruang bersekat. Karena jarak yang berdekatan, Sasuke masih bisa mendengar Shikamaru mencoba menghibur Naruto yang patah hati di ruang sebelah. Namun nampaknya, upayanya membujuk, sia-sia.
Sasuke berdiri dari rebahnya, dia bermaksud bergabung dengan rekan-rekan prianya yang lain.
"Sasuke-kun, biarkanlah aku tetap di sisimu."
Haruno Sakura memeluk pinggang lelaki itu, kepalanya bersandar pada punggung Sasuke yang dingin. Jubahnya terasa lembab. Namum, aroma Sasuke menempel erat di sana. Gadis itu memejamkan mata, dia ingin waktu berhenti berputar. Seandainya dunia berakhir sekalipun, itu lebih baik. "Kau mencintai Hinata?" lanjutnya.
"Cinta?" Sasuke mengulang kata itu dengan heran. "Aku tidak tahu hal-hal sentimentil seperti itu," jawab Sasuke buru-buru tanpa menyadari nada ketus dalam suaranya.
Ada kalanya, di waktu-waktu tertentu, pemuda itu merasakan hasrat kepada lawan jenis, tetapi dia segera menepisnya. Latihan berat dan keras bisa mengalihkan tenaga dan pikiranya dari hal-hal erotis.
Romansa dan kebutuhan biologis remaja dewasa, sama sekali tidak ada dalam daftar hal-hal yang ingin dia lakukan. Lagi pula, pemuda itu tidak ingin terikat dengan siapapun. Apalagi meninggalkan 'jejak' dirinya pada orang-orang tidak penting.
Berbeda dengan rencana pernikahannya, Sasuke menganggap hal itu sebagai sebuah misi jangka panjang. Hubungan saling menguntungkan, antara desa Konoha dengan dirinya.
"Perasaanku padamu, sama dengan apa yang kurasakan pada Naruto. Kalian berdua adalah orang-orang gigih yang menjengkelkan," lanjut Sasuke tanpa maksud buruk.
Dia bukanlah orang bodoh yang tidak mengerti romansa, dia tahu usaha keras Sakura untuk mendapatkan cintanya. Hanya saja, rasa menyesal karena hampir membunuh gadis itu masih membebani hatinya. Hal ini juga lah yang membuatnya tidak bisa membangun perasaan romantis kepada teman perempuannya itu.
"Lalu, mengapa? Apa perbedaan diriku dan Hinata? Biasanya kau adalah orang yang tidak suka mengikuti perintah."
"Entahlah," kata Sasuke tidak mau berpikir lebih dalam. Dia hanya yakin, apa yang seharusnya menjadi miliknya, harus tetap seperti itu. Masa depan cerah bagi klannya sudah terasa dekat, sudah di depan mata, hingga dia yakin bisa menggapainya hanya dengan mengulurkan tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Moon
FanfictionSlow Update SH fanfiction Naruto : The Last Movie Fanfiction Ya. Hyuga. Tentu mereka mirip satu sama lain. Mata yang sama, rambut yang sama. "Kakashi sialan!" Sasuke mengumpat karena membayangkan Neji Hyuga dalam versi wanita.