Di hari ke-45, bertigabelas sudah mulai merapihkan dan mengemas barang – barang mereka. Sejak kemarin, mereka semua sibuk memiliah barang yang akan dibawa pulang atau pun disimpan dan diberikan saja pada warga dusun sekitar.
"Dan, ini chargeran punya lo kan yang putih ada sticker Aomine-nya?" tanya Rendy menghampiri Dania yang tengah mengepak pouch make up-nya.
"Iya, punya gue."
"Nih," sodor Rendy. Dania langsung menerimanya.
Tepat saat itu, Lino masuk ke ruang tengah, begitu saja menyimpan sepasang sarung tangan ke dekat Dania.
"Makasih," ujar Lino lalu pergi lagi.
Rendy melihat itu, dia menoleh pada Dania yang tampak diam saja, tak merespon apapun ucapan Lino.
"Lo masih diem – dieman sama Lino?"
"Terus gue harus gimana? Pura – pura biasa aja dan bersikap seolah gak terjadi apapun?" tanya Dania. Rendy tak menjawab.
Dania bangkit dari duduknya, setelah melempar pouch make up ke atas tempat tidur anak perempuan, Dania melanjutkan langkah hendak ke dapur. Tapi sebelumnya sempat menoleh pada Rendy.
"Kalo gue sekarang harus bersikap seolah gak terjadi apapun antara gue sama dia, itu terlalu kejam Ren."
Rendy terdiam lagi, lelaki itu berujar dalam hatinya sendiri, lo juga bersikap biasa aja setelah tahu gue suka sama lo, apa itu gak terlalu kejam juga buat gue?—batin Rendy seorang diri, yang dilanjutkan lelaki itu dengan menghela nafas dan pergi dari sana.
Kepergian Rendy berselingan dengan masuknya Rama.
Mahasiswa Arsitektur itu tampak mengetuk pintu kamar anak perempuan yang terbuka.
"Arin ... " panggil Rama.
Arin yang tengah bersantai di kamar anak perempuan setelah merapihkan barang – barangnya ke koper menoleh, lekas bangun dari pembaringan.
"Ya, Kak?"
"Bisa ikut gue sebentar gak? Ada yang mau gue omongin. Penting."
Mendengarnya Arin langsung mengangguk, gadis itu lekas mengenakan almamaternya lalu pergi mengikuti langkah Rama.
Seiring langkah kaki Arin keluar dari adipati, Dirga yang ada di teras bersama Juan melihat keduanya.
"Mau ke mana kalian?" tanya Juan.
Rama berhenti sebentar, "gue izin mau ngajak Arin ke kebun teh deket gapura depan. Boleh?" tanya Rama meminta izin pada Juan, sebagai Kakak Arin.
Mendengarnya Juan terdiam sejenak, menengok Arin yang tampak tak keberatan.
"Asal jangan macem – macem, jangan pulang ke sorean. Sebelum Magrib harus udah balik ke sini."
Rama mengangguk setuju, lalu melanjutkan langkahnya.
"Aku pergi dulu," pamit Arin pada Juan dan Dirga yang masih diam di teras.
Sepanjang Arin melangkah, sampai menghilang di tikungan, Dirga terus menatapnya. Membuat Juan melirik, "udah, biarin aja dulu. Kalian harus sama – sama punya kesempatan."
"Apa sih lo. Gue cuman lagi heran aja, orang pendiem kaya Rama, ternyata beneran takluk sama adek lo."
"Emang adek gue kenapa?" tanya Juan tersinggung.
Juan merasa tak ada yang salah dengan adiknya Arin. Adiknya cantik kok, baik, pintar juga, makanya bisa lolos masuk tim ini.
"Enggak, maksud gue, adek lo berkebalikan banget sama Rama."
KAMU SEDANG MEMBACA
BERTIGABELAS | 47 Days With Them✔ [OPEN PO check IG allyoori]
General Fiction[B E R T I G A B E L A S] ▪︎selesai▪︎ • College but not about collegelife in campus • Semi-baku • Lokal AU 13 orang terpilih dari dua perguruan tinggi berbeda, untuk hidup bersama selama 47 hari kedepan dalam sebuah rumah yang terletak di dusun terp...