Part 1

7 1 0
                                    

“Kehilangan yang paling menyakitkan adalah berpisah alam dengan yang dicintai.” (Anonymous).

Meyda masih larut dalam kesedihannya karena harus kehilangan lelaki yang paling dicintainya untuk selamanya. Sekarang yang bisa dia lakukan hanya menatap bingkai foto sang kekasih.

Sebulan yang lalu

“Dek, Mas ditugaskan ke perbatasan minggu ini dan harus segera berangkat,” kata Pranajaya.
“Kenapa mendadak sekali, Mas?”
“Teman Mas yang seharusnya berangkat tiba-tiba sakit dan harus operasi, jadi Mas ditunjuk untuk menggantikannya.”

Pranajaya menggenggam erat jemari wanita yang dicintainya dan meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Dia juga menghapus air mata sang kekasih yang mengalir dengan derasnya.

“Mas, harus janji pulang dengan selamat dan sehat.”
“Pasti, Dek. Mas, janji akan pulang dengan selamat.”

*****
Pagi ini Meyda bersemangat sekali, dia sudah selesai menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan di kantor. Motor kesayangannya juga sudah terparkir di depan garasi rumahnya. Meyda berpamitan kepada kedua orang tuanya untuk segera berangkat karena takut terlambat.

Handphonenya berdering sejak tadi di perjalanan. Hati Meyda berdetak kencang dan pikirannya sudah tak menentu karena tidak biasanya Mbak Maya meneleponnya sebanyak itu. Akhirnya, dia menelepon kembali dan Meyda sangat terpukul atas apa yang dia dengar dari kakak sang kekasih. Badannya limbung dan tidak sadarkan diri.

Meyda membuka matanya dan dia mendapati dirinya sudah berada di ruang kesehatan kantornya. Dia tidak menyangka kalau sang kekasih harus gugur dan meninggalkannya untuk selamanya.

Kedua orang tua Meyda sudah berada di kantor tempat anaknya itu bekerja, mereka akan membawa sang anak ke rumah Pranajaya. Dibutuhkan waktu satu jam untuk sampai kerumah duka.

Sepanjang perjalanan Meyda hanya terdiam dengan air mata yang terus berderai. Dunianya runtuh seketika mendengar kabar itu. Sesekali sang Ibu memeluk anak gadisnya itu, berusaha untuk menguatkan.

“Nduk, kamu harus kuat!”
“Bagaimana Mey menjalani hidup tanpa Mas Pranajaya, Buk?

Meyda menyandarkan kepalanya dipundak Ibunya. Dia sekarang begitu rapuh. Sang Ayah yang melihat itu merasa sangat sedih, beliau memikirkan bagaimana hidup Meyda kedepannya.

Jodoh Terbaik Untuk MeydaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang