Pukul 02.00 pagi.
Faris melangkah menyusuri lorong rumah sakit, diluar terdengar suara hujan yang sangat deras sehingga disepanjang jalan menuju laboratorium ia terus menggerutu.
Ia membenci hujan, tidak ada alasan khusus, menurutnya hujan itu membuat orang-orang repot dan tidak nyaman. Seperti dirinya, beberapa menit lalu ia terlelap di ruang istrahat dengan nyaman namun karena kegaduhan temannya -Andra- yang mengatakan laboratorium rumah sakit kemasukan air sehingga beberapa barang harus di angkut, membuatnya terpaksa bangun. Bukankah, hujan merepotkan? Ya!
"Itu tolong angkat! Mejanya dorong ke samping pintu aja" Faris yang baru saja sampai melihat Andra dan beberapa staff rumah sakit yang kebetulan juga berjaga malam sudah sibuk mengangkat barang-barang yang ada di lantai dan memindahkannya di tempat yang lebih tinggi.
"Ini kok bisa kemasukan air?" Tanya Faris
"Jendelanya lupa di tutup jadi air pada masuk, tapi untungnya yang kena cuman di meja di dekat jendela"
"Untung?! Lemari di dekat jendela tuh ada berkas-berkas rumah sakit, catatan pasien, belum lagi alat-alat lab" gerutu Anita.
"Lemari juga ikutan basah?" Tanya Faris
"Iya. Kan lemari itu yang nutupin sebagian jendelanya, makanya basah, ada beberapa file yang ikutan basah sisanya alhamdulillah masih bisa diselamatkan"
"Oh. Yaudah, kita beresin semua ini dulu"
Kemudian mereka melanjutkan membereskan kekacauan di laboratorium itu.
🌧🌧🌧🌧🌧🌧🌧🌧🌧🌧🌧
Setelah 30 menit, mereka akhirnya selesai membereskan laboratorium, mereka semua kembali ke tempat istrahat dan ada juga yang melanjutkan patroli malam, salah satunya Faris.
Iyalah, siapa yang bisa kembali tidur setelah kekacauan itu? Lagipula diluar masih hujan, suara hujan juga terlalu bising.
Saat ia berbelok di koridor, ia terkejut ketika melihat kepala tiba-tiba muncul di salah satu kamar, hampir saja Faris teriak tapi kemudian ia menghembuskan nafas lega sembari memegang tembok rumah sakit, ia terlalu terkejut sampai rasanya kakinya seperti jelly. Faris kembali melihat orang itu, dari pakaiannya ia bisa tau kalau orang itu adalah pasien rumah sakit ini. Tapi kenapa ia mengendap-endap?
Faris tidak menegurnya, ia berjalan mengikuti pasien itu, ia ingin tau kemana perginya pasien nakal itu. Pasien itu berjalan menuju tangga darurat, Faris terus mengikutinya.
"Kemana ia mau pergi? Kenapa tidak menggunakan lift? Merepotkan saja" gerutu Faris yang masih menaiki undakan tangga menuju lantai atas, entah kemana pasien itu mau pergi.
Hingga kemudian sampailah di lantai terakhir, Pasien itu menoleh dan menatap ke tangga bawah membuat Faris bersembunyi sehingga ia tidak terlihat. Pasien itu membuka pintu roaftop rumah sakit.
Setelah terdengar bunyi pintu tertutup, Faris keluar dari persembunyiannya dan mengikuti pasien itu lagi. Ia membuka pintu roaftop dengan pelan, kemudian ia melangkah memasuki roaftop sebanyak 4 langkah. Iya 4 langkah, karena jika terus melangkah lagi maka Faris akan kebasahan karena hujan. Tidak ada atap di roaftop ini, selain di tempatnya berdiri, namun ia dapat melihat pasien itu, disana sedang bermain hujan.
"Dia gila?"
Pasien itu terus bermain hujan dengan bahagia, ia tersenyum begitu bahagia tanpa menyadari kehadiran Faris. Faris merasa tidak nyaman di sini, ia akan keluar namun mengingat tanggung jawabnya sebagai dokter untuk merawat pasiennya ia kembali menoleh ke arah pasien itu.
"Hei!" Panggilnya. Namun, suaranya tidak terdengar jelas sebab suara hujan yang turun begitu deras.
"HEI! KAMU!" Teriaknya hingga membuat pasien itu menoleh dan terkejut. "SINI!" Faris menggerakkan tangannya menyuruh pasien itu mendekat kearahnya. Pasien itu menurut dan berjalan sedikit kikuk menuju Faris.