Pandangan Pertama

10 1 0
                                    

Ada banyak hal di dunia ini yang ingin ku pelajari. Tentang pelangi, aurora, dan hujan. Oh ya satu lagi, tentang kamu.

 

Siang ini tidak begitu terik, terbukti dengan adanya awan stratocumulus yang mengudara di langit. Matahari terkadang sesekali menyembul dari balik awan penyebab hujan tersebut untuk menghangatkan bumi beserta isinya.  Di kantin SMA Bakti sedari tadi sudah dikerubungi oleh para siswa yang ingin menyantap makan siang, ataupun sekedar membeli es teh.

“Kayaknya bakal hujan besar”, aku memulai percakapan.

“Enggak besar amat. Itu bukan awan comulonimbus, tapi stratocumulus. Sama-sama awan hujan sih, tapi yang ini ga bikin hujan yang besar banget”, terang Cindy, sahabatku.

“Oooh”

“Nanti jam terakhir, pak Alex ga masuk. Beliau ada meeting. Kita diminta kerjakan LKS halaman empat puluh tiga”

“Aku nanti ke perpus saja, kamu mau ikut?”

“Enggak deh, lagi mager”

Lalu kami menyantap makan siang dalam diam. Meredakan sorak-sorai perut lapar yang sedari tadi bergejolak tak karuan.

🌺🌺🌺

Suasana di perpustakaan siang ini sepi, maklum karena ini jam pelarajan, otomatis semua siswa sedang belajar di kelas masing-masing. Para siswa kelas XI IPA 1 sedang mengerjakan tugas dari pak Alex, guru fisika. Eits, yakin semua pada fokus mengerjakan tugas? Ada memang yang serius, hanya beberapa saja. Yang lainnya? Ada yang mendengarkan musik, bernyanyi, bahkan ada yang berghibah. Oh my God! Lihat di pojok belakang kelas, ada beberapa anak yang dengan santainya, tidur!

Back to library. Kulangkahkan kaki pada deretan lemari yang memangku ratusan buku demi mencari materi sesuai dengan tugas yang pak Alex berikan, hukum gravitasi newton. Hukum Gravitasi Newton  menyatakan bahwa setiap partikel di alam saling tarik menarik dengan partikel lain yang besarnya sebanding dengan perkalian massa kedua partikel dan berbanding terbalik terhadap kuadrat jarak  kedua partikel. Penemu dari hukum Gravitasi Newton ini ialah Isaac Newton. Dari sekian banyak buku yang ada akhirnya ku temukan yang pas.

Tapi, kenapa tidak bisa ditarik?

Wow, ternyata di seberang lemari sana ada seorang cowok yang juga ingin mengambil buku yang sama. Saat netra kami bertemu, sontak aku tersenyun hingga memperligatkan gigi ngingsulku, kebiasaan!

“Makasih”, ucapku yang hanya dibalas dengan senyumannya.

Kupilih kursi pojok berwarna coklat sebagai tempat yang pas mengerjakan tugas. Cahaya yang tidak terlalu terang membuat tempat ini serasa nyaman. Sudut bibir terasa tertarik tatkala mengingat kembali wajah tadi. Siapa dia? Tak pernah kulihat sebelumnya. Lamunanku buyar saat di seberang sana, ku dengar kaki kursi yang beradu dengan lantai, menimbulkan suara berdecit pelan. Ku angkat kepala, ternyata cowok yang tadi. Kembali ia tersenyum, membuatku nervous.

Tik..Tok.. Tik... Tok

Suara jam yang bertengger di dinding tepat di belakangku menjadi irama tersendiri yang menemani kegiatan kami. Ingin sekali rasanya berlama disini, mencuri pandang dengan sosok cowok tampan berlesung pipi di seberang sana. Namun waktu tak berpihak saat kuintip jam tangan putih pemberian papa, nyatanya aku harus kembali ke kelas karena sepuluh menit lagi bel pulang akan menggema. Ketika akan beranjak tiba-tiba ia menahan tanganku. Ku merasakan debaran jantung yang lebih cepat, sama cepatnya seperti saat mengerjakan soal kimia yang beradu dengan waktu. Ia melepaskan tangan lalu merogoh saku mengeluarkan selembar tisu. Tisu? Untuk apa ? Aku merasa tidak sedang menangis. Lalu mengapa ia memberiku tisu? Seolah mengerti kebingunganku, akhirnya ia membisikkan kalimat yang membuatku rasanya ingin bersembunyi di lubang liliput.

“Upil lo keluar”

Hah?? Gimana? Gimana?

SEPARUH JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang