[495 M] Tanah Suci Olius—Pusat Kekaisaran Suci Maldeva
Pagi itu, kabut kelabu tipis serupa malam menyelimuti tanah suci Olius. Matahari yang biasa bersinar terik, tak mampu menembus awan gelap yang bagai perisai melingkupi langit Olius. Jalan beralaskan batu yang biasa ramai orang berlalu lalang nampak lenggang tak berpenghuni, kini tergenang air bah setinggi mata kaki. Sejak semalam butir-butir air beku terus berjatuhan dari langit. Orang-orang menutup rapat pintu dan jendela rumah mereka, membakar kayu di perapian untuk menghangatkan udara yang terus menurun dengan drastis. Sebagai Kota yang letak geografisnya berada di daerah tropis, ini adalah suhu dingin terekstrim bagi Olius. Suhu kurang dari 0 derajat celcius di Benua Timur adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Tidak mungkin—tapi nyatanya, malam ini terjadi.
Tak menyadari apa yang terjadi, semua orang masih bergelung dalam selimut tebal mereka. Terlelap dalam mimpi indah semu. Terbuai alunan melodi yang tercipta oleh hujan, angin dan nyaring burung-burung liar yang beterbangan dengan panik seolah merasakan kengerian yang diam-diam sedang terjadi.
Tak sadar bahwa malam itu adalah akhir dari sejarah panjang Olius, awal runtuhnya kekaisaran suci; Maldeva.
Di puncak tertinggi Olius, kompleks bangunan kuno berdiri dengan megah di atas tebing curam. Itu adalah Kastil Emas, istana Kekaisaran Suci Maldeva—pusat pemerintahan kekaisaran yang telah ada sejak kekaisaran ini berdiri. Lima buah menara putih dengan bentuk dasar menyerupai kerucut menjulang tinggi ke langit, menembus awan kelabu. Seperti lima jari tangan yang menengadah ke atas, menggapai langit dengan ketinggian yang beragam. Di permukaan dindingnya terukir teks-teks kuno yang mengitar seperti sulur tanaman, melingkar sampai ke puncak tertinggi menara. Uniknya, teks-teks tersebut seolah menyala terang, memantulkan silau keemasan yang nampak seperti benang emas dari kejauhan.
Di tengah menara-menara itu, berdiri bangunan kastil megah yang terbuat dari batu marmer putih dengan kubah emas besar. Bentuknya rumit dengan elevasi lantai beragam menyesuaikan kontur tanah yang semakin naik. Dindingnya polos, dengan banyak bukaan pintu dan jendela kayu besar yang berselimutkan lapis emas. Sementara atapnya seperti corong-corong tinggi terbuat dari emas dengan kilaunya yang menyilaukan mata.
Berdiri megah tepat di pusat Semenanjung Timur, Kastil Emas adalah simbol kebanggaan Kekaisaran Suci Maldeva. Keberadaannya yang selalu disangkutpautkan dengan mitos dan legenda, keberadaannya yang tidak pernah diketahui asal muasalnya dan kekuatan misterius yang seolah terpancar dari padanya selalu sukses membuat orang merasa terpana, kagum dan ngeri dalam waktu yang bersamaan.
Namun pagi itu berbeda.
Pendar cahaya emas dari kubah yang biasa menyilaukan kota itu, kini menyala redup—kian redup seiring kabut kelabu yang kian tebal di sekelilingnya.
Guyuran hujan meredam suara dentingan besi yang saling beradu. Halaman luas Kastil Emas yang semula berupa hamparan rumput hijau berhiaskan kuncup-kuncup bunga warna-warni, kini rata dengan tanah coklat berlumpur. Seolah bumi telah terbalik, menelan segala keindahan yang sebelumnya selalu dielu-elukan. Di atasnya, berpijak ribuan ksatria dengan pakaian besi kebanggaan mereka. Saling beradu satu sama lain. Satu almamater, namun saling menyerang. Siapa yang benar—siapa yang salah, mereka sudah tidak peduli.
Tidak jauh dari halaman itu, terbentang kolam luas yang mengelilingi sisi kanan dan kiri kastil. Air yang biasanya sebening kristal dan memantulkan kilau keemasan, kini menjadi lautan merah. Satu persatu dari para prajurit berpakaian besi jatuh ke dalamnya, semakin mewarnai air; merah—kian pekat.
Sementara di langit Olius—di atas puncak tertinggi menara putih nampak kilat-kilat pertarungan terlampau cepat, diluar nalar—tidak mampu diikuti penglihatan manusia biasa, seperti garis-garis halilintar yang dalam sekejab muncul dalam sekejab pula hilang, meninggalkan gemuruh petir dan nyaring angin yang memekakkan telinga.
Awan-awan kelabu di atas Kastil Emas membentuk lingkaran menyerupai ombak. Berputar seiring ledakan dahsyat yang tercipta. Badai yang sedang di alami Olius saat ini bukan badai biasa, melainkan benturan kekuatan dahsyat yang saling bertolak belakang. Benturan terang dan gelap, emas dan hitam.
Mereka tidak sadar telah menyeret gelap dalam terangnya kekuatan suci. Meredupkan cahaya yang selama ini melindungi, dan membawa gelap yang diam-diam mematikan.
Siapa yang tau, detik selanjutnya adalah malapetaka. Itu adalah ledakan dahsyat yang mengguncang tanah Olius. Meruntuhkan Kastil kebanggaan mereka. Menulikan dan membutakan penduduk Kota. Lalu kemudian, itu terjadi dengan sangat cepat. Air bah yang semula kecoklatan memerah, meluap dan membanjiri seluruh area Kota.
Olius yang semula adalah kota tersibuk di Semenanjung Timur secara mengerikan terbungkam.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYYAN I : The Fallen Empire
FantasyRAYYAN I The Fallen Empire [fantasy - adventure]