Sahabat Lama

4 0 0
                                    

Seketika suasana di meja yang terletak di ujuk cafe dan dekat jendela itu menjadi mencekam dan ... sunyi. Ali sedang memikirkan sesuatu untuk mengubah suasana disekitarnya sekarang.

Sudah kuduga Bryan tidak mengenali Raina. Yaahhh, meski aku dah lama banget ga ketemu dia. Aku masih mengenalinya dari jarak jauh sekalipun. Payung merah dan tas ransel kura-kura. Aneh banget temenku satu ini. Batin Ali sambil melihat Raina yang masih diam.

"Ehem ... Kamu kapan kembali? Aku ingat-ingat dah 3 tahun ya? Aneh banget Rain. Tiba-tiba aja kamu pergi. Karena ulahmu itu, ada seseorang langsung stres", ucap Ali dengan mengedipkan sebelah matanya pada Bryan.

Laki-laki kacamata itu masih saja diam dan terus menatap perempuan di depannya.

"Ada urusan", Raina hanya menjawab dengan 2 kata itu saja.

"Urusan apa?", tanya Bryan dengan suara berat khasnya.

Gadis cantik nan imut, Raina hanya diam dan tetap mengarahkan pandangannya kepada laki-laki yang duduk berhadapan dengannya. 

"Jawab!", perintah laki-laki berkacamata minus dengan raut wajah yang sedikit menegangkan.

"Bray! tenang dikit napa sih", Ali berusaha menenangkan sahabatnya dengan tepukan pelan di bahu lebarnya.

"Urusan penting", lagi-lagi Raina hanya menjawabnya dengan 2 kata.

"Aku pergi", Bryan langsung pergi meninggalkan sahabatnya dan gadis berjilbab biru yang terlihat sedang menahan sesuatu tapi Bryan tidak menghiraukannya.

Setelah Bryan pergi meninggalkan cafe yang selalu dia datangi setiap hari.

"Rain, maafkan Bryan ya", pinta Ali kepada temannya.

"Iya, Al. Maaf aku telah mengganggu pertemuanmu dengan Iyan", Raina mengangkat kepalanya sedikit dengan air mata yang hampir jatuh mengenai wajah putihnya.

"Tidak apa-apa", jawab Ali dengan mengalihkan perhatiannya ke arah jendela, "Aku tidak tau kenapa dulu kamu tiba-tiba pergi begitu saja dengan membawa luka untuk Bryan, Rain", lanjutnya.

Ali mengambil biskuit yang dipesannya tadi dan memakannya.

"Ada suatu hal yang tidak bisa aku ceritakan", Raina sedikit meminum teh hangatnya.

"Aku harap, alasan kepergianmu dapat Bryan terima", setelah mengatakan harapan Ali kepada temannya, laki-laki dengan kaos hijau lumut itu mengucapkan salam dan meninggalkan Raina.

"Wassalamualaikum", Raina menjawab salam Ali. 

Sekarang, gadis itu sedang diam sambil melihat ke arah luar jendela dengan tetesan air mata yang jatuh mengenai pipi mulus miliknya.

"Aku tidak sanggup untuk bersamamu lagi Bryan setelah apa yang aku alami. Aku malu", lirih Raina.

Rumah Bryan ...

"Assalamualaikum", salam Bryan dengan berjalan pelan memasuki rumah megahnya.

"Wassalamualaikum", terdengar jawaban salam dari suara serempak di ruang keluarga.

Bryan duduk di sebuah karpet tebal di tengah-tengah keluarganya yang sedang menonton tv bersama menemani Ardan dan Ana, keponakan Bryan.

"Cafe lagi?", tanya Andin, kakak perempuan Bryan yang telah menikah dengan Fauzan, kakak iparnya.

"Hmmm", deheman Bryan yang membuat Andin menghela nafas kasar.

"Perasaan ya di kota ini luas lhooo. Ada banyak tempat selain cafe dan di tempat yang sama pula. Mbak tebak ya, pemilik cafe itu pasti bosan ketemu kamu terus", omel sang kakak yang langsung mendapatkan usapan lembut punggungnya oleh suaminya, Fauzan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku Kenal KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang