Pertama

128 0 3
                                    

Hari itu cukup menguras peluhku. Memang sudah shiftku untuk menunggu tempat pendaftaran. Bulan menuju pergantian ajaran menjadi ajang bagi sekolahan untuk mengadakan olimpiade yang bertujuan menyaring bakat bakat akademik diberbagai sekolah. Sekolah Menengah Atas yang jadi pelabuhanku ini juga begitu. Kami sedang mengadakan sebuah olimpiade untuk adik adik sekolah menengah pertama.

Cukup menyenangkan karena aku bisa menghapus penat sejenak dari mapel mapel penuh tuntutan. Meski disini harus siaga menyambut peserta yang akan mendaftar namun hal hal diluar akademik ini bisa juga dijadikan ajanh refresh sejenak. Kuamati sekitarku, matahari yang terik, para bapak ibu guru dan pegawai TU yang berlalu lalang,dan...... beberapa siswa sedang bermain sepak bola. Meski terik menyengat mereka tetap bersemangat untuk bermain. Dengan gesit bola itu digiring dan diumpan. Peluh yang bercucuran menambah atmosfer permainan yang mereka jalankan. Bagai pemain profesional sesekali mereka menunjukkan skill yang mereka bisa dan yang lain mengimbangi dengan menjaga ketat pertahanan gawang mereka. Sedikit kulihat senyum tersungging yang khas dari mereka.

Beberapa saat aku memandangi permainan mereka. Lalu sesekali ketika ada yang datang untuk mendaftar aku melayani. Setelah itu kulanjutkan menghayati permainan mereka. Mereka sepantaran dengan aku. Kebetulan jam pelajaran olah raga dikelas mereka. Salah satu pemainnya adalah teman baikku. Dyan. Cowok gendut yang unyu dan penyayang. Dia memang pemain sepak bola. Selain kiper handal dia juga penendang yang luar biasa. Tendangannya seakan bertenaga kuda dan sudah pasti mempontang pantingkan yang terkena bolanya. Kulihat dia sedang mengecoh seorang cowok yang bahkan aku tak pernah melihatnya. Ah ya? Siapa dia? Mengapa di hari kamis memakai seragam abu-abu putih? Aku sedikit meringis heran. "Kamu kenapa vi?" Tanya Dila, kebetulan dia juga jaga shift bersamaku. "Ah nggak papa kok. Cuman seneng aja lihat anak anak main bola." Sahutku kembali menatap daftar tamu yang mulai habis nomornya. "Eh kamu denger berita gak? Sekolah kita tahun ini banyak nerima siswa baru loh." "Iya, aku tahu kok." Memang dirahun ini kepala sekolah banyak menerima anak baru disekolah. Entah apa alasannya, yang penting mereka tak pindah kesini hanya lantaran ingin dan tanpa diimbangin kerja keras. Tapi apa mungkin anak itu.......

Kulihat lagi lekat lekat anak berbaju abu abu putih itu. Dia kelihatan menonjol, ah mungkin karena saltum(salah kostum). Wajahnya seakan berseri, kulitnya yang putih bersih dan matanya yang berubah menjadi 2 bulan sabit ketika tertawa membuat aku seakan merasakan kebahagiaan yang sama. Tingkahnya yang aneh dan masih malu malu membuat aku teringat dia. Dia? Sangat mirip memang mereka berdua ini. Kurasakan pikiranku melayang layang kemana mana. Mengingat masa masa SMPku yang bertubi tubi kenangannya menyerang kepalaku. Aku tertegun....

Untuk beberapa saat aku tak mendengar celoteh Dila. Kurasa dia melanjutkan perbincangan dengan adik kelas yang kebetulan termasuk anggota shiftku. Lagi lagi pandanganku kulayangkan pada anak berbaju putih abu-abu itu. Siapa dia? Kenapa batin ini menaruh penasaran? "Eh beli jajan yuk. Laper nih nanti ngeshift lagi biar dihandle adik." Tiba tiba tepukan Dila mengagetkanku. "Eh..ah em.. ya ya ayuk. Nggak ada yang titip?" Semua yang ada di tempat itu menggeleng. Akhirnya aku dan Dila menuju kantin sekolah. Tapi untuk yang terakhirkali aku menatapnya lagi. tentu saja dia tak melihatku. Jarak kami sangat jauh. Hei....cowok berbaju putih abu abu. I'll see you soon......

Cinta (Rahasia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang