Keempat

38 0 0
                                    

*Ting Tung Line* Terdengar handphoneku nyaring membunyikannya. Kurasa hanya Getrich, tapi akhirnya aku penasaran juga. kubuka kunci layarku dan kudapati satu pesan yang membelalakkan mataku. Aris........ Ah tumbenan dia ini. Biasanya aku langsung bersemangat meladeni sobatku yang satu ini. Namun entah kenapa untuk sore ini aku benar benar malas. Apa lagi teringat tragedi beberapa hari lalu. Sial!aku menepuk nepuk kepalaku sendiri seperti orang linglung.

"Kamu kenapa, dek?",

tiba tiba mama sudah berdiri didepan pintu terkekeh melihatku begitu.

"Eh..... ng..... Ndak Papa ma." , Kataku menunduk dan langsung melanjutkan kegiatan menyetrikaku. Memikirkan Aris akan membuatku puyeng. Sudahlah ... Melihat tumpukan baju baju yang seakan berteriak minta dirapikan cukup untukku hari ini.

Setelah aku bergulat dengan setrika itu aku menyempatkan diri untuk menghirup udara segar diteras rumah. Ahhhhh.... Segarnya. Tiba tiba aku teringat ponselku yang kugeletakkan begitu saja diruang tamu. Aku sedang malas untuk mengutak atiknya. Aku hanya membuka pesan singkat yang baru saja masuk.

Jalanan biasanya. Pukul 7. Kita masih bisa beradu kan?

Aku menaikkan alis mencoba mencerna pesan tiba-tiba itu. Siapa ini? Beradu? Dengan sedikit terpejam aku mencoba mengingat lagi ada apa malam ini pukul 7? Aku membelalak dan menepuk dahiku.

Aku mulai mereka semua yang aku lalui seminggu ini semenjak aku melihat Aris melumat bibir kekasihnya. Aku tak berpikir rasional dan mengebutkan saja laju motorku malam itu. Lama kelamaan aku tersadar dan menurunkan kecepatan. Saat itu aku benar benar tak karuan. Aku lalu berhenti sejenak tanpa melihat dimana aku menepi. Sangat sepi dan hanya ada dua lampu motor mengikutiku. Awalnya aku bergidik dan mengira itu adalah begal! Aku menyalakan motorku pelan, namun teringat kejadian itu lagi sensor ketakutanku semakin tak karuan. Aku nekat memberanikan diri menghadapi siapapun yang datang dari arah cahaya itu. Dengan motor yang masih menyala aku menunggu mereka semakin mendekat.
Jantungku berdegup amat kencang. Tapi tekadku semakin bulat. Aku tak peduli, apapun akan kulampiaskan agar tak merasa sakit lagi. Entah kenapa kedua motor itu kini tak menunjukkan gelagat untuk menyakitiku. Tiba tiba mereka berhenti dan salah satunya menyerahkan secarik kertas. Sebuah alamat dengan waktu dan tanggal. Salah satu pengendaranya membuka kaca helm dan menyampaikan sesuatu. "Datanglah, siapa tahu kita bisa beradu. Aku merasa tertantang dengan caramu berkendara." Apa mungkin aku sudah menyinggungnya atau dia hanya salah orang? Aku jelas jelas sedang ada dalam suatu keadaan yang tak ku pahami sama sekali. "Ah maaf, namaku Ricky. Kamu temannya Aris kan? Sampai jumpa di"sirkuit"." Apa apa.an ini? Aris? Ada hubungan apa mereka? Bagaimana bisa dia tahu bahwa aku....? Lagi lagi Aris arggh! Dia memang sahabatku dan masih sahabatku. Tapi dia sangat menyebalkan saat ini. Aku tak tahu kenapa. Kurasa aku bisa melampiaskannya lewat secarik tawaran ini. Aku menahan mereka sebentar "Aku ikut! Thanks info nya" Lalu orang bernama Ricky itu mengangguk dan pergi melaju bersama kawannya. Deru motornya perlahan hilang.

Peraduan itu hanya berselang 3 hari setelah Ricky datang dan menyampaikan tawarannya. Paginya setelah aku mendapat tawaran aku langsung menemui seseorang yang cukup dekat denganku dan Aris. Rengga. Dia cukup mehir mengutak atik motor. Aku memintanya untuk menyetting motorku sebaik mungkin.

"Lu gila?! Aris gak bakal suka ini."

"Peduli amat sama dia.. Plis lah Reng. Sekali ini aja, gue cuman coba coba. Lagian Lu tau gue anak nya gimana. Untuk kali ini gue bakal sebentar aja. Cicip sekaliii. Kamu dampingin yah....plisss"

"hmmm serah lu deh. Tapi kalo ada apa apa jangan salahin gue. Lu yang ikut Lu sendiri tanggung jawab."

"Iyaa gue bisa jaga diri. Gue ga narget menang kok. Gue kan amatiran."

"Nah karena lu amatiran itu gue makin takut."

" Doain aja ya... Terlanjur terjun gue. yuk deh tes drive. Jangan ampe kelihatan Aris."

"hmmmm...."

Untunglah ada 2 hari libur. Gue latihan keras seharian itu. Beberapa kali Rengga mengecheck motorku dan sesekali mengutak-atiknya. Argh! sejak kapan aku jadi nakal begini. Ikut "racing". Ini semua karena kegalauan gak jelas. Aku mendengar kumandang Adzan dan kami mengakhiri tes drive sore ini. Menuju masjid terdekat dan mengikuti jama'ah. Aku hanya memohon perlindungan Tuhan. Aku tak bermaksud begini.

Aku siap dengan motorku dan Rengga yang berkomat kamit mendoakanku agar tak kenapa kenapa. Motorku paling sederhana dijalanan. Tak hanya aku pengendara wanita. Mungkin ada 5 pengendara. Ini kali pertamaku dan aku harus banyak berdoa. Dengan perlengkapan keamanan sederhana kami mulai menyalakan mesin. Seorang wanita muda bersiap ditengah "sirkuit" dan mulai mengaba aba dengan selembar kain ditangannya.
Tiga........
Dua.........
Satu.........
Go!

Suara bising mulai terdengar. Aku mengingat dan melakukan apa yang Rengga sarankan untuk ku selama kami latihan. Aku masih berada dibarisan belakang. Aku cukup kewalahan dikali pertama ini. Kumulai untuk mendahului beberapa motor yang kulihat cukup lihai meliuk diantara pengendara lain. Haruskah aku cemas kali ini? Ini balap liar! Aku harus lebih cerdik dan berjaga kalau kalau ada hal yang diluar ekspektasi.

Aku fokus pada jalanan yang kuselusuri. Tiba tiba aku teringat Aris. Bayangan apalagi yang akan dia bawa ini Argh!! Aku pun semakin menggebu untuk melaju. Tanpa sadar aku hampir mencapai ujung pengendara 10 terdepan. Rengga tampak mulai ketakutan dengan kebrutalanku. Tapi aku tak menyadari itu. Nafasku yang tersenggal karena emosi bercampur semakin gila dalam sirkuit. Sedikit lagi!!!
Kami makin panas. Aku tersadar ketika jalanan didepan mataku mulai lenggang. Aku mulai mengatur lajuku mempertahankan posisi. Didepanku ada 2 pengendara. Salah satunya cukup kukenali. Modif yang sama dengan milik Ricky. Ah aku harus mendapatkannya. Harus! Kami beradu. Meliuk selaras dengan jalanan dan mempertontonkan pertunjukan yang cukup menghibur penonton "sirkuit" itu. Nyarissss!!!!!
Aku mendapatkannya! Dikali pertamaku!!!!! Yey! Sebuah kebetulan saja. Roda Ricky sedikit selip dan iu mengurangi kecepatannya. Aku bersyukur dia tak terjatuh saat itu karena bisa saja aku melindasnya tanpa sengaja. Lalu aku mendapatkannya.

Aku menghentikan motorku dan semua berkumpul. Mereka cukup fair dengan permainanku mengetahuin aku masih newbie. Rengga yang dari tadi berkeringat dingin pun menghampiriku dan tiba tiba memelukku.

"Lu gila ! Lu emang gila!"

Dia cukup khawatir tapi juga cukup senang.

" Hey.. untuk golongan wanita. Kamu lumayan."

"Thanks", aku memberi senyum terbaikku.

"Selamat...lain kali akan ku undang lagi. okay?"

"hmmm ntahlah. mungkin ini kali pertama dan terakhir."

Dia meninggalkanku tanpa sepatah kata, Ricky. Namun aku masih tak mengerti sama sekali apa motifnya malam itu. Apa? Aris....siapa Ricky ini?
Kulihat Rengga hanya melongo menatapku.

"Jadi dia yang........"

"Iya ... dia bilang dia kenal Aris. Jadi gua percaya aja. Gue lagi naik darah waktu itu."

"Dia emang kenal Aris. Tapi....hmmm sudahlah. Cukup kali ini. Jangan ikut beginian lagi."

"okay"

Sekarang aku ingat! Jadi ... malam ini? aku harus pergi atau? Ntahlah .... Aku ke tempat Rengga saja dulu.

Cinta (Rahasia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang