Kedua

68 0 2
                                    

Aku berangkat lebih pagi ke sekolah. Entah kenapa aku sangat menyukai aroma disini. Embun yang menghiasi taman taman sekolahku yang tak seberapa luas. Kabut tipis menyelimuti lapangan basket yang terpampang jelas ketika aku mulai memsuki halaman sekolah. Ada pak Adi penjaga sekaligus petugas kebun sekolah.

"Pagi Pak!"

"Oh Iya.." jawabnya datar. Aku memarkirkan motor ku ke tempat parkir sekolah. Tempatnya cukup masuk kedalam wilayah sekolah. Masih sepi. Hanya ada 5 atau 8 sepeda motor yang diparkir disana. Pintu-pintu kelas masih tertutup rapat. Aku berjalan dilorong sekolah yang cukup sepi. Tak ada sepatu yang terlihat diletakkan dirak depan kelas. Kurasa aku orang pertama yang datang. Perlahan kubuka pintu kelas, kuintip sedikit keadaan didalam yang gelap dan sunyi.

Sedikit merinding sih. Tapi aku berusaha besikap biasa saja. Tiba-tiba aku merasakan angin dingin merebak ke kakiku. Kulihat sekitarku tenang tenang saja. Akhirnya demi menenangkan jantungku yang berpacu, aku piket membersihkan kelas. Semenit dua menit aku sudah hampir sampai ke bagian depan kelas. Aku sedang berdiri membelakangi pintu dan kulihat bayanganku sendiri terpantul oleh ubin yang terkena sinar matahari dari pintu. Entah mengapa aku merasakan semilir angin lagi. Dan saat aku lengah sejenak......HAP!!!!

"Waaaaaaaaaaa"

aku berteriak dan meronta seketika. Pandanganku gelap ada yang sedang menutupi mataku. Sepasang tangan entah dari mana. "Sssssssshhhh.. udah udah jangan teriak teriak. Ini aku", kudengar suara yang cukup familiar berbisik ditelingaku. Perlahan tangan itu melonggarkan cengkeramannya yang hampir melonjakkan jantungku.

"Aris?"
"Hehehehe salah sendiri pagi pagi gini serius amat nyapu kelas. Emang rumah udah di sapu?"
"Ishhh dasarrrr!" Kutepuk sekeras mungkin bahu Aris yang mencoba melewatiku. Eh, sapu mana ya sapu? Karena insiden itu ternyata aku melempar sapuku hingga hinggap diatas meja guru. Syukurlah belum ada siapa pun disitu.

Pukul 6.15, masih belum nampak teman temanku datang. Hanya Hendra, ketua kelasku yang memang datang beberapa menit setelah Aris. Mengusir bosan aku pun menjajaki lorong lorong sekolah. Mengitari kelas kelas yang ada disisi lain sekolah. Sejuknya tak akan bisa ku lupa. Yah meskipun kadang AC njeglek insiden terjadi. Tapi ada sisi yang lain yang membuat kami "nyaman". Entah faktor nyaman apa yang membuat kami berah berlama lama disekolah.

Aku masih sendiri menyusuri taman taman kecil yang masih diusahakan tumbuh bunga bunga indah. Tiba tiba mataku siaga, pandanganku membuatku tak percaya. Cowok itu.......

Aku yang memikirkan ..
Namun aku tak banyak berharap ..
Kau membuat waktu ku ..
Tersita dengan angan tentangmu .....

"Woy .. woy .. bangun woy" Hendra menguncang guncangkan tubuh mungilku. Astaga! Aku tertidur lagi. "Ngapain tidur sambil cengar cengir? Gue kira tadi lo kesambet." "Eh .. em.... sori sori Hend. Gue khilaf" "khilaf mulu lo. Bu Yeni lagi ga masuk tapi ada tugas. Udah lo selesein dulu" "ok ok thanks Hend" "iyeess". Ternyata yang kulalui tadi cuma mimpiiiii. Akhir-akhir ini aku memang sering tertidur. Tugas yang menumpuk memaksa aku untuk menghabiskan malam dengan buku buku. Untung saja ada jam kosong. Tapi kenapa tiba tiba anak itu muncul? Dalam mimpi pula? Ah aku tak menggubrisnya. Mungkin karena beberapa hari lalu aku melihatnya dan lama tak lagi berpapasan dengannya.

Dengan sedikit berat mataku meniti setiap jengkal soal matematika yang dijadikan tugas. Sesekali aku menghampiri teman teman yang sedang berdiskusi bersama untuk menanyakan beberapa soal. Hingga tanpa sadar aku melihat sekeliling. Aku menemukan Aris sedang tertidur dengan headset yang masih terpasang ditelinganya. Ah anak ini.... bibir mungil dan alis tebal yang menegaskan wajahnya ditambah mata sayu itu membuat aku iba.

Tapi itu tak mengurangi niat usilku. Dia kan belum menyelesaikan tugas. Aku mengendap endap dan tanganku mencoba meraih headset yang ada ditelinga kanannya. Kebetulan dia tertidur dengan posisi kepala menghadap kanan sehingga aku tepat berada dibelakang punggungnya. Hampir saja kursi didepanku berdecit karena jempolku menggeser kaki kursi. Tanganku hampir sampai dan Clep! Tiba tiba tangannya refleks dan menggenggam pergelangan tanganku.

"Yah Aris padahal kan mau satu sama." Wajahku berubah dengan bibir yang manyun. Dia tak menoleh dan masih menggenggam tanganku.

"Mau ngapain lu?" Katanya dengan dingin. "Hehe elu sih tidur mulu" Dia menoleh kearahku dan aku hanya melototinya. Dengan wajah santainya dia hanya tersenyum. Aku merinding lagi. Wajahku makin tak karuan. Mungkin kalau ada termometer suhu jantung mungkin aku sedang berada dipuncak kepanasan. Jarak kami tak terlalu jauh, dan tanpa sengaja mata kami bertemu. Aku masih menatapnya lekat lekat hingga aku sadar dan berpaling ke genggamannya.

"Ish lepasin lah." Tangan kiriku memberontak kecil dan melepaskan jemari lentik Aris yang mulai melonggarkan cengkramannya. Dia lalu berbalik dan tidur lagi. Saat aku beranjak menepuknya untuk mengingatkan soal tugas itu, tiba-tiba dia langsung menyahut

"Tenang aku juga udah selesei."

Aku tak berkata apa apa dan langsung pergi beranjak dari sampingnya. Dasar sahabatku ini memang unpredictable. Sejenak kemudian aku mengambil pekerjaan Aris yang sudah sengaja dia pampang diatas meja sisi pojok dan dia masih tidur. Lalu mengabil tugas tugas teman teman yang lain dan mengumpulkannya ke Hendra yang sudah siaga diambang pintu.

"Gimana? Udah lengkap?"

"Pak Bos bentaaaar" suara Mita terdengar dari belakang ku.
"Santai mit.. santai.. lu manggil gue apa mau adzan?"
Mita hanya nyengir dan berlalu kembali ke tempat duduknya.
"Nah udah lengkap brarti Pak Bos." Aku langsung meletakkan pekerjaan Mita diatas lembaran lain yang ada di tangan Hendra. Dia beranjak menuju ruang guru. Aku masih melihatnya berjalan, di depan kelas tetangga, berbelok ke koridor..... dan Koridor????

Entah kenapa aku merasakan desiran kecil. Perawakan kecil, dengan kulit putih langsat, mata yang membentuk dua bulan sabit di senyumnya, cara berjalannya yang kadang konyol. Dia berada diantara beberapa teman yang masih sedikit canggung. Mataku entah mengapa terkunci dan memberontak mencoba untuk berpaling namun hasilnya nihil. Dia tak menoleh sedikit pun. Itu membuat aku lebih lega karena tak tanggung untuk melihatnya walau sebentar.

PUK! "Eeelah apa'an sih?" Tiba tiba Aris menyerobot pundakku yang bersandar dipalang pintu dan menepuk dahiku dengan buku tulisnya.
"Liat apa sih lo?"
"Lihat pangeran....." Ooops! Dasar Caca suka banget njeplak sembarangan aku ini. Tanpa sengaja pernyataan itu terlontar. Kulihat wajah Aris sedikit tersentak lalu sejenak kemudian tak memberi ekspresi yang mencurigakan. Tiba-tiba dia menatapku.
"Dasar cewek ga jelas." Lontarnya sambil menjambak ikatan rambutku.
"Arisssssss awas lu!!!" Dia berjalan dengan santainya menjauh dari kelas. Saat ku lihat lagi koridor itu, ternyata sudah tak ada siapa siapa. Tak satu pun orang berlalu lalang. Aku kembali ke kelas dan memasang headsetku. Jam istirahat akan berbunyi setelah jam kosong ini. Fiuhh... lelahnya

maybe it's true that i can't leave without you...
Maybe two is better than one....

Cinta (Rahasia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang