juli-agustus 2020

37 8 2
                                    

—juli 2020


Matahari benar-benar tidak bersahabat. Ah sepertinya aku salah, matahari di waktu begini memang tidak pernah mau menjalin persahabatan sama sekali kecuali jika awan dan hujan ingin menumpahkan seluruh perasaannya.

Sudah hampir setengah jam lamanya aku menunggu sembari duduk di bawah naungan pohon besar. Menunggu seseorang yang entah berapa lama lagi datangnya. Aku mengipasi wajahku yang sedari tadi telah dipenuhi oleh keringat dengan tanganku sendiri. Kemudian dengan cepat mencari sesuatu di tas, setelah mendapatkannya segera aku sematkan di rambutku, mencepolnya asal-asalan.

Berbagai sumpah serapah telah aku keluarkan sedari tadi, mengirimnya secara telepati kepada tanteku yang tengah sibuk entah dimana. Jika bukan karenanya yang menyuruhku untuk mengantarkan bekalnya anaknya alias sepupuku yang akan mengikuti ekskul basket, aku tidak akan berada disini.

Alih-alih mengerjakan penelitian yang entah kenapa ingin cepat kuselesaikan, aku malah terdampar di kawasan SMA yang penuh dengan anak berseragam khas yang sedari tadi berlalu lalang di hadapanku.

"Halo?"

Akhirnya dia menjawab panggilanku setelah banyak panggilan yang telah kulakukan sebelumnya.

"Dimana sih? Aku udah daritadi disini"

"Hah? Dimana?"

"Di sekolah kamu ih"

"Loh? Datang? Teteh ngapain?"

"Mama kamu sibuk jadi nyuruh kasih bekal kamu ini, katanya mau basket"

"Oh, mama gak bilang makanya gaktau"

"Yaudah kesini cepat. Mau pulang"

"Iyaa, kan baru juga pulang. Teteh dimana?"

"Gak tau, di depan yang ada pohon besar"

"Oke"

Setelahnya panggilan itu terputus, aku lalu memasukkan ponselku kembali di tas. Selang beberapa menit, sosok seseorang yang menjulang tinggi menghampiriku.

Aku malah mengerutkan dahi. Alih-alih adik sepupuku yang datang, yang kulihat saat ini adalah orang asing dengan seragam yang melekat pas di tubuh tingginya.

Adik sepupuku telah menjalani operasi plastik ataukah aku yang telah melupakan wajahnya?

Jangan heran, kami baru bertemu kembali setelah sebulan karena aku yang terlalu disibukkan oleh kuliah.

"Tetehnya Jeno?" tanyanya menatapku

Aku masih menatapnya menyelidik, kemudian mengangguk ragu. Berbicara dengannya membuatku harus mendongak sedikit. Dia lumayan tinggi juga untuk ukuran anak seumurannya.

"Aku teman Jeno. Disuruh ambil bekalnya di teteh, katanya nunggu sini"

Aku mengangguk paham, "Ah, kamu temannya ya. Jeno mana?"

"Jeno tadi tiba-tiba dipanggil guru"

Aku kembali mengangguk, kemudian segera menyerahkan totebag yang beberapa waktu lalu diberikan padaku. "Ini bekalnya. Bilangin kata mamanya disuruh habisin"

Remaja itu mengangguk seraya menerima totebag yang kusodorkan. "Teteh gak ingat aku?"

Aku mengernyit. "Hah? Kita pernah bertemu?"

Dia malah terkekeh membuatku semakin bingung. Seumur-umur aku belum pernah melihatnya. Ataukah aku yang lupa? Pasalnya aku orangnya sangat pelupa.

"Aku Jisung. Teteh gak ingat?"

janji bulan februari, jisung.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang