[i]

49 6 5
                                    

kala bumantara menghamparkan tangisan nya melalui gerimis yang tak kunjung reda, berlari ia—dara bersurai legam sebahu yang sesekali merutuki diri akibat tak memiliki payung, sehingga harus melindungi kepala nya dengan tas selempang yang ia bawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

kala bumantara menghamparkan tangisan nya melalui gerimis yang tak kunjung reda, berlari ia—dara bersurai legam sebahu yang sesekali merutuki diri akibat tak memiliki payung, sehingga harus melindungi kepala nya dengan tas selempang yang ia bawa.

drap! drap! drap!

rintik demi rintik mengguyur kota jogja yang kerap disapa kotanya pendidikan tersebut, menghasilkan genangan yang mau tak mau dipijak oleh sang lakon.

grep!

hampir saja dirinya kembali dibasahi oleh tirta buana, kalau saja tak segera ditarik oleh seorang lanang yang familiar di netra si dara. tubuh yang lebih besar itu menarik tangan lakon utama menuju sebuah ruko yang tak jauh dari sana sebelum hujan deras menerpa daksa keduanya.

"kalau lari, jangan cuman mikir yang penting sampai ke tujuan, kak." tegur yang lebih muda seraya menepuk-nepuk jaket nya, sementara dara tadi—savrinadeya hashmita—hanya menganggukkan kepala dengan pelan. "maaf, tadi buru-buru soalnya." balas deya dengan lirih.

si lanang menoleh, kemudian terkekeh setelah mendengar respon deya barusan.

"kenapa malah minta maaf? bukannya balasan formalitas untuk orang yang udah dibantu itu terima kasih?" tanya nya heran.

"oh.." deya yang kini tengah membenarkan tas selempang nya itu tersenyum konyol, "bener juga ya.." seru nya agak malu dan membuat lawan bicaranya tertawa kecil.

seperkian menit setelahnya, dua daksa tersebut memilih untuk berdiam diri. menubruk atensi pada bising nya hujan yang perlahan mereda, sedikit demi sedikit memunculkan askara dari nabastala.

"masih inget gue gak, kak?"

kini gantian deya yang menoleh seraya mendongak demi dapat bersitatap dengan yang lebih muda. mengobservasi ia, agak ragu untuk menyebut nama yang mungkin benar merupakan orang didepannya ini.

"jouvan, bukan?"

senyum si lanang mengembang, "betul!"

deya manggut-manggut sembari mengalihkan perhatian nya pada langit yang benar-benar tak menjatuhkan hujan lagi. "eh, udah reda nih." ucap deya sambil menjulurkan tangan nya ke depan, berupaya memeriksa apakah hujan masih setia menurunkan tirta nya? dan ternyata benar saja, sudah tidak lagi.

jouvan mengangguk.

"habis darimana, kak?"

deya kembali mendongak lalu tersenyum ramah, "habis dari tempat print, biasalah.. nge print makalah buat laprak." balas deya, kemudian keluar dari pinggiran ruko yang sedari tadi melindungi mereka berdua.

ゞ anagata aksataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang