"Gimana? Udah dikonfirmasi belom?" Seseorang datang dengan satu orang lainnya dirangkulannya.
Wonjin berdecih, mengkonfirmasi apa? Memangnya dia idol yang ketahuan berkencan dengan seseorang?
"Kalo menurut dia sih, yang kemaren nangis kayak bocil tuh karna punya little space" si pengganggu menghampiri temannya yang baru datang dengan seseorang dirangkulannya yang tampak ketakutan.
"Menurut lo gitu, iya kan?" Anak yang ketakutan itu tampak semakin ketakutan ketika pertanyaan yang keluar dengan tenang tapi mengintimidasi itu terdengar di telinganya. Apalagi ketika tangan si penanya itu mengusak-usak rambutnya kasar.
"Kenapa nggak ngejawab?" pertanyaan dengan nada yang sama kembali keluar.
"Iy, iya" jawab yang ditanya dengan nada gemetar.
Wonjin menatap anak itu dengan tajam, membuat yang ditatap menunduk ketakutan dan tak berani menatapnya balik. Ternyata ini toh, yang telah menyulutkan api. Wonjin memandang ketiga orang itu dengan emosi yang lebih tinggi dari biasanya. Ia tau dua orang diantaranya, mereka adalah orang yang mengganggu Hyeongjun kemarin, dan sepertinya mereka ingin mengganggu Hyeongjun lagi hari ini. Namun anak yang ketakutan di rangkulan salah satu dari dua orang itu siapa? Wonjin mencoba mengingat-ingat apa kah ia mengenalinya. Mata berkacamata, gigi berbehel, dan pipi yang sedikit berisi, siapa? Tak ada satupun nama yang melintas di kepalanya.
"Heh orgil, bener nggak nih?" Wonjin menatap tajam si penanya. Sedangkan Hyeongjun yang ditanya hanya menunduk ketakutan.
Si penanya berjalan maju mendekati Wonjin dan Hyeongjun dan meninggalkan temannya yang masih merangkul anak yang ketakutan itu.
Orang itu mendekat pada Hyeongjun dengan tatapan meremehkannya "diem aja, udah gila ditambah bisu juga ya lo?" Tanyanya dengan nada yang sangat menyebalkan untuk didengar.
"Lo, pergi" ucap Wonjin dengan tegas. Matanya menatap tajam mata yang menatapnya remeh.
"Oh, mau mbela adeknya ya?" Tanyanya mengejek, tangannya menoyor kepala Hyeongjun yang tak berani melawan.
Wonjin tak tahan lagi, emosinya sudah mencapai puncak. Dan suara yang entah dari mana asalnya itu terputar di kepalanya
"mau mbela adeknya ya? Mau mukul? Coba sinih kalo bisa"
Itu bukan suara orang yang sedang menatap remeh dirinya. Itu suara orang lain, suaranya terdengar berbeda. Namun suara itu entah milik siapa, ia tak tahu. Yang ia tahu, emosi berhasil menguasai dirinya ketika suara itu terdengar, membuat kepalan tangannya melayang dan mendarat di pipi orang yang membuatnya kesal sejak tadi. Pukulannya cukup keras hingga membuat yang terpukul sedikit terdorong ke belakang.
"Dih, mau jadi pahlawan lo?!" Yang dipukul menatapnya kesal, tangannya menyeka darah yang keluar dari bibirnya yang robek.
"Mau jadi pahlawan? Pukulannya aja nggak berasa"
Di tengah emosinya yang masih berkecamuk suara yang entah milik siapa itu kembali terdengar. Ia menarik kerah orang yang sedang menatapnya kesal lalu mendorongnya hingga tubuhnya terjatuh ke lantai, menjadikannya pelampiasan emosinya. Suara jatuhnya orang di depannya terdengar cukup keras, membuat beberapa siswi yang menonton sejak tadi berteriak terkejut. Tak ada yang menyangka Wonjin akan melakukan hal itu.
"Lo tuh payah, lemah, nggak usah sok-sokan"
Suara itu kembali terdengar, entah bersamaan dengan emosinya yang semakin memuncak, atau justru suara itulah yang membuat emosinya memuncak. Ia menginjak dada orang yang telah ia jatuhkan di lantai. Beberapa siswa berteriak ketakutan, suara teriakan mereka terdengar bersamaan dengan teriakan kesakitan orang yang terinjak. Wonjin memandang orang yang ada di bawah kakinya dingin, sangat dingin hingga membuat orang yang ditatapnya merinding ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Space (Ham Wonjin)
Fanfic[UNDER REVISION] Wonjin itu nggak pernah ngijinin rumahnya buat kerkom. Ada sesuatu yang dia sembunyiin disana. Ini tentang adiknya yang sedikit berbeda dari orang lain. It's not about his little brother, it's about him