Bagian 3

408 63 3
                                    

Tiba-tiba terdengar dua orang melangkah masuk bersamaan dengan bunyi bel yang digantung dipintu. Aku yang membelakangi posisi pintu spontan menoleh ke arah sumber suara.

Kulihat salah satu pria yang bertubuh tinggi dengan setelan santainya itu menghentikan langkah kakinya ketika bertatapan langsung denganku.

Keningku mengernyit ketika menyadari wajahnya yang tidak asing bagiku.

Inilah targetku selanjutnya.

Apa Tuhan mentakdirkanku bertemu dengannya secepat ini? Atau ... Tuhan mentakdirkan kematiannya lebih cepat? Aku tidak benar-benar peduli.

Tapi kenapa ia terlihat terkejut juga dengan keberadaanku?

"Oh? Kau mau buat tato? Kenapa tidak menghubungiku saja?" Tanya Felix pada pria yang masih berdiri dengan kaku di depan pintu.

Kenapa dia menatapku seperti itu? Apa ada yang salah denganku?

Dengan segera aku menatap sekujur tubuhku. Pakaian? Aku rasa tidak ada yang salah dengan cara berpakaianku. Wajahku? Apa ada sesuatu di wajahku?

Aku menggerakkan kedua tanganku untuk mengusap seluruh bagian wajahku dengan lembut. Memastikan jika ada sesuatu yang memalukan di wajahku dapat terhapus oleh tanganku.

Aku kembali memperhatikan Felix yang tengah mempersiapkan peralatan tato untuk Lavendra di mejanya.

"Kalian masuk dan duduk saja dulu didalam, aku akan menyelesaikan tato temanku dulu." Tukas Felix tertuju pada kedua pria yang ku perkirakan merupakan temannya. Mereka terlihat sangat akrab dari cara Felix berbicara.

Hingga akhirnya kedua pria di belakangku itu melangkah masuk ke sebuah pintu lain di ruangan ini. Dan setelah pria kaku itu masuk ke dalam ruangan lain, entah mengapa aku merasa sedikit lega.

Aku rasa ia terus menatap keberadaanku tanpa henti. Ada apa dengannya? Aneh sekali.

Mungkin aku bisa mencongkel bola matanya nanti?

"Itu temanmu? Bukankah dia seorang pengusaha?" Tanya Lavendra pada Felix yang mulai menggambarkan tato di sisi bokong bagian kiri Lavendra itu.

"Maksudmu Jackson? Ya, benar. Sebenarnya itu rahasia. Tapi aku rasa aku harus mulai mempercayaimu." Tukas Felix sebelum akhirnya melirikku sedikit. "Dan juga kau." Ujarnya tersenyum.

Teman? Jadi targetku adalah ... teman Felix. Dan Felix adalah teman sahabatku, Lavendra. Bahkan aku dan Felix bisa dikatakan sebagai teman karena kami saling mengetahui satu sama lain dan terhitung akrab.

Dunia benar-benar sempit dan mengerikan.

"Apa dia pria lajang? Atau ..."

"Jangan pernah membahasnya, dia akan marah besar jika mendengar topik seperti ini." Bisik Felix membuatku menarik salah satu alisku ke atas.

Kenapa?

. . .

"Istrinya wafat?" Gumamku ketika menemukan artikel terkait latar belakang Jackson di layar laptopku.

Jadi itukah alasan mengapa Felix mengatakan hal seperti tadi. "Jackson pernah mengalami depresi selama kurang lebih 1 tahun akibat kehilangan istrinya yang mengalami kecelakaan." Gumamku lagi menyuarakan teks yang tengah dibaca oleh kedua mataku. Informasi ini sesuai dengan apa yang Omar katakan padaku.

My Imperfect Marriage [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang