Part 1

29 1 0
                                    


TW: SUICIDE SCENE 

__


Seoul, 2018

"Salah satu Bank Swasta di Seoul, Korea Selatan lagi - lagi dirampok oleh segerombolan pemuda. Menurut saksi, mereka berpawakan masih seperti anak remaja, tidak ada yang bisa melihat wajah mereka karena topeng hitam yang dikenakan. Dari perampokan ini, dilaporkan bahwa Bank mendapat kerugian sebesar 67 Milyar won. Untung saja, tidak ada korban jiwa dalam perampokan. Polisi masih--"

Pemuda berambut cokelat muda itu mematikan TV kecilnya dan memilih untuk memfokuskan perhatian kepada semangkuk sereal yang sisa setengah agar ia mampu mengatasi hari ini. Sarapan adalah waktu makan yang paling penting. Setelah serealnya habis dan tidak tersisa satu tetes dalam mangkuk kuning yang ia pegang, Pria itu berjalan dari ruang tengahnya menuju dapur untuk mencuci mangkuk.

"hmmm, hmmm, in a world of pure imagination," Senyum kecil terbentuk di bibirnya saat ia bersenandung lagu yang selalu ia ingat sejak kecil. Dulu ibunya yang selalu menyanyi lagu itu saat ia ingin tidur. Jika menyanyi lagu itu, maka hidup kita akan menjadi seperti dongeng polos yang hanya berisikan keindahan, begitu ucap ibunya dulu sebelum mengecup dahinya dan menyalakan lampu tidur.

Brak!

"Na Jaemin, anak sial! Bawakan aku satu kaleng bir!" Senyuman dan senandung dari pemuda itu luntur seketika. Ayahnya pulang. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 10 pagi, dan ayahnya baru saja pulang dan dengan keadaan mabuk. Berteriak dengan keras meminta satu kaleng bir kepadanya. Bukanlah hal yang asing untuk pemuda bernama Na Jaemin itu.

"Ayah, kau sudah cukup mabuk," sahut Jaemin datar saat ia telah menyelesaikan kegiatan cuci piringnya dan menatap Ayahnya yang sedang berbaring di sofa depan tv, tertidur pulas. Jaemin hanya menghela nafasnya, aroma alkohol dari ayahnya membuat Jaemin pening. Pemuda itu hanya mendecakkan lidahnya dan memilih untuk pergi dari rumah.

Na Jaemin nama pemuda itu. Umurnya 18 tahun. Wajahnya tampan. Kondisi ekonominya? tidak terlalu bagus. Jaemin tinggal di daerah pinggiran kota dengan rumah kecil dan juga fasilitas yang seadanya. Pernah ada masanya Jaemin hidup dengan serba berkecukupan. Rumah mewah yang disertai dengan asisten rumah tangga, teman yang banyak, Prestasi cemerlang, dan keluarga yang bahagia.

Sayang sekali, di dunia ini tidak ada yang abadi bukan? begitu juga masa kejayaannya. Perusahaan Ayahnya bangkrut. Mereka kehilangan segalanya. Jaemin harus putus sekolah karena hal itu. Mereka harus pindah ke pinggiran kota agar bisa membeli rumah yang murah. Ayahnya yang mulai kehilangan cara untuk mendapatkan uang mulai menjadi pecandu alkohol. Saat itu, Jaemin masih memiliki ibunya, Wanita kuat yang masih bisa menyanyikannya lagu setiap malam, dan mengecup dahinya. Jaemin masih memiliki harapan. Harapan bahwa mereka akan baik - baik saja.

Hingga suatu malam, Jaemin menemukan ibunya di lantai kamar mandi. Tangan bercucuran darah, Wajah pucat pasi, dan juga pil - pil yang berserakan. Ya, Jaemin yang berumur 14 tahun menyaksikan satu - satunya manusia yang ia cintai tidak bernyawa. Saat itu, Jaemin hanya bisa berteriak mencoba untuk memanggil ibunya, siapa tahu ada keajaiban yang membuat wanita yang ia sayangi membuka matanya.

"ah, sial," Jaemin memejamkan matanya, Lelaki itu berhenti berjalan dan mengumpat saat pikiran kosongnya tadi mengingat memori tentang bagaimana ibunya meninggal. Ia menggelengkan kepalanya dengan cepat dan melanjutkan langkahnya, ia harus tiba di cafe tempat kerjanya dengan tepat waktu.

cring

Rincingan bel berbunyi diatas kepalanya saat ia membuka pintu cafe tempat kerjanya. 09.58. 2 menit lebih cepat. Dengan sigap, Jaemin pergi ke kamar mandi cafe, mengganti pakaiannya dan mengenakan seragam kerja. Kemeja putih dengan namanya yang tertulis di bagian saku kanan, dan celana kain berwarna hitam, dan apron hitam yang melingkar di pinggangnya. Jaemin juga mengenakan baret hitam. Ia menatap refleksi dirinya didepan kaca, tersenyum kepada dirinya sendiri untuk membangun semangat dan setelah itu ia keluar dari kamar mandi.

Fatum (Nomin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang