1 | elephantine

20 2 7
                                    

el·e·phan·tine/ˌeləˈfan(t)ēn,ˌeləˈfanˌtīn,ˈeləfənˌtēn,ˈeləfənˌtīn/

adjective

of, resembling, or characteristic of an elephant or elephants, especially in being large, clumsy, or awkward.


Safhira tuh sering kepikiran kalau Ayu—walaupun Nina paling benci kalau lagi dipanggil begini—ngeluh kalau lagi putus atau nggak nemu laki-laki yang cocok. Safhira sudah lama menikah dan dikaruniai dua orang anak, kembar dan bangor banget lagi. Nina sering curhat soal dirinya yang pengen nikah karena sudah financially ready dan sudah settle dengan keinginannya untuk menikah. Belum lagi rasa agak iris ama teman-temannya yang satu-persatu menikah mendahuluinya, udah gitu mesti Nina lagi yang jadi make-up artistnya.

Safhira sudah kenal Bagas semenjak SMA, orangnya pasrah banget, sudah lama ngejomblo dan Safhira memang sudah lama mau mengenalkan Nina dan Bagas, kenalan aja dulu, nggak mau bilang ngejodohin soalnya kalau udah di cap ngejodohin, waktu nggak jadi rasanya bakal nyesek.

Intinya pernikahan Diana ini selain megah, makanannya enak-enak, sepertinya akan menjadi secercah harapan bagi Nina atau Bagas.

"Bagas, nih, kenalin temen gue, Ay—"

"Nina." Nina menyela, nggak mau Safhira menyebut namanya dengan panggilan yang paling ia tidak suka itu.

Bagas menundukkan kepalanya sopan. "Bagas."

Safhira menoleh pandangannya pada dua temannya bergantian. "Udeh ye, ngobrol sana. Awas lo nggak ngobrol. Gue mau ngurus si kembar dulu yee.. bhay."

Safhira langsung kabur, meninggalkan ke-awkwardan maksimal antara Nina dan Bagas.

Nina akhirnya buka suara. "Ayunina Beatarisa, biasa dipanggil Nina." Nina mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sebenarnya agak aneh karena mereka berdua telah menyebutkan nama masing-masing. Tapi gimana lagi?

"Bagas meidiawan, panggil apa aja boleh." Bagas membalas uluran tangan Nina.

Akhirnya mereka saling diam lagi. Nina benar-benar nggak tahu harus apa karena mereka benar-benar pertama kali bertemu disini dan nggak punya obrolan santai yang mungkin bakal relevan untuk diomongin sekarang.

"LOH, AYOUNG DUMB AND BROKE?!"

Bukan, bukan. Itu bukan suara Bagas, suara cowok itu nggak asing didengar oleh Nina, tapi Bagas tahu betul dengan siapa yang memanggil Nina dengan sebutan 'Ayoung Dumb and Broke' itu. Nina menoleh kearah suara yang memanggilnya, memperlihatkan cowok dewasa berbadan tinggi dengan mangkuk berisikan bakso yang sepertinya tinggal kuahnya.

"Kak Johnny?!"

"Ayoung dumb and broke! Akhirnya gue ketemu lagi sama lo—eh lah kok ada si gay?!" Johnny berjalan menghampiri Nina dan Bagas.

Bagas menghela napas panjang saat Johnny menyebutnya 'si gay'

"It's been a long time isn't it? Terakhir kita ketemu waktu wisuda gue kan? Terus lo mulai jadi selebgram terus susah banget dihubungin?!"

Nina meringis, mengingat sudah berapa lama dirinya dan Johnny terakhir bertemu. "I know right, kak Johnny, udah lama banget."

"That's fine, toh akhirnya gue ketemu lagi sama lo."

"How's life kak Johnny?"

Johnny tersenyum. "Great. Anyway, lo kenal sama Bagas juga? Dia temen SMA gue."

bubbly hubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang