Ramalan

25 7 0
                                    

Cuaca yang sebelumnya cerah berawan tiba-tiba saja berubah menjadi gelap, hujan deras turun disertai gemuruh petir, seakan langit mengamuk pada bumi untuk memberi isyarat.

Di ruangan yang dipenuhi bola sihir itu berdirilah seorang penyihir dengan wajah kaget yang pucat. Tubuhnya yang gemetar dengan mata yang tampak sayu semakin membawa kesan ketakutan yang mendalam.

Tersadar akan apa yang seharusnya ia lakukan, dia bergerak dari posisi sebelumnya dan duduk kembali di kursinya. Dia menatap meja tempat dirinya meramal selama semalaman, tumpukan buku-buku tua dan tempat pena terletak asal namun rapih semakin menampakkan dirinya adalah orang yang sibuk.

Tangannya bergerak cepat mengambil sebuah pena, dia menulis pada sebuah kertas yang cukup tebal dengan motif yang khas, kata demi kata dirangkainya untuk menyampaikan maksud tujuannya berdasarkan hasil ramalannya semalam.

'Ramalan itu telah tiba....

-Syavestika'

Tangannya yang kurus telah selesai menuliskan surat itu, ia membalikkan badannya saat masih duduk di kursi, tatapannya mengarah ke luar jendela tepat dibelakangnya. Dengan tubuh lemahnya ia berdiri menuju jendela itu, ia membukanya lebar dan segera angin yang kencang berebut masuk mencari ruang.

Syavestika, nama Sang Penyihir, ia menatap dengan takut gemuruh petir itu, rambut hitam panjangnya yang bergelombang berterbangan kesana kemari membawa kedinginan ke daerah lehernya. Dia merasakan dengan hikmat bagaimana dingin itu menusuk, kemudian bersiul kencang seperti memanggil sesuatu.

Seekor merpati berwarna hitam datang sesaat setelah siulan itu, wanita itu memberikan lengannya agar sang Merpati bisa hinggap. Ia mengikatkan sepucuk surat yang sebelumnya sudah digulung. Tangannya bergerak pelan keatas bawah memberi isyarat untuk sang Merpati bahwa segera mengantarkannya, kemudian sang Merpati terbang menerobos derasnya hujan saat itu.

~~~

Remaja wanita sedang menatap hasil kelulusan sekolah, dia yang 2 bulan lalu menginjak usia 15 tahun kini akan memasuki dunia dimana kata orang-orang adalah kehidupan remaja sesungguhnya, SMA.

Dia melenguh, dengan nafas panjang dia berusaha menenangkan dirinya. Ada apa dengannya? Tidak, dia bukannya tidak lulus ujian masuk sekolah. Hanya saja dia lulus dengan nilai diurutan ke-2. Itu bukan hal yang buruk, tapi dengan sifatnya yang ambisius itu adalah celah yang besar.

"Nomor 2 itu bukan hal yang buruk." Suara berat dari arah belakang menyapa telinganya.

Gadis yang masih duduk di kursi sembari menatap laptopnya kembali bernafas dengan berat. Pria dibelakangnya kemudian mengambil kursi dipojok kamar lalu duduk di samping gadis itu.

Dia menarik tangan gadis itu dari keyboard laptop, menaruhnya pada paha kanannya sambil mengelusnya lembut. Tangan kanan pria itu beralih ke rambut panjang blonde milik wanitanya, menyapu poninya yang berantakan kemudian menatap lekat mata biru indah miliknya.

"Kamu tidak harus selalu menjadi nomor 1 agar bisa terlihat sempurna." Ucapnya lembut.

Gadis itu menatap lemah pada pria sebayanya itu, "Aku sudah berusaha keras." katanya dengan nada lemah.

Pria itu tersenyum tulus, "Kamu sempurna, bahkan tanpa semua kelebihan mu, kamu akan selalu menjadi sempurna." Jari telunjuknya menekuk sembari mengelus pelan pipi wanita yang sangat dicintainya itu.

Dia berdiri dari duduknya, masih tetap dengan tangan yang memegang erat tangan pasangannya.
"Baiklah, bagaimana kalau kita pergi ke festival di alun-alun?"

Ajakannya hanya dibalas gelengan, "Kenapa?" Tanyanya lagi.

"Aku hanya tidak suka saja." Jawabnya dengan senyum yang ditelan.

Dwipantara : the Next WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang