ch 2. Hujan

21 3 6
                                    

Sena diam sambil menggerutu disofa rumahnya, penyebabnya seperti ini adalah hujan, jika ada orang yang bisa tidur nyenyak karena hujan, bahkan makan Mie Udon didekat jendela sambil memandang hujan, atau yang menikmati hujan dengan musik yang terputar di Mp3 handphone nya , itu adalah Mark Lee , si manusia mendung , si abu-abu, si melow .

Dia hanya sedikit bingung tentang bagaimana harus merespon hujan. Hujan adalah peran pendukung antagonis dalam beberapa kejadian buruk dalam hidupnya, salah satunya ketika melihat Na Jaemin Kekasihnya dulu atau sebut saja mantannya, yang sedang menggengam tangan perempuan  diruang tunggu bioskop sembari sesekali membenarkan rambut perempuan itu. Dan hal yang paling bodoh yang dia lakukan hari itu adalah pergi dari sana, tanpa meminta penjelasan atau seperti adegan drama romance pada umumnya ketika pemeran utama melabrak si pria tukang selingkuh dan pasangannya, mempermalukan mereka, menampar pria itu, atau bahkan menangis . Sena lebih memilih pulang menceritakan semua pada Mark lewat telfon sampai jam 02.00 pagi sembari mengahabisakan stengah kotak tissue, kebetulan cuaca agak mendukung alasan kenapa hidung dan matanya merah , toh tinggal jawab flu jika ditanya Jaehyun saat itu.

Dan juga hari dimana ia harus menangis histeris menemukan Mark Lee dalam keadaan terkapar dan wajah pucat saat tengah hujan deras yang mengguyur mereka disudut lapangan olahraga sekolah. Sekuat tenaga dengan tangis setengah putus asa Sena membopong Mark sambil meminta tolong sesekali, mana tau masih ada guru atau paling tidak petugas kebersihan sore itu disekolah, beruntungnya dokter sekolah yang hendak mengunci UKS masih disana.

Setelah mungkin menunggu 2 jam lebih , Mark yang kala itu harus diinfus membuka mata sambil sesekali mengelus tangan Sena dalam keadaan yang belum sadar diri benar, yang empunya tangan hanya diam saja mungkin bergulat dengan mimpi karena lelahnya .
Samar-samar suara Mark yang cukup parau membangunkannya

"Capek banget" begitu kalimatnya sembari diiringi sedikit air mata

Sena yang mungkin belum sejam tidur dibangku tunggu membelalak setengah sadar

"Mark " sembari membenarkan posisi duduknya

"Gimana? Enakan ? " Sambungnya berusaha agak tenang

"Gak papa , makasih ya " ucap Mark terdengar santai seolah hanya bangun dari tidur siang

Ia berusaha bangun dari tempat tidur tanpa memperhatikan Sena disebalah

"Bentar dulu infusnya belum abis...-"
Ucap Sena bergetar sembari terlihat kuat dengan nada bicara yang dibuatnya

Mark yang sadar teman baiknya sedang menangis malah mengambil kotak tissue disebelahnya

"Ada masalah apa ? Kok nangisnya kaya gitu? "

Sena menjeda tangisnya memandang Mark dengan Kemarahan dan khawatir

"BANGSAT Lo, kalau sakit lu ngomong , lu tau gak tadi gue kira lu udah mati gila"
Ucap Sena sesekali mengambil nafas karena sesak niatnya ingin menyambung kalimat berhenti setelah Mark mengambil tangannya sebelah

"Gak papa gue gak papa beneran, makasih ya"

Sena hanya melongo antara harus lega dan bingung kenapa Mark setenang itu . Seolah ini hal yang biasa dia alami. Dia ingin mengomel dan memaksa Mark berbicara mengundang debat agar pertanyaan tentang 'kenapa?' bisa terjawab namun mereka terlalu lemah dan terlalu lelah.

Mark sampai hari ini masih menikmati hujan sembari memandang rintiknya yang jatuh dengan serius seolah ditiap tetesnya ada filosofi yang harus ia pelajari.

Hanya saja sepasang mata yang mendapatinya dengan tubuh lemah saat itu masih menyimpan rasa takut pada hujan, kalau kalau hujan memberinya rasa cemas, takut dan patah hati yang lain.

.
.
.

"Indomie gak?" Mark berhenti bermain gitar hendak ke dapur

"Gak deh Teh aja" Sena meringkuk kedinginan dibalik selimut

"Ck masa tuan rumah yang dibuatin sih, gimana deh " decak Mark menggoda Sena yang malas beranjak dari ruang tengah

"Buru" tatapnya mengintimidasi Mark yang berdiri meraih teko

"Idih gak tau terimakasih"

"Makasih"

"Pulang deh"

"Buatin dulu"

"Gak nahan gue pulang nih?"

"Najis kek sinetron"

"Gak ada hati Lo"

"Ada hamdulilah masih "

Mark menggeleng kepala toh kalau dibalas gak akan ada habisnya.

" Kenapa takut hujan banget sih? "
Mark meletakkan 2 cangkir teh sembari memperhatikan Sena yang mulai membuka selimut

" Lantai 2yuk "
Elaknya berjalan duluan membawa tehnya

" Ayok jawab " hal pertama yang langsung Mark utarakan setelah mereka duduk dilantai

"Males jawab"

"Jawab"

"Geledek , berisik" singkatnya

"Classic, Jaemin ?"

Ada jeda lama setelah tebakan Mark 

"Udah tau nanya " Sena yang malas lalu membuang muka

"Kenapa harus dia sih alesannya?"

"Lo juga alesannya"

Mark berdiam sebentar dan mengingat, setelah itu dia hanya menyeruput teh ,tau ternyata dia juga ambil peran .

"Lo sendiri kenapa suka hujan ?"  Pertanyaan dibalik kembali kepada tuannya yang sibuk mengamati hujan

"Ya karena hujan ngeredam suara dikepala gue"

"Emang berisik banget?"

"Banget, sampai bikin nggak bisa tidur" Mark menyeruput kembali tehnya

Sena memandang Mark mencoba mencari tahu apa yang ada dalam matanya . Sebelum kedua bola mata itu memandangnya balik

"Jangan diliatin nanti naksir"

"Iwww oaaakkkk hooaaak " balas Sena menirukan orang mual
Sedang Mark hanya tertawa geli setelah melontarkan pertanyaan

"Kebayang gak sih?" Mark masih tertawa geli

"Gak gak gak, Mark jangan suka gue ya ? 

"Iya gak akan" balasnya cepat

.
.
.

Jangan lupa vote kalau suka
Makasih 💚

My Blue Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang